REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Ketika direktur RS Indonesia di Gaza dr Marwan al-Sultan dibunuh serangan udara Israel pekan lalu, ia bergabung dengan daftar dokter terkemuka Palestina yang meninggal selama 21 bulan perang yang telah menghancurkan sistem kesehatan di wilayah tersebut. Kematian itu menandai krisis kesehatan buatan Israel di Gaza.
Kematian dr Marwan al-Sultan, seorang ahli jantung berusia 49 tahun, digambarkan oleh rekan-rekannya sebagai pukulan besar secara pribadi dan profesional. Kejadian itu meninggalkan kekosongan lain dalam institusi medis di Gaza yang tidak akan mudah tergantikan. “Dia adalah salah satu dari dua ahli jantung, jadi dengan kehilangan dr Marwan, ribuan orang akan kehilangan dan menderita,” kata Mohammed Abu Selmia, teman dekatnya selama 15 tahun, dan direktur Rumah Sakit Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza.
Sebuah foto dari tahun 2022 menunjukkan Abu Selmia, al-Sultan dan 30 dokter dan ahli medis terkemuka lainnya di Gaza, semuanya tersenyum setelah wisuda mahasiswa sekolah kedokteran dari Universitas Islam di Kota Gaza. Setidaknya lima dari dokter veteran tersebut, yang merupakan mentor bagi generasi berikutnya, kini telah tewas – masing-masing tewas akibat serangan udara Israel, kecuali satu orang yang meninggal saat ditawan di Israel.
Al-Sultan dan tiga spesialis lainnya dalam foto tahun 2022 yang tewas dalam serangan udara meninggal di luar jam kerja, meskipun tidak jelas apakah ini merupakan pembunuhan yang ditargetkan.
Ketika ditanya mengapa gedung al-Sultan diserang Rabu lalu, militer Israel mengatakan mereka telah menyerang “teroris utama” dari Hamas, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Pihak militer mengatakan mereka “menyesal jika terjadi kerugian terhadap individu yang tidak terlibat” dan bahwa “insiden tersebut sedang ditinjau.”
Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mendidik generasi baru ahli bedah dan spesialis lainnya untuk menggantikan mereka yang tewas dalam perang antara Hamas dan Israel, kata Abu Selmia. Untuk saat ini, rumah sakit hanya mempunyai sedikit tenaga ahli untuk memberikan perawatan darurat pada saat dibutuhkan, katanya.
Rumah sakit di seluruh Gaza juga menghadapi kekurangan pasokan di tengah pemboman Israel yang terus menerus yang mengakibatkan banyak orang terluka yang mencari perawatan hampir setiap hari.
Sistem layanan kesehatan dalam krisis
Lebih dari 1.400 petugas kesehatan Palestina telah terbunuh di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023, menurut PBB. Militer Israel telah menggerebek atau mengepung rumah sakit selama perang, menuduh Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai pusat komando dan menyembunyikan pejuang, meskipun mereka hanya memberikan bukti untuk beberapa klaimnya. Organisasi Kesehatan Dunia telah mendokumentasikan hampir 700 serangan terhadap fasilitas layanan kesehatan selama perang.
Al-Sultan mendapatkan rasa hormat dan ketenaran di komunitas medis Gaza karena dia menolak meninggalkan rumah sakitnya di kota Beit Lahiya di Gaza utara, bahkan ketika rumah sakit tersebut diserang. Dia blak-blakan di media sosial tentang bahaya yang dihadapi petugas kesehatan di rumah sakit akibat pemboman dan pengepungan Israel. Pada Mei, al-Sultan menggambarkan situasi sulit yang dihadapi para pekerja kesehatan di Rumah Sakit Indonesia. “Kami akan terus mempertahankan pasien kami, pekerjaan kami, dan orang-orang kami,” katanya dalam video yang diposting online oleh pendukung rumah sakitnya.
Al-Sultan memiliki banyak kesempatan untuk melakukan praktik kedokteran di negara lain, kata Dr Mohammed al-Assi, yang belajar dengannya di Yordania. Namun ia memutuskan pulang untuk bertugas di Gaza pada tahun 2019. Al-Assi, terinspirasi oleh temannya, mengikutinya. Ketika mendengar berita pembunuhannya, al-Assi sangat terpukul. “Saya bertanya-tanya seperti dokter mana pun, apakah salahnya dia membantu orang?”
Mantan rekan kerja lainnya juga sama-sama dihebohkan dengan berita meninggalnya al-Sultan. “Gelombang emosi melanda saya ketika saya tiba-tiba teringat video call terakhir kami – bagaimana dia terus bertanya tentang saya dan keluarga saya padahal seharusnya sebaliknya,” kata Dr. Emad Shaqoura, mantan wakil dekan fakultas kedokteran di Universitas Islam yang kini berada di Inggris.
Rudal yang menewaskan al-Sultan menghantam apartemen lantai tiga yang ia sewa bersama keluarganya di lingkungan Tal al-Hawa di Kota Gaza, kata para saksi dan dokter. Istrinya, seorang anak perempuan, dan menantu laki-lakinya juga tewas.
Putri lainnya, Lubna al-Sultan, mengatakan rudal tersebut menghantam kamarnya sekitar pukul 14.00, sehingga unit lain di gedung tersebut tetap utuh. Keluarga al-Sultan telah mengungsi dari rumah mereka.
Sehari sebelum dia dibunuh, al-Sultan berbicara dengan Abu Selmia tentang bagaimana mereka akan mempersiapkan jadwal baru untuk kasus dan pengobatan. Dia adalah satu dari dua dokter yang mampu melakukan prosedur untuk mendiagnosis dan mengobati masalah jantung, kata Abu Selmia. “Dr Marwan adalah pelatih dan mentor bagi semua siswa di Rumah Sakit Shifa dan seluruh Kota Gaza,” kata Abu Selmia.