REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga emas dunia atau logam mulia diprediksi melanjutkan tren penguatan hingga akhir 2025 dan menjelang 2026. Harga logam mulia diperkirakan ditutup di level Rp 2,7 juta per gram pada pengujung tahun ini.
Harga emas dunia tercatat ditutup di level 4.531 dolar AS per troy ons pada perdagangan kemarin. Adapun harga logam mulia berada di posisi Rp 2,63 juta per gram.
Terkait prediksi pergerakan harga emas pada pekan depan atau hari-hari terakhir 2025, Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menjelaskan terdapat dua kemungkinan. Jika harga emas dunia pada Senin (29/12/2025) mengalami penurunan, harga diperkirakan terkoreksi ke level support pertama di 4.509 dolar AS per troy ons, dengan harga logam mulia di kisaran Rp 2,6 juta per gram.
Apabila pergerakan harga emas turun hingga Rabu (31/12/2025), kemungkinan besar support kedua berada di level 4.487 dolar AS per troy ons dan harga logam mulia di kisaran Rp 2,57 juta per gram.
Namun, jika harga emas dunia naik pada Senin (29/12/2025), level resisten pertama berada di 4.550 dolar AS per troy ons dengan harga logam mulia mencapai Rp 2,65 juta per gram. Apabila penguatan berlanjut hingga Rabu (31/12/2025), resisten kedua diperkirakan berada di level 4.570 dolar AS per troy ons atau bahkan menyentuh 4.600 dolar AS per troy ons.
“Dan kemungkinan besar sampai akhir tahun harga logam mulia akan menyentuh level Rp 2,7 juta per gram, atau mendekati Rp 2,7 juta per gram,” ungkap Ibrahim dalam keterangan suara kepada wartawan, Ahad (28/12/2025).
Ibrahim menjelaskan harga emas dunia atau logam mulia akan terus mengalami fluktuasi, namun cenderung menguat hingga akhir 2025. Ia menyebut setidaknya terdapat dua faktor utama yang mendorong kenaikan harga emas.
“Faktor pertama adalah faktor geopolitik, yang kedua adalah pelemahan indeks dolar AS,” ujarnya.
Terkait faktor geopolitik, ia menerangkan situasi geopolitik global hingga saat ini masih memanas, terutama di Amerika Latin antara AS dan Venezuela, di Eropa antara Rusia dan Ukraina, serta di Afrika antara AS dan Nigeria.
Di Amerika Latin, konflik AS dan Venezuela terus memicu ketegangan. AS disebut terus melakukan penyanderaan terhadap kapal kargo ketiga, yang dinilai sebagai upaya menekan Presiden Venezuela Nicolas Maduro agar lengser dari jabatannya.
Kondisi tersebut memengaruhi pasar global karena Venezuela merupakan salah satu produsen minyak mentah dengan produksi sekitar 1,1 juta barel per hari.
Di Eropa, pada pekan ini waktu AS, Presiden Donald Trump dikabarkan akan melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk membahas perdamaian dengan Rusia. Sebanyak 20 draf perjanjian yang dibawa AS diperkirakan akan dibahas, sementara Zelenskyy disebut akan melakukan referendum.
Referendum tersebut bertujuan mengetahui sikap masyarakat Ukraina terkait kemungkinan sebagian wilayah yang saat ini dikuasai Rusia bergabung dengan Rusia.
“Menurut saya, Ukraina itu nasionalis, kemungkinan besar akan menolak referendum wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia. Ini menjadi buah simalakama,” ujar Ibrahim.
Sementara di Afrika, pasukan AS melakukan penyerangan terhadap kelompok militan di Nigeria yang menguasai sebagian wilayah minyak mentah. Trump sebelumnya menyatakan AS akan menyerang target militan karena kelompok tersebut menguasai kantong-kantong minyak yang merugikan pengusaha tambang minyak asal AS.
Akibatnya, produksi minyak Nigeria berpotensi terganggu. Nigeria diketahui merupakan salah satu negara anggota OPEC dengan produksi sekitar 1,3 juta barel per hari.

6 hours ago
7







































