REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi momentum penting bagi Kementerian Agama, dibawah kepemimpinan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Tahun ini, langkah dalam mengawal Asta Cita tampak dalam berbagai program Kementerian Agama kaitannya dalam memperkuat pendidikan keagamaan dan peningkatan kesejahteraan dosen.
"Guru dan dosen adalah ruh pendidikan, ketika mereka sejahtera dan dihargai, maka pendidikan agama akan bermartabat, dan bangsa akan berkarakter," ujar Menag Nasaruddin Umar dalam refleksi satu tahun perjalanan Kemenag mengawal Asta Cita, di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Terkait hal tersebut, sebanyak 206.325 guru telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), seiring dengan 5.000 lebih dosen perguruan tinggi keagamaan yang telah tersertifikasi.
Menag menjelaskan, Kementeruan Agama tahun ini juga telah memperluas akses pendidikan tinggi dengan memberikan 156.581 beasiswa KIP Kuliah, 6.453 Beasiswa Indonesia Bangkit, serta 2.270 Beasiswa Santri Berprestasu (PBSB).
Selain itu, Kemenag mendorong gerakan ekoteologi — kesadaran spiritual dalam menjaga bumi. Melalui aksi nyata, Kemenag menanam lebih dari satu juta pohon di seluruh Indonesia termasuk di PTKIN dan PTKI yang tersebar di seluruh wilayah, membangun 13 KUA berbasis green building, dan menerbitkan buku Tafsir Ayat-Ayat Ekologi yang memperkuat gerakan hijau berbasis nilai keagamaan.
"Agama tidak boleh berhenti di mimbar. Agama harus mewujud dalam kebijakan yang menyejahterakan, mendidik, dan memuliakan manusia. Inilah semangat Asta Cita yang kami kawal dengan sepenuh hati,” kata Menag.
Menjaga dan merawat kerukunan menjadi fondasi utama kerja Kemenag dalam mengawal Asta Cita Presiden — terutama cita ke-8 yang menekankan pentingnya harmoni sosial, toleransi, dan kehidupan beragama yang damai. Bagi Kemenag, kerukunan bukan hanya soal toleransi, tetapi juga syarat utama pembangunan. Karena tanpa kedamaian sosial, pembangunan tidak akan berjalan dengan kokoh.
Aplikasi Si-Rukun
Dalam setahun terakhir, Kemenag mengembangkan sistem dan program yang konkret untuk memperkuat harmoni bangsa. Melalui aplikasi Si-Rukun (Early Warning System), potensi konflik keagamaan bisa dideteksi sejak dini di berbagai daerah. Penyuluh agama menjadi garda terdepan dalam mengoperasikan aplikasi ini.
Pengembangan Si-Rukun merupakan ikhtiar bersama seluruh unit eselon I Kemenag, mulai dari Ditjen Bimas Islam, Ditjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). Sistem ini dibangun berdasarkan penelitian terkait peta potensi konflik keagamaan di berbagai daerah, termasuk pemetaan zona merah, kuning, dan hijau.
Untuk memperkuat kesiapan di lapangan, Kemenag telah melatih 500 penyuluh agama di KUA sebagai aktor resolusi konflik. Mereka dibekali pengetahuan dan keterampilan agar mampu melakukan deteksi dini serta penanganan cepat di wilayah dengan potensi konflik tinggi.
Selain itu, Kemenag juga membina 300 penyuluh agama dalam pemetaan masalah sosial-keagamaan, memperkuat kapasitas 600 penceramah agar berdakwah dengan pendekatan moderat dan literasi digital, serta membina 200 dai muda untuk melahirkan generasi dai yang berwawasan moderat, adaptif, dan mandiri (dakwah kontekstual dan keterampilan entrepreneurship).
“Kerukunan adalah prasyarat pembangunan. Indonesia hanya bisa maju bila umatnya damai, saling menghormati, dan memiliki kesadaran kebangsaan yang kuat,” kata Menag.
Capaian ini juga tercermin dalam hasil survei Poltracking Indonesia, yang menempatkan “menjaga kerukunan antarumat beragama” sebagai keberhasilan tertinggi pemerintahan Prabowo–Gibran dengan tingkat kepuasan publik mencapai 86,7%, disusul menjaga kehidupan keagamaan (80,2%) dan menjaga persatuan bangsa (77,1%).

10 hours ago
6



























