700 Jamaah Shalat Jumat Syahid Akibat Gempa Myanmar

1 day ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, MANDALAY – Sekitar 700 jamaah yang sedang melaksanakan salat Jumat syahid ketika masjid-masjid roboh akibat gempa dahsyat yang mengguncang Myanmar pekan lalu. Sementara total korban jiwa akibat gempa berkekuatan 7,7 skala Richter itu dilaporkan melampaui angka 2.000 orang.

Jumlah Muslim yang syahid itu dilansir Tun Kyi, anggota komite pengarah Jaringan Muslim Myanmar Revolusi Musim Semi. Media Myanmar The Irrawaddy melaporkan pada Senin, gempa  menghancurkan sekitar 60 masjid di wilayah Mandalay dan Sagaing, banyak diantaranya berdiri sejak abad ke-19.

Masjid-masjid menjadi puing-puing di kota-kota Mandalay, Sagaing, Naypyitaw, Pyinmana, Pyawbwe, Yamethin, Thazi, Meiktila, Kyaukse dan Paleik, menurut komunitas Muslim. 

Jumlah sebenarnya masjid yang terkena gempa mungkin jauh lebih besar, mengingat hubungan komunikasi dengan banyak wilayah belum pulih setelah gempa. Gempa tersebut menyebabkan tingginya angka kematian di kalangan umat Islam karena terjadi pada saat shalat Jumat pada waktu paling suci dalam setahun.

"Kami memperkirakan tingginya korban jiwa karena gempa terjadi saat salat Jumat dan bulan ini adalah bulan Ramadhan. Kami masih belum memiliki angka pastinya, namun kami tahu ratusan orang tewas," kata Ko Shaki, seorang Muslim kepada The Irrawaddy.

Jamaah Muslim masih terjebak di bawah reruntuhan Masjid Shwe Bhone Shein di pusat kota Mandalay pada Sabtu, menurut seorang warga Muslim. Tidak jelas apakah ada yang berhasil diselamatkan pada Senin.

Setidaknya 18 masjid mengalami kerusakan di Mandalay saja, sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Raja Mindon (1853-1878). Tempat ibadah lama ini belum pernah diperbaiki, kata Ko Shaki. “Kami tidak diizinkan memperbaiki dan memelihara masjid di bawah pemerintahan berturut-turut,” katanya.

Asosiasi anti-Muslim untuk Perlindungan Ras dan Agama, sebuah kelompok ultranasionalis yang didukung militer dan lebih dikenal sebagai Ma Ba Tha, juga mempengaruhi opini publik di negara mayoritas Buddha tersebut terhadap masjid, jelasnya. "Pemerintahan berturut-turut tidak berani mengangkat isu masjid [karena takut dicap pro-Muslim]. Akibatnya, masjid akhirnya mengalami bencana alam."

Laporan Departemen Luar Negeri AS soal kebebasan beragama di Myanmar yang dilansir pada 2017 lalu menunjukkan sukarnya mendapat izin merenovasi masjid-masjid di Myanmar. Di Mandalay, wilayah terdampak paling parah, umat Islam mengatakan pihak berwenang melarang keras pembersihan, renovasi, bahkan memasuki delapan masjid yang ditutup setelah konflik antaragama pada 2014. Sedangkan lima masjid dalam kendali ketat pemerintah.

Kelompok-kelompok Muslim melaporkan permintaan pembangunan resmi mengalami penundaan yang signifikan, dan bahkan ketika disetujui, hal itu dapat dibatalkan. Mereka juga melaporkan bahwa masih sangat sulit mendapatkan izin untuk memperbaiki masjid-masjid yang ada, meskipun pihak berwenang mengizinkan pemeliharaan internal dalam beberapa kasus. 

Total korban jiwa

MRTV Myanmar melaporkan bahwa pemimpin pemerintahan militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengatakan kepada perdana menteri Pakistan selama panggilan telepon bahwa 2.065 orang tewas, dengan lebih dari 3.900 orang terluka dan sekitar 270 orang hilang.

Badan-badan bantuan memperkirakan angka-angka tersebut akan meningkat tajam, karena akses ke daerah-daerah terpencil di mana komunikasi terputus sangatlah lambat. Gempa tersebut dapat memperburuk wabah kelaparan dan penyakit di negara yang telah menjadi salah satu tempat paling menantang di dunia bagi organisasi kemanusiaan untuk beroperasi karena perang saudara, demikian peringatan kelompok bantuan dan PBB.

Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter terjadi pada hari Jumat, dengan pusat gempa di dekat kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay. Bencana ini merusak bandara kota, membuat jalan rusak dan meruntuhkan ratusan bangunan di sepanjang pusat negara.

Upaya bantuan semakin terhambat karena pemadaman listrik, kekurangan bahan bakar, dan komunikasi yang tidak lancar. Kurangnya alat berat telah memperlambat operasi pencarian dan penyelamatan, memaksa banyak orang untuk mencari korban dengan tangan pada suhu harian di atas 40 derajat Celcius.

Petugas penyelamat di biara U Hla Thein yang runtuh di Mandalay mengatakan mereka masih mencari sekitar 150 biksu yang tewas.

Tim PBB di Myanmar menyerukan akses tanpa hambatan bagi tim bantuan. “Bahkan sebelum gempa bumi ini, hampir 20 juta orang di Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan,” kata Marcoluigi Corsi, koordinator residen dan kemanusiaan PBB.

“Kami benar-benar tidak yakin mengenai skala kehancuran pada tahap ini,” Lauren Ellery, wakil direktur program di Myanmar untuk Komite Penyelamatan Internasional, mengatakan kepada The Associated Press. “Mereka berbicara tentang sebuah kota dekat Mandalay dimana 80 persen bangunannya dilaporkan runtuh, namun hal tersebut tidak menjadi berita karena telekomunikasi lambat.”

Kelompok-kelompok yang bekerja sama dengan IRC telah melaporkan bahwa beberapa tempat terputus oleh tanah longsor, katanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pihaknya mendapat laporan mengenai tiga rumah sakit hancur dan 22 rumah sakit rusak sebagian di wilayah tersebut. “Ada kebutuhan mendesak akan perawatan trauma dan bedah, pasokan transfusi darah, anestesi, obat-obatan penting dan dukungan kesehatan mental,” katanya.

Lebih dari 10.000 bangunan runtuh atau rusak parah di Myanmar tengah dan barat laut, kata badan kemanusiaan PBB. Satu gedung kelas prasekolah runtuh di distrik Mandalay, menewaskan 50 anak dan dua guru, katanya.

Analisis kecerdasan buatan terhadap citra satelit Mandalay oleh Microsoft AI for Good Lab menunjukkan 515 bangunan dengan tingkat kerusakan 80 persen hingga 100 persen dan 1.524 bangunan lainnya dengan tingkat kerusakan 20 persen hingga 80 persen. Tidak jelas berapa persentase bangunan kota yang mewakili hal tersebut.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |