REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan hasil riset big data terkait kasus keracunan massal yang terjadi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hasil penelitian menunjukkan, sentimen negatif masyarakat terhadap program tersebut meningkat tajam seiring maraknya kasus keracunan di berbagai daerah.
“Dari awal sudah menjadi sorotan, kasus keracunan menjadikan MBG mendapat sentimen sangat negatif,” tulis Indef dalam rilis riset big data yang dilakukan oleh tim Indef di bawah pimpinan Wahyu Tri Utomo, Rabu (15/10/2025).
Berdasarkan riset itu, pada 100 hari pertama pemerintahan Prabowo–Gibran (Oktober–Desember 2024), tingkat sentimen negatif terhadap MBG tercatat 71,80 persen. Angka tersebut naik menjadi 85 persen pada awal September 2025, dan melonjak menjadi 97 persen pada akhir September 2025, bersamaan dengan meningkatnya laporan kasus keracunan.
Penelitian menggunakan pendekatan artificial intelligence (AI) dan machine learning dengan metode crawling data percakapan publik dari dua platform utama, yakni X (dulu Twitter) dan TikTok. Tujuannya untuk mengukur sentimen publik terhadap Badan Gizi Nasional (BGN) dan program MBG. Penyerapan data dilakukan selama hampir satu bulan, yakni 1–27 September 2025, dengan total 444.900 percakapan yang dianalisis.
Mengutip data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga akhir September 2025 terdapat 8.649 anak yang mengalami gejala keracunan akibat program MBG. Sebagian besar kasus disebabkan oleh kontaminasi salmonella dan bacillus cereus karena proses pengolahan, penyimpanan, serta penyajian makanan yang tidak memenuhi standar kebersihan dan keamanan pangan.
“Kasus keracunan menjadi yang paling disorot netizen. MBG harusnya zero accident. Mereka membandingkan dengan sektor penerbangan, kapal laut, hingga kereta api yang seharusnya juga zero accident karena menyangkut nyawa manusia,” tulis laporan tersebut.
Riset juga menunjukkan sejumlah topik dominan dalam percakapan publik mengenai MBG, seperti seruan agar program segera dievaluasi, meningkatnya kasus keracunan siswa, permasalahan dalam penyelenggaraan, dugaan dapur fiktif, hingga potensi penyimpangan anggaran.
“Di sisi lain, sebagian kecil netizen berharap program ini tetap dilanjutkan karena dinilai memberikan manfaat, namun memang perlu terus diperbaiki,” lanjut laporan itu.
Selain program MBG, lembaga pengelolanya, Badan Gizi Nasional (BGN), juga menjadi fokus pembahasan warganet.
“Salah satu sorotan tajam publik terhadap MBG adalah struktur kepemimpinan di lembaga pengelola, yaitu BGN. Banyak petinggi BGN yang diketahui tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman di bidang gizi atau kesehatan,” tulis laporan Indef.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, diketahui berlatar belakang pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Proteksi Tanaman, S2 di Universitas Bonn Jerman, dan S3 di Leibniz Universität Hannover Jerman dengan fokus pada entomologi/proteksi tanaman.
Sementara itu, Wakil Kepala BGN Brigjen Pol (Purn) Sony Sonjaya merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 dan memiliki pengalaman panjang di kepolisian, termasuk pernah menjabat sebagai kapolres dan pejabat strategis di Bareskrim. Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang, berlatar belakang jurnalis dan industri media, juga menjadi sorotan karena tidak memiliki latar belakang pendidikan gizi.
Adapun Wakil Kepala BGN Mayjen TNI (Purn) Lodewyk Pusung merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1985 dan menempuh berbagai pendidikan militer lanjutan seperti Seskoad, Sesko TNI, dan Lemhannas. Sedangkan Sekretaris Utama BGN Brigjen (Purn) Sarwono sebelumnya berkarier di bidang pertahanan dan pernah menjabat sebagai Direktur Bela Negara di Kementerian Pertahanan.
Menurut Indef, sentimen negatif netizen terhadap BGN mencapai 78,88 persen dari total 444.900 percakapan, dengan 22.534 unggahan secara spesifik membahas lembaga tersebut.
Selain BGN, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga menjadi perbincangan dalam 6.009 percakapan. Lembaga lain yang turut disorot dalam konteks MBG ialah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan 287 percakapan serta Kementerian Sosial dengan 21 percakapan.
“BGN dan SPPG menjadi instansi yang paling banyak disorot netizen. Hal ini berkaitan dengan kasus keracunan makanan yang dalam beberapa bulan terakhir cukup masif. Mereka mendorong agar BGN selaku pihak yang bertanggung jawab segera melakukan evaluasi agar kasus serupa tak semakin bertambah,” tulis Indef.