Kemenkeu Sebut Dampak Kenaikan PPN terhadap Inflasi Hanya 0,2 Persen

5 days ago 17

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan beragam narasi optimistis mengenai kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku per 1 Januari 2025, di tengah maraknya kekhawatiran masyarakat mengenai terjadinya lonjakan inflasi. Kemenkeu mengakui kenaikan PPN menjadi 12 persen berdampak pada kenaikan inflasi, namun angkanya dinilai kecil atau tidak terlampau signifikan. 

“Inflasi saat ini rendah di 1,6 persen. Dampak kenaikan PPN ke 12 persen adalah 0,2 persen,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).

Dengan demikian, Febrio menekankan bahwa kenaikan inflasi tersebut masih terjaga di kisaran yang ditargetkan pada 2024 dan 2025, yakni 2,5 plus minus 1 persen. “Inflasi akan tetap terjaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5 persen—3,5 persen,” ujar dia. 

Febrio menyampaikan, pemerintah memastikan memberikan tambahan paket stimulus bantuan pangan sebagai bantalan perekonomian bagi masyarakat. Ada juga program diskon listrik serta bebas pajak penghasilan bagi buruh pabrik tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur, serta pembebasan PPN rumah. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

“Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12/2024). 

Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN. Airlangga memerinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting). Beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen. 

“Stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok, dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, juga (PPN) tetap 11 persen. Kemudian juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2 ini sebesar 10 kg per bulan,” jelasnya.

Lebih lanjut, beberapa jasa yang bersifat strategis juga mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024. Jasa tersebut di antaranya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum. Sejumlah fasilitas perpajakan itu diusulkan pemerintah bersama dengan paket kebijakan insentif fiskal lainnya untuk tahun 2025 mendatang. 

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, penetapan kebijakan perpajakan dilakukan dengan tetap memerhatikan azas keadilan, keberpihakan kepada masyarakat serta gotong royong.

“Setiap tindakan untuk memungut (pajak) harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Dan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir. Ini azas keadilan yang akan kita coba terus. Tidak mungkin sempurna tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki,” kata Sri Mulyani. 

Keputusan pemerintah menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tersebut kemudian direspons oleh masyarakat, dengan banyaknya penolakan. Sebab, kebijakan itu dinilai bakal makin menyulitkan di tengah klaim kondisi daya beli masyarakat yang melemah. 

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |