Edo Segara Gustanto
Ekonomi Syariah | 2025-04-25 15:08:00

Sebuah diskusi menarik digelar oleh Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Kota Yogyakarta bekerja sama dengan BPD DIY Syariah pada tanggal 23 April 2025. Bertempat di Aula Lantai 2 BPD DIY Syariah, diskusi bertema “Menguntungkan Kah Sistem Keuangan Syariah?” ini menghadirkan praktisi perbankan, akademisi, dan pelaku usaha. Diskusi ini membuka ruang penting untuk merenungkan posisi sistem keuangan syariah dalam perekonomian Indonesia hari ini.
Salah satu momen menarik terjadi ketika seorang mahasiswi asal Malaysia yang sedang magang di BPD DIY Syariah turut berbagi pengalamannya. Ia menyampaikan bahwa di Malaysia, literasi keuangan syariah sudah ditanamkan sejak usia sekolah dasar. Anak-anak diajarkan prinsip dasar ekonomi Islam dan diperkenalkan langsung pada praktik menabung di bank syariah. Bahkan, sebagian pelajar diwajibkan untuk membuka rekening di bank syariah sebagai bagian dari pendidikan keuangan.
Kondisi ini kontras dengan di Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, namun masih menghadapi tantangan besar dalam literasi dan inklusi keuangan syariah. Sebagian besar masyarakat belum memahami esensi dari sistem keuangan syariah. Bahkan, masih banyak yang beranggapan bahwa bank syariah tak lebih dari bank konvensional yang diberi label “syariah”.
Keuangan Syariah Menawarkan Banyak Keunggulan
Padahal, jika dipahami lebih dalam, sistem keuangan syariah menawarkan banyak keunggulan. Prinsip utamanya adalah keadilan, transparansi, dan larangan riba. Produk seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah bukan sekadar alternatif, tapi bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang kerap dialami masyarakat, terutama pelaku UMKM.
Sayangnya, di tengah potensi besar tersebut, sistem keuangan syariah masih menghadapi tantangan serius. Salah satunya adalah kurangnya inovasi dan digitalisasi layanan. Sebagian masyarakat merasa layanan bank syariah belum sekompetitif bank konvensional dalam hal kemudahan akses dan teknologi. Selain itu, literasi yang lemah menyebabkan banyak orang tidak mengenal atau tidak yakin dengan produk keuangan syariah.
Di sinilah pentingnya peran komunitas seperti HPN. Sebagai organisasi pengusaha yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, HPN memiliki potensi besar untuk mendorong literasi keuangan syariah di level akar rumput. Kolaborasi dengan lembaga keuangan seperti BPD DIY Syariah bisa menjadi jembatan antara teori dan praktik, antara idealisme dan realitas.
Diskusi ini juga menyuarakan perlunya pendekatan dari bawah (bottom-up) dalam menyebarluaskan keuangan syariah. Artinya, edukasi tidak cukup hanya dilakukan oleh bank atau regulator. Sekolah, madrasah, pesantren, dan komunitas harus dilibatkan secara aktif. Kurikulum ekonomi syariah seharusnya mulai diperkenalkan sejak pendidikan dasar, sebagaimana yang sudah dilakukan di Malaysia.
Keuangan Syariah tidak Hanya Untung Sisi Finansial tapi Juga Sisi Etika, Spiritual dan Sosial
Menjawab pertanyaan utama diskusi hari itu—apakah sistem keuangan syariah menguntungkan? Jawabannya tegas: ya, sangat menguntungkan. Bukan hanya dari sisi finansial, tetapi juga dari sisi etika, spiritual, dan sosial. Keuangan syariah yang berbasis pada nilai keadilan dan keberkahan dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih sehat, berkelanjutan, dan inklusif.
Namun demikian, keuangan syariah tidak akan berkembang optimal jika hanya didorong oleh sisi institusi. Perlu keterlibatan semua pihak: regulator yang visioner, lembaga keuangan yang inovatif, akademisi yang progresif, dan masyarakat yang tercerahkan. Dengan begitu, sistem keuangan syariah tidak hanya akan menjadi pilihan, tetapi akan menjadi kebutuhan yang dirindukan oleh banyak pihak.
Indonesia bisa belajar banyak dari Malaysia. Tapi lebih dari itu, Indonesia harus menemukan jalannya sendiri dalam membangun sistem ekonomi syariah yang sesuai dengan karakter dan kekayaan lokalnya. Karena sejatinya, keuangan syariah bukan hanya tentang halal atau haram, tetapi tentang membangun peradaban ekonomi yang adil dan bermartabat.[]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.