Dari Koes Plus ke Sukatani, Represi Musik dan Tumbangnya Rezim

3 weeks ago 21

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Permintaan maaf band Sukatani yang diduga hasil intimidasi membawa kenangan soal hubungan gelap berbagai rezim di Indonesia dengan musisi dan musik yang mereka gubah. Menarik dicatat bahwa aksi-aksi represif di bidang kesenian sejak dulu kala tak jarang mewarnai mula tumbangnya rezim.

Menjelang 1960, tepatnya Juli 1959, Bung Karno mengubur demokrasi liberal, dan menggantikannya dengan demokrasi terpimpin. Kala itu juga timbul masalah Irian Barat (kini Papua) yang membuat Indonesia berhadapan kembali dengan Belanda. Terjadilah gerakan anti-Barat yang ikut dipelopori kelompok kiri.

Wartawan senior Republika Alwi Shahab mengenang, bersamaan dengan itu dunia dilanda oleh grup band berambut gondrong berponi, The Beatles. Grup band dari Inggris ini mengubah segala-galanya. Bukan hanya berambut gondrong, tapi juga mengubah cara berpakaian dengan sepatu lancip. Demikian juga metode menyanyinya, main musik sambil menyanyi dan jingkrak-jingkrak. Presiden Sukarno kala itu menyebutnya 'musik ngak-ngik-ngok'.

Bung Karno menentang keras The Beatles, tapi sebagian besar  masyarakat justru menyukainya. Lagu-lagunya seperti Yesterday, Obla Di Obla Da, dan Hey Jude  hampir tiap hari dinyanyikan oleh grup-grup band Indonesia kala itu.

Ketika itu Bung Karno mengingatkan kepada masyarakat agar jangan “betel-betelan”. Kalau ada pemuda yang meniru berambut gondrong akan disuruh plontos. Apalagi Bung Karno pernah disakiti, karena Inggris menolak saat ia akan berkunjung ke negara itu.

Pada saat itu muncul Koes Bersaudara yang menjadi semacam perwujudan The Beatles di Tanah Air. Ian Antono, gitaris God Bless, menyatakan kala itu nenek-nenek lebih kenal Koes Plus ketimbang menteri-menteri. Maklum, kala itu, saking banyaknya menteri hingga dijuluki kabinet 100 menteri.

Dengan munculnya Koes Plus, The Beatles yang telah dilarang Bung Karno seolah-olah mendapat pengganti. Tapi, ternyata ancaman Bung Karno untuk memelontos rambut gondrong bukan gertak sambal.

Kala itu, aparat negara beroperasi membawa gunting di jalan-jalan untuk mencari dan memelontos mereka yang berambut gondrong. Celana jeans juga mendapat perlakuan sama. Kalau bagian bawahnya tidak bisa dimasuki botol, akan kena gunting hingga paha.

Koes Plus mendapat ancaman pencekalan. Apalagi untuk tampil di depan umum. Abah Alwi yang kala itu menjadi wartawan pemula Kantor Berita Antara mengingat hampir tiap hari disibukkan oleh pemanggilan personel Koes Plus oleh Kejaksaan Jakarta Raya.

Tuduhannya, disamping berpenampilan seperti The Beatles, juga lagu-lagunya dinilai cengeng. Akhirnya, pada 1965 Koes Plus harus mendekam di penjara Glodok. Kini sekitar Harco Glodok, yang kala itu menjadi tempat Polisi Seksi II Glodok.

Ada pendapat penahanan itu sebagai ulah pihak Kejaksaan, bukan atas perintah Bung Karno. Apalagi yang mengipas-ngipas adalah dari kelompok kiri. Mengingat kala itu para pejabat ingin disebut 'progresif revolusioner'.

Hal itu terjadi kala pertentangan antara Kelompok Lekra melawan Manikebu menguat pada 1965. Koes Plus, yang sama sekali tidak terlibat dalam permainan politik masa itu, justru menjadi korban perseteruan itu.  Mereka terpaksa mendekam selama tiga bulan di penjara lantaran aparat zaman Orla mendakwa subversif. Para anggota grup band juga terkena litsus. Sebelum tampil di depan umum mereka terlebih dulu diminta main di depan pihak aparat kepolisian. Ada sebuah band, setelah dilitsus di lantai dua Restoran di Bandara Kemayoran, begitu takutnya tampil hingga tak berani menggoyang-goyangkan tubuh.

Pada tahun Koes Plus ditahan, terjadi peristiwa Gerakan 30 September, saat sejumlah komponen di TNi AD menculik sejumlah jenderal dan membunuh mereka. PKI dituding berada dibalik peristiwa itu dengan restu dari Bung Karno. Anak-anak muda yang sudah muak dengan gaya tangan besi Sukarno saat itu, adalah elemen utama yang menyerukan mundurnya presiden. Pada 1966, akhirnya Sukarno lengser dan Orde Lama Tumbang. 

Tumbangnya Orde Baru...

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |