Kenapa Gen Z Lebih Suka Foto tanpa Senyum? Ini Penjelasannya

20 hours ago 13

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkah kamu mengamati sorot mata yang datar, tanpa senyum, yang kerap muncul di foto atau video para Generasi Z di media sosial? Fenomena yang dijuluki "Gen Z stare" atau "Tatapan Gen Z" ini telah menarik minat banyak pihak, termasuk para psikolog.

Bukan sekadar ekspresi kosong, studi menunjukkan bahwa tatapan ini bisa menjadi cerminan dari identitas, cara mereka memandang diri, hingga cara mengelola emosi di tengah dunia digital yang serba terbuka. Hal ini dinilai menjadi sinyal penting yang menolak norma-norma lama tentang cara menampilkan diri, sebuah refleksi dari sikap yang berubah terhadap visibilitas dan keaslian.

Seperti dilansir laman Psychology Today, fenomena ini mencerminkan tema generasi seputar identitas, visibilitas, regulasi emosi, dan presentasi diri di dunia digital. Berbeda dengan generasi sebelumnya seperti milenial dan Gen X yang sering kali berpose ramah dan tersenyum di depan kamera, Gen Z justru menampilkan ekspresi wajah yang datar dan netral. Tatapan langsung dan tanpa berkedip ke arah kamera ini sering kali sulit dibedakan apakah dilakukan secara ironis, tulus, atau bahkan keduanya sekaligus. Sebuah misteri emosi yang tersembunyi di balik layar, membuat banyak orang penasaran akan makna di baliknya.

Alasan di Balik "Tatapan Gen Z"

Ada beberapa faktor psikologis yang mendasari fenomena ini, menunjukkan bahwa "Gen Z stare" bukanlah sekadar tren kosong. Berikut ini penjelasannya:

1. Perlindungan Diri Secara Emosional

Salah satu alasan di balik ekspresi netral ini adalah sebagai bentuk perlindungan diri. Dalam sebuah penelitian, ekspresi wajah yang datar berfungsi sebagai bentuk regulasi emosi. Di era digital, di mana semua orang bisa menilai dan menghakimi, tatapan ini menjadi semacam perisai yang melindungi diri dari eksposur berlebihan.

Kecemasan akan terlihat "cringe" atau terlalu antusias menjadi hal yang khas di kalangan Gen Z. Dengan menampilkan emosi yang datar, mereka menunjukkan bahwa mereka tidak sedang "berpura-pura" atau mencari validasi berlebihan, sebuah sikap yang dianggap lebih otentik.

2. Perlawanan terhadap Positivitas yang Berlebihan

Studi psikologi media yang diulas oleh Abidin (2023) mengungkapkan adanya pergeseran cara representasi diri dari yang terlalu dipoles ke yang lebih relatable atau apa adanya. Gen Z cenderung lebih skeptis terhadap persona media sosial yang tampak sempurna.

Oleh karena itu, tatapan ini bisa menjadi bentuk penolakan terhadap budaya "senyum untuk kamera" yang kerap dilakukan generasi sebelumnya. Tatapan datar ini menunjukkan penerimaan terhadap keaslian, ironi, bahkan rasa bosan sebagai nilai estetika baru, melawan ekspektasi bahwa semua harus terlihat bahagia di media sosial.

3. Kejenuhan dan Desensitisasi Budaya Digital

Sebagai generasi yang tumbuh besar dengan kehidupan digital, Gen Z terus-menerus terpapar berbagai gambar dan konten emosional. Fenomena "Gen Z stare" bisa mencerminkan kelelahan emosional atau desensitisasi terhadap cara-cara ekspresi online yang sudah terlalu umum. Postur datar dan acuh tak acuh, seakan berkata, "Aku sudah pernah lihat semuanya" bisa jadi terkait dengan "perataan afektif" yang sering terjadi di lingkungan digital yang terlalu merangsang.

4. Pengaruh Norma Anti-Kecantikan dan Estetika Gen Z

Berbeda dengan wajah "Instagram" yang serba pose dan glamor, tatapan Gen Z justru menantang norma kecantikan konvensional. Mereka sering menolak feminitas yang berlebihan dan lebih memilih keaslian, ambiguitas, atau bahkan ekspresi yang kaku. Ini mencerminkan apa yang disebut para ahli kecantikan sebagai aesthetic of resistance di mana sikap cuek menjadi bagian dari citra diri. Sikap cuek dan tatapan datar bisa menjadi penanda bahwa mereka memahami ironi, terutama ketika dipadukan dengan caption atau filter yang absurd.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |