Israel Tuduh Presiden Prancis Kobarkan Perang Salib

1 day ago 10

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan pada Jumat (30/5) bahwa Prancis mungkin akan mengambil sikap yang lebih keras terhadap Israel, jika pengepungan di Jalur Gaza tidak dilonggarkan. Pernyataan Macron memicu tanggapan keras dari para pejabat Israel, yang menuduhnya melancarkan perang salib terhadap negara tersebut.

Berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong, Macron menyatakan, ada kebutuhan mendesak untuk menyediakan air, makanan, dan obat-obatan, serta mengizinkan warga yang terluka untuk meninggalkan Gaza untuk berobat ke luar negeri.

Macron meminta negara-negara Eropa untuk mengambil posisi yang lebih tegas dan bersatu. “Jika tidak ada tanggapan yang memadai dalam beberapa jam dan hari mendatang yang mencerminkan keseriusan bencana kemanusiaan ini, kita harus mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi," kata Macron, dikutip dari laman Days of Palestine, Ahad (1/6/2025).

Macron menekankan bahwa blokade yang sedang berlangsung telah menciptakan situasi yang tidak dapat dipertahankan di lapangan. Ia berharap Israel akan mengubah pendiriannya dan memungkinkan adanya tanggapan kemanusiaan yang berarti.

Presiden Prancis menegaskan kembali komitmen Prancis terhadap solusi politik dan menegaskan kembali dukungannya terhadap solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan yang layak untuk mengakhiri perang di Gaza. “Menciptakan sebuah negara Palestina bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kebutuhan politik,” ujarnya.

Macron tidak mengkonfirmasi apakah Prancis akan mengakui negara Palestina pada konferensi internasional mendatang tentang solusi dua negara, yang akan dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi di PBB di New York pada 18 Juni 2025. Namun, ia menguraikan beberapa prasyarat untuk pengakuan tersebut.

Di antara syaratnya, pembebasan para sandera yang ditahan di Gaza, pelucutan senjata Hamas, pengecualian Hamas dari pemerintahan Palestina di masa depan, Reformasi Otoritas Palestina, dan pengakuan atas hak Israel untuk eksis dan hidup dalam keamanan. Serta pembentukan kerangka kerja keamanan regional.

Reaksi Israel

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel mengkritik tajam pernyataan Macron, menuduhnya mengobarkan perang salib melawan Israel dan mengecam keterbukaan Prancis untuk mengakui negara Palestina.

Dalam sebuah pernyataan, Kemenlu Israel menuduh Macron memberi penghargaan kepada teroris alih-alih memberikan tekanan kepada mereka, dan mengklaim bahwa pengakuan semacam itu akan mendorong para aktor yang bermusuhan, alih-alih mencegah mereka.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot menanggapi melalui X (sebelumnya Twitter), membela posisi Macron. "Gagasan negara Palestina melayani kepentingan keamanan Israel. Ini adalah satu-satunya alternatif dari perang yang tak berkesudahan," kata Barrot.

Dia menambahkan bahwa Prancis mendukung pembentukan negara Palestina yang didemiliterisasi dalam kerangka kerja keamanan regional yang lebih luas yang mencakup Israel.

Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar membalas dengan menulis, “Anda tidak akan memutuskan untuk warga Israel apa kepentingan nasional kami.” Dia dengan tegas menyatakan penolakan Israel terhadap negara Palestina.

Ketegangan antara Israel dan negara-negara Barat telah meningkat di tengah meningkatnya tekanan. Awal pekan ini, Prancis, Kanada, dan Inggris bersama-sama mengumumkan kesiapan mereka untuk mengakui negara Palestina sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mencapai solusi dua negara, dan mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan mitra internasional untuk bergerak maju dalam mencapai tujuan tersebut.

Putaran terbaru operasi militer Israel di Gaza dilanjutkan pada tanggal 18 Maret 2025, setelah Israel menarik diri dari perjanjian gencatan senjata. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 4.000 warga Palestina telah dibunuh dan sekitar 11.000 lainnya terluka sejak saat itu. PBB melaporkan bahwa lebih dari 200.000 orang telah mengungsi selama periode ini.

Sejak awal perang pada 7 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan sekitar 54.000 warga Palestina telah dibunuh Israel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |