Kejagung Buru Tiga Hakim Tipikor Penyidang Kasus CPO

16 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis hakim penyidang perkara tiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi perizinan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) turut diburu Kejaksaan Agung (Kejagung), Sabtu (12/4/2025). Penjemputan itu terkait dengan pengawasan penerimaan suap dan gratifikasi senilai Rp 60 miliar untuk menjatuhkan putusan onslag atau lepas para terdakwa korporasi tersebut. 

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Sabtu (12/4/2025) malam sudah menangkap, dan menetapkan empat orang tersangka dalam pengusutan suap dan gratifikasi putusan lepas oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus) tersebut. Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, empat orang yang dijadikan tersangka, adalah Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Wahyu Gunawan (WG), Ariyanto (AR), dan Marcella Santoso (MS).

MAN adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Penangkapan dan penetapan tersangka terhadapnya, terkait dengan perannya selaku mantan wakil ketua PN Tipikor Jakpus. Adapun WG adalah Panitera  Muda Perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut). Penyidik menangkap dan menetapkan WG sebagai tersangka atas perannya sebagai perantara penerimaan suap dan gratifikasi. Adapun AR dan MS merupakan duo advokat selaku pemberi suap dan gratifikasi.

“Penyidik telah menemukan bukti-bukti yang cukup bahwa adanya penerimaan uang sebesar 60 miliar Rupiah (Rp) untuk pengaturan putusan, agar putusan tersebut dinyatakan onslag (lepas). Di mana penerimaan itu melalui seorang panitera, namanya WG,” begitu kata Qohar di Kejagung, Jakarta, Ahad (13/4/2025) dini hari.

“Terhadap majelis hakim yang menangani perkara terdakwa korporasi tersebut, kami lakukan penjemputan,” sambung Qohar. Tiga anggota majelis hakim yang memeriksa perkara korupsi tiga korporasi tersebut adalah Hakim Djuyamto selaku ketua majelis, dan Hakim Agam Syarif Baharuddin serta Hakim Ali Muhtarom sebagai anggota majelis.

Namun pada saat dilakukan penjemputan terhadap ketiga hakim-hakim tersebut, kata Qohar, tim penyidik tak menemukan keberadaan masing-masing di kediaman. “Karena kebutulan mungkin yang bersangkutan (ketiga hakim) tidak sedang di Jakarta. Dan saat ini pas hari libur. Tetapi kita minta agar proaktif,” kata Qohar. Pada Ahad (13/4/2025) dini hari, sekira pukul 02.10 WIB, Hakim Djuyamto terpantau wartawan mendatangi tim penyidik Jampidsus di Gedung Kartika-Kejagung. Djuyamto datang sendirian beberapa jam setelah tim penyidik mengumumkan MAN, WG, AR, dan MS sebagai tersangka.

Kepada wartawan, Djuyamto mengaku sengaja datang ke tim penyidikan di Jampidsus sebagai niat baik atas perannya selaku ketua majelis Hakim PN Tipikor Jakpus yang menyidangkan perkara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor CPO. “Saya datang ke Kejaksaan Agung untuk itikad baik memberikan klarifikasi sebagai ketua majelis dalam perkara tersebut,” ujar Djuyamto saat ditemui wartawan, Ahad (13/4/2025) dini hari. Namun kedatangan Djuyamto ke Jampidsus tak berhasil menemui tim penyidikan. Karena seluruh tim penyidikan sudah pulang. “Tetapi saya datang untuk saya sudah itikad baik,” kata Djuyamto yang juga menjabat selaku pejabat Humas PN Jaksel tersebut.

Tiga korporasi terdakwa korupsi CPO

Tiga terdakwa korporasi dalam korupsi izin ekspor CPO merupakan pengembangan penyidikan atas para terpidana perorangan kasus yang sama terhadap perorangan. Kasus korupsi izin ekspor CPO ini, adalah perkara terkait dengan kelangkaan dan pelambungan harga tinggi minyak goreng yang terjadi sepanjang Januari 2021 sampai Maret 2022 lalu. Lima terdakwa perorangan sudah inkrah dipidana dalam kasus tersebut pada tahun lalu. Termasuk di antaranya adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnus Wardhana (IWW), dan Lin Che Wei (LCW) yang merupakan Konsultan di Kemendag.

Para terpidana perorangan lainnya, adalah para petinggi dari tiga korporasi CPO. Dalam putusan para terpidana perorangan tersebut, pengadilan menyatakan adanya kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus tersebut. Akan tetapi beban pengganti kerugian keuangan, dan perekonomian negara itu menurut pengadilan harus dibebankan kepada korporasi. Karena itu pada Juni 2023, penyidik Jampidsus mengumumkan tiga korporasi sebagai tersangka lanjutan. Mereka di antaranya, adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Ketiga terdakwa korporasi tersebut, pun diajukan ke persidangan di PN Tipikor Jakpus. Para terdakwa korporasi tersebut, di antaranya adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agri Industri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.

Terdakwa Wilmar Group, yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Terdakwa ketiga adalah Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Inti Benua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas. 

Para terdakwa korporasi tersebut dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), diminta untuk dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam mendapatkan izin ekspor CPO 2021-2022. Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim PN Tipikor Jakpus menjatuhkan pidana denda senilai Rp 1 miliar terhadap semua terdakwa. JPU dalam tuntutannya meminta majelis hakim agar menjatuhkan pidana tambahan berupa denda terhadap masing-masing terdakwa korporasi karena telah merugikan perekonomian negara. 

Terhadap terdakwa Permata Hijau Group, JPU meminta majalis hakim menjatuhkan pidana tambahan, berupa membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara senilai Rp 935,5 miliar. Terhadap terdakwa Wilmar Group senilai Rp 11,88 triliun, dan terhadap terdakwa Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun. Namun tuntutan tersebut mentah dalam putusan majelis hakim pada 19 Maret 2025 lalu. 

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan para terdakwa korporasi terbukti melakukan perbuatan tindak pidana sesuai dengan dakwaan JPU terkait Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor. “Akan tetapi perbuatan tersebut dinyatakan bukan lah merupakan suatu tindak pidana oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat,” ujar Qohar. Dan atas putusan tersebut, majelis hakim melepaskan para terdakwa korporasi tersebut dari segala tuntutan. 

“Dari putusan onslag (lepas) tersebut, penyidik menemukan fakta-fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap, dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak 60 miliar rupiah,” ujar Qohar. Pemberian uang tersebut dilakukan melalui WG. “Pemberian ini (Rp 60 miliar) dalam rangka pengurusan perkara dimaksud agar majelis hakim yang mengadili perkara terdakwa korporasi pada kasus perizinan ekspor CPO memberikan putusan onslag. Padahal menurut majelis hakim, perkaranya memunuhi unsur pasal yang didakwakan oleh JPU, tetapi majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan bukan merupakan tindak pidana,” ujar Qohar.    

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |