REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pengadilan Prancis pada Senin memvonis politikus sayap kanan Marine Le Pen melakukan penggelapan dan melarangnya mencalonkan diri sebagai pejabat publik selama lima tahun. Putusan ini menjadi pukulan telak bagi harapan presiden pemimpin sayap kanan tersebut dan sebuah guncangan bagi politik Prancis.
Pengadilan Paris pada hari Senin memutuskan bahwa Le Pen menggunakan lebih dari 3 juta euro dana Parlemen Eropa untuk membayar anggota partai National Rally (RN). Dalam putusannya, hakim ketua mengumumkan bahwa politisi nasionalis itu tidak akan diizinkan mencalonkan diri selama lima tahun, yang akan berlaku segera.
Hukuman penjara empat tahun juga dijatuhkan, dengan dua tahun ditangguhkan dan dua tahun sisanya harus dijalani dengan menggunakan tanda elektronik dan bukan di tahanan. Le Pen juga diperintahkan membayar denda sebesar 100.000 euro, sementara RN dikenakan denda 2 juta euro.
“Pengadilan mempertimbangkan, selain risiko mengulangi pelanggaran, gangguan besar terhadap ketertiban umum jika seseorang yang sudah divonis bersalah … adalah seorang kandidat dalam pemilihan presiden,” kata hakim ketua Benedicte de Perthuis.
Le Pen adalah salah satu kandidat presiden terkuat di Prancis saat ini. Ia adalah putri dari Jean-Marie Le Pen, yang kerap disebut sebagai arsitek gerakan Islamofobia di Eropa.
Seperti ayahnya, Marine Le Pen sejak lama menggunakan retorika anti-Muslim untuk menggaet suara. Pada 2015, ia disidang karena menyamakan Muslim yang melakukan shalat di jalan-jalan di Prancis sebagai penjajah Nazi. Pada 2022, ia menjanjikan pelarangan total hijab di Prancis.
Dengan sentimen tersebut, ia saat ini menjadi kandidat kuat presiden Prancis. Pada Ahad, sebuah jajak pendapat memperkirakan bahwa Marine Le Pen akan memperoleh hingga 37 persen suara pada pemilihan presiden 2027, lebih tinggi 22 poin dibandingkan tahun 2022 dan unggul 10 poin dari kandidat lainnya.
Le Pen mengecam putusan tersebut dalam sebuah wawancara dengan saluran TV Prancis TF1 sebagai langkah “politik” yang bertujuan untuk mencegahnya mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun 2027 dan mengatakan bahwa jutaan rakyat Prancis “marah.”
Dia menggambarkan keputusan tersebut sebagai pelanggaran terhadap supremasi hukum, mengatakan dia akan mengajukan banding dan meminta agar proses pengadilan dilakukan sebelum kampanye 2027. Dia akan tetap tidak memenuhi syarat untuk menjadi kandidat sampai bandingnya diputuskan.
Keputusan pengadilan tersebut merupakan sebuah guncangan politik dan juga yudisial bagi Perancis, yang membuat salah satu pesaing utama untuk menggantikan Presiden Emmanuel Macron tertatih-tatih di akhir masa jabatannya yang kedua dan terakhir. Begitu luasnya implikasi politik sehingga beberapa penentang Le Pen mengatakan pengadilan Paris sudah bertindak terlalu jauh.
Namun masih terlalu dini untuk mengatakan bagaimana kasus ini akan berdampak pada pemilih. Potensi penghapusan Le Pen dapat membangkitkan semangat para pendukung setianya, seperti halnya masalah hukum Presiden AS Donald Trump yang memotivasi beberapa pendukungnya. Namun hal ini juga bisa membuat dia terpinggirkan, melemahkan apa yang telah dia capai.
Le Pen mengatakan pengadilan seharusnya tidak membuat dia tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sampai seluruh kesempatannya untuk mengajukan banding telah habis, dan dengan melakukan hal tersebut jelas bahwa pengadilan bertujuan “secara khusus untuk mencegah” dia terpilih sebagai presiden. “Jika itu bukan keputusan politik, saya tidak tahu apa lagi,” kata Le Pen dalam wawancara TF1.
Dia mengatakan keputusan tersebut menandai “hari yang menentukan bagi demokrasi kita” namun dia berjanji untuk terus mengejar apa yang dia sebut sebagai jalan yang “memang sempit” menuju kursi kepresidenan.
“Ada jutaan orang Prancis yang percaya pada saya, jutaan orang Prancis yang mempercayai saya,” tambahnya: “Selama 30 tahun saya telah berjuang untuk Anda, dan selama 30 tahun saya telah berjuang melawan ketidakadilan, jadi saya akan terus berjuang.”
sumber : Associated Press