
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Masa pemerintahan Kerajaan atau Kesultanan Paser dimulai saat terbentuknya Kerajaan ini sekitar tahun 1575. Kala itu, Putri Betung diangkat sebagai Raja pertama di daerah Sadurangas (Paser).
Kemudian pemerintahan kesultanan terus berlangsung sampai berakhirnya kekuasaan pemerintaan Kerajaan Paser pada masa Pemerintahan Sultan Ibrahim Chaliluddin, sekitar tahun 1906.
Saat itu, pihak Belanda secara sepihak telah menghapus kerajaan tersebut.
Menukil laman Kemdikbud, mulai dari berdirinya Kerajaan Paser sampai masa berakhirnya kerajaan ini telah terjadi beberapa kali perpindahan pusat kerajaan, yaitu:
Kuripan (saat ini Amuntai, Kalsel) tempat asal-muasal keraan Paser; a) Desa Lempesu (27 km dari Tanah Grogot, Kaltim) merupakan pusat kerajaan untuk pertama kalinya; b) Muara Samu; c) Gunung Sahari (1 km sebelah selatan Museum Sandurengas); d) Paser Balengkong (dahulu Benowo), dan e) Istana Paser Balengkong.
Istana dibangun tahun 1705 oleh Sultan ke-4 yaitu Sultan Adam sebagai pengganti istana I di Gunung Sari yang terbakar (Sri Sugianti, dkk, 1996:168).
Awalnya merupakan kediaman Aji Tenggara bin Aji Kimas yang bergelar Nata Kusuma, berada di tepi Sungai Kandilo termasuk rumah adat Paser. Yang diberi nama “Kuta Imam Duyu Kina Lenja”, artinya rumah pemimpin Paser yang bertingkat.
Usai Aji Tenggara naik tahta menjadi Sultan Paser VII pada tahun 1853-1875 M kemudian menyandang gelar Sultan Sepuh II Alamsyah, pusat kegiatan pemerintahan menggunakan kediaman pribadinya sehingga rumah ini kemudian menjadi Istana atau seroja bagi penduduk Bugis (Assegaf, 1982:178).
Pada mulanya Istana Kesultanan Paser ini hanya sampai sebatas tangga ke tingkat yang ada patung Burouq saja, setelah Sultan Ibrahim Chaliluddin menjadi sultan, istana Kesultanan tetap menggunakan rumah kediaman Aji Tenggara.
Hal ini usaha dari ayah mertua Sultan Ibrahim Chaliluddin yang merupakan saudagar Bugis, La Maraja.
La Maraja berusaha dan berhasil membeli bekas istana Sultan Sepuh II Alamsyah yang terletak dekat dermaga kesultanan Paser di Benowo, yang terkenal sebagai istana yang indah di kala itu.
Istana yang telah dibeli saudagar La Maraja diperindah lagi dan diperbesar dengan penambahan paseban yang luas yang dapat memuat 1.000 orang undangan. Adanya penambahan pada bagian depan sebagai tempat pertemuan dari kegiatan- kegiatan Kesultanan.Istana Sultan Paser di Paser Belengkong, Kabupaten Paser, Kaltim. (Researchgate/ Bernard Sellato, 2010)
Berikut perjalanan singkat transformasi Kabupaten Paser di Kaltim:
Awal Mula Kerajaan Sadurangas Berdiri pada 1516
Sejarah Kabupaten Paser bermula pada tahun 1516, dengan berdirinya Kerajaan Sadurangas. Kerajaan ini dipimpin seorang wanita bernama Putri Di Dalam Petung, yang dikenal sebagai Ratu I.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Sadurengas mencakup wilayah yang kini menjadi Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan sebagian Kalimantan Selatan.
Masuknya Islam dan Perkembangan Kesultanan Pasir
Perkawinan antara Putri Di Dalam Petung dan Abu Mansyur Indra Jaya, utusan dari Kesultanan Demak, membawa pengaruh Islam ke wilayah Paser.
Dari pernikahan ini lahir empat anak yang kemudian melanjutkan kepemimpinan, menandai transformasi Kerajaan Sadurengas menjadi Kesultanan Pasir dengan nuansa Islam yang kental.
Perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda
Antara tahun 1906 hingga 1918, rakyat Paser melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Perjuangan ini menunjukkan semangat nasionalisme yang kuat di kalangan masyarakat Paser, meskipun akhirnya wilayah ini berada di bawah kendali kolonial hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Integrasi ke dalam Provinsi Kalimantan Timur
Setelah kemerdekaan Indonesia, wilayah Paser mengalami beberapa perubahan administratif. Pada awalnya, Paser merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Selatan. Namun, pada tanggal 3 Agustus 1961, berdasarkan keputusan pemerintah, Paser resmi menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur.
Penetapan sebagai Daerah Otonom
Melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, wilayah Paser ditetapkan sebagai Daerah Swatantra Tingkat II Pasir. Penetapan ini memberikan Paser status sebagai daerah otonom dengan sembilan kecamatan dan 91 desa, yang kemudian menjadi dasar pembentukan Kabupaten Paser.
Perubahan Nama dari Pasir ke Paser
Di tahun 2007, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2007, nama Kabupaten Pasir resmi diubah menjadi Kabupaten Paser. Perubahan ini bertujuan menyesuaikan ejaan yang benar dan memperkuat identitas lokal masyarakat Paser.
Pemekaran Wilayah: Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara
Pada tahun 2002, empat kecamatan di wilayah utara Paser, yaitu Penajam, Waru, Babulu, dan Sepaku, dimekarkan menjadi Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pemekaran ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan pelayanan publik di wilayah tersebut.
Warisan Budaya: Museum Sadurangas
Museum Sadurangas, terletak di Paser Belengkong, peninggalan dari Kesultanan Paser. Museum ini menyimpan berbagai artefak sejarah, termasuk keramik kuno, senjata tradisional, dan manuskrip lama, yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Paser.
Peran Strategis Penyangga IKN
Dengan ditetapkannya Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur, Kabupaten Paser memiliki peran strategis sebagai daerah penyangga. Posisinya yang berdekatan dengan IKN membuka peluang besar bagi pembangunan infrastruktur dan peningkatan ekonomi lokal.
Keanekaragaman Budaya dan Suku Bangsa
Kabupaten Paser dihuni berbagai suku bangsa, termasuk suku Paser, Dayak, dan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Keanekaragaman ini menciptakan budaya yang kaya dan harmonis, tercermin dalam berbagai festival dan tradisi lokal yang masih dilestarikan hingga kini.
Potensi Alam dan Pariwisata
Selain sejarah dan budaya, Paser juga memiliki potensi alam yang luar biasa, seperti pantai, hutan, dan sungai. Destinasi wisata seperti Pantai Pasir Mayang dan Air Terjun Tembinus menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi
Pemerintah Kabupaten Paser terus berupaya meningkatkan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini.
Pendidikan dan Kesehatan sebagai Prioritas
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah daerah fokus pada pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Pembangunan sekolah, puskesmas, dan rumah sakit terus dilakukan untuk memastikan akses yang merata bagi seluruh masyarakat.
Kabupaten Paser juga menunjukkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan melalui berbagai program konservasi hutan dan perlindungan satwa langka.
Upaya ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung pariwisata berkelanjutan.
Dengan sejarah yang kaya, budaya yang beragam, dan potensi alam yang melimpah, Kabupaten Paser siap menyongsong masa depan yang gemilang.
Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Rudi Agung