Hati-Hati! Hepatitis B dan C Diam-Diam Bisa Rusak Hati tanpa Gejala

9 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua jenis penyakit hepatitis yakni Hepatitis B dan C menyimpan ancaman serius bagi kesehatan hati. Sering kali disebut sebagai silent killer, kedua virus ini memiliki potensi merusak fungsi hati secara permanen tanpa menunjukkan gejala khas pada tahap awal infeksi.

Hal inilah yang menjadi kekhawatiran utama para ahli kesehatan. Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan (PISP), Prof David H Muljono, menjelaskan betapa berbahayanya kondisi ini. "Baik hepatitis B maupun C sama-sama dapat menyebabkan radang pada sel hati dan jika tidak ditangani akan berkembang menjadi fibrosis, bahkan kanker hati," kata David dalam siaran daring temu media "Bergerak Bersama Putuskan Penularan Hepatitis" di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Ia mengatakan proses kerusakan hati akibat infeksi virus ini berlangsung sangat perlahan. Dalam banyak kasus, pasien sama sekali tidak menyadari gejala apa pun hingga hati mereka mengalami kerusakan parah, bahkan sampai tidak lagi mampu memproduksi albumin dan pembeku darah yang vital.

Gejala awal yang kerap muncul seperti rasa lesu, mual, atau urine berwarna gelap, seringkali diabaikan karena menyerupai keluhan ringan sehari-hari. Ini menjadi jebakan yang membuat deteksi dini semakin sulit.

“Tiba-tiba saja pasien datang dalam kondisi hati sudah keras dan sulit dinilai. Di situlah bahayanya,” ujar David.

Menurutnya, sebagian besar pasien baru mencari pertolongan medis ketika sudah mengalami komplikasi serius, seperti muntah darah atau kulit dan mata menguning akibat kebocoran bilirubin ke dalam darah. Bahkan gatal-gatal pun dapat menjadi salah satu gejala awal yang samar. Oleh karena itu, David menekankan pentingnya pemeriksaan rutin dan deteksi dini, terutama bagi kelompok berisiko tinggi.

“Penyakit ini sering kali diam-diam merusak tubuh. Jika ingin mencegahnya, deteksi dini dan edukasi masyarakat adalah kunci,” ujarnya.

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Hingga Juli 2025, tercatat ada 6,7 juta warga Indonesia terinfeksi hepatitis B dan sekitar 2,5 juta terinfeksi hepatitis C. Dari jumlah yang sangat besar ini, sebagian besar sayangnya belum terdiagnosis dan belum mendapatkan pengobatan yang semestinya. Angka-angka ini menjadi desakan kuat bagi pemerintah untuk bertindak cepat.

Menanggapi tantangan besar ini, Kemenkes mengambil langkah proaktif dengan mengintegrasikan layanan deteksi dan pengendalian hepatitis ke dalam Program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Langkah ini merupakan upaya strategis untuk memperluas jangkauan skrining dan mempercepat eliminasi hepatitis B dan C di Indonesia.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, menjelaskan integrasi ini dilakukan untuk memperkuat akses layanan kesehatan primer dan menjaring kelompok berisiko sejak dini melalui pemeriksaan gratis di fasilitas kesehatan. “Melalui Program CKG, masyarakat bisa memeriksa tekanan darah, gula darah, kolesterol, dan kini juga mencakup hepatitis. Ini memperkuat deteksi dini tanpa menambah beban biaya,” kata Ina.

Inisiatif ini diharapkan dapat menghilangkan hambatan biaya yang seringkali menjadi kendala bagi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Salah satu intervensi penting yang terintegrasi adalah pemeriksaan hepatitis B pada ibu hamil.

Data tahun 2024 menunjukkan adanya 49.142 ibu hamil yang reaktif HBsAg. Berita baiknya, 93 persen bayi dari ibu-ibu tersebut telah menerima vaksin hepatitis B dan imunoglobulin (HBIG) dalam 24 jam pertama setelah lahir. Ina juga menegaskan target eliminasi hepatitis pada tahun 2030 harus didukung dengan penguatan layanan berbasis komunitas, memastikan bahwa upaya deteksi, pencegahan, dan pengobatan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat hingga ke akar rumput. 

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |