REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Harapan belum padam dari hati Muhammad Rifky, kakak kandung dari Khoirul Muttaqin, santri kelas 3 MA di Pondok Pesantren Al Khoziny, yang hingga kini masih masuk dalam daftar pencarian pasca ambruknya musala lantai 3 pada Senin (29/9/2025), lalu. Di tengah suasana duka dan pencarian yang penuh ketidakpastian, Rifky tetap berpegang pada keyakinan akan datangnya keajaiban.
"Sebagai kakak, saya masih berharap ada keajaiban soalnya dari kisah-kisah nabi seperti Nabi Yunus, yang dia ditelan ikan paus, beberapa hari masih diberikan kehidupan," ucapnya kepada Republika saat dijumpai di Posko Pengungsian dan Pertolongan di dekat Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (4/10/2025).
Sejak awal mengetahui kabar ambruknya musala tersebut, Rifky mengaku setia menunggu kabar baik tentang adiknya di posko pengungsian yang disediakan petugas di lokasi. Kakak sulung dari tiga bersaudara ini tak bisa menyembunyikan bahwa ia merasa terpukul terkait insiden yang menimpa adiknya, namun ia memilih untuk tetap berpikir positif.
Ia mengatakan meski alat pendeteksi yang digunakan sebelumnya telah menyebutkan tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi di lokasi reruntuhan, Rifky tidak mau langsung percaya sepenuhnya. Menurutnya, segala perkiraan yang berasal dari alat dan manusia masih bisa meleset.
"Praduga itu kan semuanya bersifat dunia. Alat kan masih ada batas pemakaiannya kalau masalah dugaan manusia kan seperti dugaan para petugas sudah tidak ada yang selamat atau menilai seperti itu, itu kan cuman dugaan belum pasti," katanya.
Hingga hari ini, keluarga masih belum menerima kabar pasti mengenai keberadaan Khoirul Muttaqin. Awalnya ada kemungkinan bahwa adiknya sudah dievakuasi namun belum teridentifikasi atau memang adiknya selamat dari musibah tersebut.
Kabar ini ia dapatkan dari cerita temannya yang berhasil selamat dan pada saat itu sempat bersama dengan adiknya. Namun, setelah mencari tahu ke sejumlah rumah sakit yang menjadi rujukan evakuasi, Rifky tak menemukan jawaban bahwa adiknya ada di sana. Ia justru mendapati nama adiknya masuk dalam daftar pencarian 58 orang yang dinyatakan masih hilang atau diduga masih tertimbun di balik reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Saya bolak balik ke rumah sakit sini kesitu, ternyata gak ada yang namanya Khoirul Muttaqin. Terus saya cek lagi katanya disini masih dalam pencarian dan saat ini masih belum ada kepastian bagaimana tetapi saya punya harapan besar bawa adik saya diberikan keselamatan dan petugas bisa menemukan korban yang masih di bawah reruntuhan," ungkapnya.
Kenang Sosok Sang Adik
Dalam kesempatan ini, Rifky juga mengenang sosok sang adik. Ia masih ingat betul pertemuan terakhir mereka, dua pekan sebelum musibah terjadi, saat ia mengantar sang adik kembali ke pondok usai liburan.
"Kontak terakhir sekitar dua minggu yang lalu. Soalnya baru balik dari liburan pondok jadi saya sempat nganterin dia balik ke sini. Pesan terakhir adik saya itu 'Mas kapan ke pondok, kangen, mana tahu kalau ada luang suruh main ke pondok'," ungkapnya.
Ia mengenang sosok Khoirul Muttaqin sebagai adik yang patuh dan tekun, meski terkadang sering usil. Namun di balik itu, semangat belajarnya sangat tinggi, terlebih dalam menghafal pelajaran-pelajaran agama.
"Namanya juga adik, dia ada nakalnya, ada usilnya ke kakak, tapi mau bagaimana pun dia sosok adik yang sangat patuh, taat juga aturan-aturan di pondok. Dia pernah hafalannya itu sudah di luar kepala (Hafiz Quran). Juga setiap ada lomba hafalan itu, selalu berusaha buat jadi yang terbaik," kata dia.
Khoirul juga dikenal sebagai sosok yang perhatian terhadap keluarga. Ia memiliki kebiasaan menelepon secara rutin dari wartel pondok untuk menanyakan kabar orang tua dan kakaknya.
"Adik saya itu di pondok ini punya kebiasaan, kalau setiap dua hari atau tiga hari sekali nelpon ke wartel nanyain kabar ayah, ibu kakak," katanya.
Lebih jauh, di balik puing-puing reruntuhan, ia menyakini masih ada kemungkinan adiknya bertahan. Jika pada akhirnya kenyataan berkata lain, ia tetap ingin menerima dengan hati yang lapang karena sejak awal, ia sudah berdoa untuk yang terbaik untuk adiknya.
"Saya punya harapan besar bahwa adik saya diberikan keselamatan dan petugas juga bisa menemukan korban yang masih ada di bawah reruntuhan," ujarnya.
Sebelumnya, duka mendalam menyelimuti Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, setelah bangunan musala empat lantai di kompleks tersebut tiba-tiba roboh pada Senin, 29 September 2025, sekitar pukul 15.35 WIB. Saat kejadian, ratusan santri diketahui tengah melaksanakan shalat Ashar berjemaah.
Kepanikan dan teriakan menyelimuti lokasi, saat runtuhnya bangunan yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Tim pencarian dan penyelamatan (SAR) gabungan langsung diterjunkan ke lokasi, berpacu dengan waktu dalam masa yang disebut sebagai golden time periode emas selama 72 jam setelah kejadian, di mana harapan menemukan korban dalam keadaan selamat masih terbuka lebar. Masa kritis ini menjadi batas waktu ideal untuk evakuasi korban yang mungkin masih hidup di balik puing-puing.
Mengingat insiden terjadi pada Senin sore, maka tenggat optimal untuk penyelamatan diperkirakan jatuh pada Kamis, sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, proses penyelamatan tidak berjalan mudah. Tim SAR menghadapi tantangan besar akibat struktur reruntuhan yang tidak stabil, yang runtuh secara vertikal bertingkat (fenomena pancake collapse). Kondisi ini membuat penggunaan alat berat menjadi berisiko tinggi, karena dikhawatirkan justru memicu keruntuhan lanjutan dan membahayakan korban yang mungkin masih tertimbun maupun para petugas di lapangan.
Hingga mendekati batas akhir golden time, upaya evakuasi terus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Namun, semakin berlalunya waktu, peluang untuk menemukan korban dalam keadaan hidup kian menipis, terutama di bagian terdalam reruntuhan yang sulit dijangkau secara manual dan saat ini proses evakuasi masih berlangsung menggunakan alat berat.