REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga emas dunia atau logam mulia mengalami lonjakan sangat tinggi sepanjang 2025. Sejumlah pengamat menilai peningkatan tajam harga komoditas safe haven tersebut menjadi sinyal adanya krisis global.
Tercatat, harga emas dunia per Senin (29/12/2025) berada di kisaran 4.515 dolar AS per troy ons, melonjak sekitar 70 persen dibandingkan harga pada 1 Januari 2025 sebesar 2.623 dolar AS per troy ons. Adapun harga logam mulia di dalam negeri saat ini berada di level Rp 2,59 juta per gram, atau meningkat sekitar 70 persen dibandingkan harga awal 2025 sebesar Rp 1,52 juta per gram.
“Harga emas dunia naik sampai 70 persen pada 2025. Apakah ini karena krisis ekonomi atau peluang investasi? Utamanya karena persoalan krisis dan perang geopolitik,” kata Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi saat dihubungi Republika, Senin (29/12/2025).
Ibrahim mengatakan peningkatan harga emas dunia dipicu oleh tensi geopolitik di berbagai kawasan yang terus memanas. Sejalan dengan itu, perang dagang yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap sejumlah mitra dagang juga terus bergulir.
“Ini yang sebenarnya membuat harga emas dunia naik. Pada saat bersamaan, banyak bank investasi besar menarik dananya dari saham dan memegang uang tunai. Tujuannya karena ada ketakutan besar akan terjadinya perang berskala luas,” ungkapnya.
Ia menjelaskan konflik geopolitik terjadi di banyak wilayah, mulai dari Timur Tengah, Amerika Latin, Eropa, Afrika, hingga kawasan Laut Asia Timur. Di Timur Tengah, Israel mengakui Somaliland, wilayah yang memisahkan diri dari Somalia sebagai negara merdeka. Pengakuan tersebut menuai penolakan dari puluhan negara karena dinilai mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menggelar rapat darurat membahas isu tersebut.
Di Amerika Latin, konflik AS dengan Venezuela juga memperburuk situasi geopolitik. AS melakukan penyanderaan kapal tanker Venezuela sebagai bagian dari tekanan politik terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Kondisi tersebut memengaruhi pasar global mengingat Venezuela merupakan produsen minyak mentah sekitar 1,1 juta barel per hari.
Di Eropa, konflik Rusia dan Ukraina masih belum menemukan titik terang. Trump melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terkait upaya perdamaian dengan Rusia. Disebutkan terdapat sekitar 20 draf perjanjian yang diajukan AS, sementara Zelenskyy berencana menggelar referendum terkait wilayah Ukraina yang telah dikuasai Rusia. Referendum tersebut diperkirakan akan ditolak masyarakat Ukraina.
Sementara itu, di Afrika, pasukan AS melakukan penyerangan terhadap militan di Nigeria yang menguasai sebagian wilayah minyak mentah. Trump sebelumnya menyatakan AS akan menyerang kelompok militan yang menguasai kantong-kantong minyak karena merugikan pengusaha minyak AS. Kondisi ini berpotensi menghambat produksi minyak Nigeria yang mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari. Nigeria diketahui merupakan salah satu negara anggota OPEC.
Di kawasan Laut Asia Timur, konflik antara China dan Taiwan juga masih berlanjut. China mengerahkan unit militer dan pasukan roket di sekitar Taiwan sebagai bentuk uji kesiapan tempur dan peringatan terhadap keinginan Taiwan untuk memisahkan diri.
“Ini yang menimbulkan gangguan tersendiri. Orang takut jika perang besar terjadi, maka surat berharga dan saham tidak ada artinya. Yang memiliki nilai adalah uang tunai dan logam mulia,” jelas Ibrahim.

4 hours ago
4







































