Catatan Cak AT: Baterai Nuklir Lipat, Energi Menjanjikan Masa Depan

4 hours ago 2
 Dok RUZKA INDONESIA) Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Baterai Nuklir Lipat, Energi Menjanjikan Masa Depan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Bayangkan sebuah baterai. Tapi bukan sembarang baterai. Ini baterai nuklir. Dan bukan cuma nuklir, tapi juga bisa dilipat seperti sarung atau baju rompi. Selamat datang di energi masa depan yang tampaknya diciptakan oleh gabungan antara profesor jenius, ahli origami, peneliti muslim, dan penggemar kartun Jepang.

Baru-baru ini, para peneliti dari Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology (DGIST), Korea Selatan —yang tampaknya punya terlalu banyak waktu luang dan keberanian main-main dengan radioisotop— mengklaim telah menciptakan baterai nuklir generasi baru. Hasil temuan mereka menggemparkan dunia energi.

Dipimpin oleh Prof. Su-Il In (yang namanya kalau dibaca cepat bisa terdengar seperti “suilin” alias ‘sulit lin’ dalam logat Betawi), tim ini membuat dunia kaget dengan satu kalimat: "56.000 kali peningkatan mobilitas elektron."

Baca juga: Sempat Padam Total, PLN Akhirnya Berhasil Pulihkan 100 Persen Kelistrikan Bali

Tak heran jika Tesla dan NASA mungkin sedang menggelar pengajian syukuran kecil-kecilan malam ini.

Bersama rekan-rekannya —Chol Hyun Kim, Muhammad Bilal Naseem, Junho Lee, Hong Soo Kim, dan Sanghun Lee— mereka merilis makalah berjudul cukup bersahaja untuk sesuatu yang bisa mengubah dunia: “Novel perovskite-based betavoltaic cell: dual additive strategy for enhanced FAPbI3 α-phase stability and performance.”

Ya, judulnya memang lebih cocok untuk mantra kuno atau password Wi-Fi. Tapi inti temuan ini serius.

Mereka menggabungkan lapisan perovskite dengan isotop radioaktif karbon-14 berbentuk quantum dot. Lalu diberi aditif berbasis klorin, bukan untuk rasa atau aroma seperti mi instan, tapi untuk stabilitas kristal dan efisiensi konversi daya.

Baca juga: Menuju Usia Emas, Polytron Siap Revolusi Mobilitas Lewat Mobil Listrik Pertamanya

Hasilnya? Baterai kecil yang tahan puluhan tahun tanpa perlu di-charge. Bahkan katanya bisa bekerja selama dekade —mirip semangat PNS menjelang pensiun: stabil, tak tergoyahkan, dan tetap menyala. Ini temuan penelitian luar biasa, yang sayangnya tidak lahir dari kamar-kamar penelitian BRIN.

Perovskite, dalam konteks energi, bukan nama merek teh botol atau karakter anime, tapi sejenis struktur kristal yang sangat menjanjikan dalam dunia teknologi surya dan kini —kejutan!— baterai nuklir. Bahan utama yang digunakan tim peneliti DGIST adalah formamidinium lead iodide (FAPbI ).

Senyawa material ini mampu menyerap cahaya dan mentransfer muatan listrik secara luar biasa. Untuk memperkuat stabilitas fase alfa-nya —yang adalah bentuk paling efisien tapi juga paling “moody”— mereka menambahkan dua bahan berbasis klorin sebagai semacam “pengasuh molekuler” agar kristalnya tidak mogok kerja.

Baca juga: Catatan Cak AT: Kudeta Sunyi di Tubuh TNI

Nah, agar makin spektakuler, mereka juga memasukkan isotop radioaktif karbon-14 dalam bentuk nanopartikel dan quantum dot. Buat yang belum kenal, karbon-14 biasanya dikenal sebagai bahan utama penanggalan fosil di laboratorium arkeologi.

Tapi di tangan para ilmuwan Korea ini, karbon-14 berubah dari pelacak masa lalu yang biasa digunakan para arkeolog, menjadi penggerak masa depan. Ia melepaskan partikel beta —elektron berenergi tinggi— yang bisa disulap jadi arus listrik oleh si perovskite tadi.

Jadi, bukan cuma nostalgia radioaktif, tapi benar-benar energi dari sisa-sisa kehidupan purba yang diubah menjadi tenaga zaman ultra-modern. Sebuah penggabungan antara Jurassic Park dan Tesla, dalam ukuran saku.

Baca juga: World Press Freedom Day Diperingati Setiap 3 Mei, Tema Tahun ini Dampak AI Terhadap Pers dan Media

Lalu, apa gunanya buat kita? Kalau kamu sedang mencari baterai untuk remote TV yang tahan seumur hidup, sayangnya ini belum untuk itu. Teknologi ini lebih cocok untuk misi luar angkasa, operasi militer, atau mungkin untuk memasang CCTV di rumah mantan tanpa takut baterainya habis.

Tapi tetap saja, gagasan bahwa kita bisa punya sumber energi mini, stabil, dan tahan lama, adalah lonceng kematian bagi industri colokan listrik dan charger KW. Kalangan industri bisa ketar-ketir dengan investasi mereka di perusahaan energi.

Tentu, ada pertanyaan kritis. Apakah kita siap menyebarkan baterai yang berisi isotop radioaktif ke mana-mana? Kita yang masih bingung membedakan baterai AA dan AAA mungkin belum cukup matang untuk menyimpan baterai berkekuatan reaktor di saku celana.

Baca juga: Pacu Transformasi Cerdas di Indonesia, Huawei Dorong Adopsi AI melalui Solusi Cloud Full-Stack

Dan ini juga jadi momen untuk merenung. Jepang berambisi jadi negara mandiri energi berbasis perovskite pada 2030. Tapi Korea langsung melesat ke depan dengan menjadikannya radioaktif. Ini seperti kamu baru saja beli sepeda motor listrik, lalu tetanggamu keluar rumah naik Gundam bertenaga atom.

Yang pasti, teknologi ini memang luar biasa. Tapi seperti semua inovasi berbasis radioaktif, iblisnya ada di detail. Kita perlu regulasi, pemahaman publik, dan tentu saja —kesadaran bahwa tak semua yang bisa dilipat harus disimpan di lemari.

Baterai ini mungkin akan mengubah dunia, tapi mari kita pastikan dunia tetap bisa dibagi rata. Sementara itu, mungkin ide terbaik hari ini tetap: Jangan taruh baterai nuklir di saku baju koko saat shalat. Siapa tahu nanti jamaah sebelah meleleh karena kamu terlalu bercahaya. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 4/5/2025

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |