Masa Depan Protein Menurut Sains: Makan Jangkrik atau Ganggang?

10 hours ago 4
EntabeEntabe

Apakah Anda akan mencoba burger jangkrik atau salad ganggang? Meskipun kedengarannya tidak biasa sekarang, para ilmuwan percaya bahwa makanan yang terbuat dari sumber protein alternatif seperti serangga dan tanaman dapat memainkan peran utama dalam masa depan pola makan kita.

Tetapi apa yang membuat sebagian orang lebih bersedia menerima makanan ini, sementara yang lain ragu-ragu?

Sebuah tim peneliti internasional —termasuk ilmuwan dari Universitas SWPS di Polandia— berusaha menjawab pertanyaan itu.

Mereka meninjau ratusan penelitian untuk lebih memahami apa yang memengaruhi pilihan orang dalam hal makanan protein alternatif, atau APF.

Ini termasuk makanan yang terbuat dari serangga, krill, jamur, fungi, biomassa mikroba, atau tanaman seperti kacang polong dan rapeseed.

Meningkatnya minat terhadap APF terkait erat dengan kekhawatiran global tentang perubahan iklim.

Meskipun daging, telur, dan susu menyediakan protein berkualitas tinggi, mereka juga memiliki dampak lingkungan yang besar.

Peternakan hewan membutuhkan banyak lahan, air, dan energi, dan menghasilkan sejumlah besar gas rumah kaca.

Beralih ke sumber protein yang lebih berkelanjutan dapat membantu mengurangi kerusakan ini dan tetap memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Kesehatan juga merupakan motivasi utama. Penelitian telah menunjukkan bahwa mengganti hanya 3% protein hewani dalam pola makan Anda dengan protein nabati dapat menurunkan risiko kematian akibat penyebab apa pun hingga 10%, dan mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 12%.

Hal ini membuat protein alternatif tidak hanya lebih baik bagi planet ini, tetapi juga lebih baik bagi tubuh kita.

Jadi, siapa yang paling terbuka untuk mengonsumsi makanan ini? Menurut para peneliti, orang-orang dengan keterampilan memasak yang baik, pengetahuan yang lebih luas tentang APF, dan lebih banyak pengalaman mencoba produk-produk ini cenderung mengatakan bahwa mereka akan memilihnya lagi.

Akan lebih baik jika keluarga dan teman-teman mendukung pilihan ini.

Singkatnya, orang-orang lebih terbuka untuk mencoba sesuatu yang baru ketika mereka merasa percaya diri di dapur dan ketika lingkaran sosial mereka terbuka untuk berubah.

Jenis APF juga penting. Protein nabati cenderung lebih diterima secara luas, terutama oleh wanita dan orang-orang dengan pendidikan tinggi.

Makanan berbahan dasar serangga lebih sulit dijual, tetapi pria dan orang yang lebih muda tampaknya lebih terbuka untuk mencobanya.

Pengetahuan yang lebih banyak tentang manfaat nutrisi dan lingkungan dari protein serangga juga meningkatkan keinginan orang untuk mencobanya.

Namun, kebiasaan lama dan tradisi budaya sulit dihilangkan. Di banyak negara, makanan yang sangat bergantung pada protein hewani dianggap sebagai norma.

Hal ini membuat makanan berbahan dasar serangga atau yang tidak dikenal menjadi makanan umum menjadi lebih sulit.

Itulah sebabnya para peneliti menyarankan bahwa lebih banyak pendidikan publik, kelas memasak, dan upaya promosi makanan dapat membantu orang menjadi lebih nyaman dengan protein alternatif.

Penelitian ini juga menyoroti bahwa meskipun banyak orang mengatakan mereka terbuka untuk mencoba APF, lebih sedikit yang benar-benar melakukannya.

Diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami seberapa sering orang benar-benar mengonsumsi makanan ini, bukan hanya apakah mereka mengatakan akan melakukannya.

Penelitian ini merupakan bagian dari proyek Eropa yang disebut "LIKE A PRO: From Niche to Mainstream," yang bertujuan untuk membuat protein alternatif lebih mudah diakses oleh semua orang, di mana saja.

Dan seiring dengan semakin banyaknya orang yang mengetahui manfaatnya bagi kesehatan mereka dan bagi planet ini, APF mungkin akan semakin banyak hadir di piring makan.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |