REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Founder dan Ekonom Segara Research Institute Piter Abdullah menyampaikan mudik atau pulang kampung menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk berkumpul dengan keluarga pada momen tertentu Biasanya, ucap Piter, mudik dilakukan pada momen seperti Idul Fitri dan Natal.
"Namun, saat ini tren mudik mengalami perubahan. Tidak hanya dilakukan pada hari raya keagamaan, mudik juga dilakukan ketika terdapat tanggal merah atau kesempatan libur panjang," ujar Piter dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (23/12/2024).
Piter menyampaikan hal tersebut sejalan dengan hasil survei Kementerian Perhubungan yang memperkirakan potensi pergerakan masyarakat pada masa angkutan natal dan tahun baru (Nataru) 2024/2025 mencapai 110,67 juta orang. Piter mengatakan kondisi tersebut bisa jadi karena ditunjang dengan kemudahan pemesanan tiket serta kemudahan bermobilitas mengingat beberapa tahun terakhir pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana transportasi banyak dilakukan.
"Dalam hal pemesanan tiket, masyarakat tidak perlu repot-repot pergi ke terminal, bandara, stasiun atau pelabuhan," ucap Piter.
Piter menyampaikan saat ini sudah tersedia banyak platform daring yang melayani pemesanan, pembayaran digital, hingga penyederhanaan proses check-in boarding sehingga memberikan kemudahan dan efisiensi kepada masyarakat. Piter mengatakan situasi ini tentu memberi dampak positif dalam kemudahan bermobilitas.
Pada momen-momen peak season seperti jelang natal dan tahun baru, sambung Piter, harga pasar ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Piter menyampaikan ketika permintaan naik tetapi penawaran tetap atau tidak dapat meningkat secepat permintaan, maka harga barang tersebut akan naik.
"Hal serupa terjadi juga pada layanan transportasi tanpa terkecuali tiket pesawat. Pada masa high season seperti hari raya keagamaan, permintaan tiket pesawat meningkat dan harga tiket cenderung menjadi lebih tinggi karena keterbatasan kursi," sambung Piter.
Piter mengatakan saat ini industri penerbangan menghadapi beberapa tantang seperti keterbatasan jumlah pesawat sebagai dampak pascacovid-19, ketersediaan suku cadang yang terbatas akibat kondisi geopolitik, harga bahan bakar yang cenderung mengalami peningkatan, serta pengeluaran operator yang sebagian besar menggunakan mata uang asing sehingga bergantung pada fluktuasi nilai tukar mata uang. Piter menyampaikan harga tiket yang dibayarkan masyarakat terdiri atas beragam komponen seperti misalnya tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, hingga biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Di sisi lain, dengan kondisi tersebut, pada Nataru tahun ini justru pemerintah mengambil langkah yang mungkin belum pernah dilakukan. "Oleh karenanya, kita perlu mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menurunkan harga tiket pesawat dalam negeri sebesar 10 persen untuk mengurangi beban masyarakat," ucap Piter.
Piter menyampaikan pemerintah telah memperhitungkan secara matang langkah tersebut. Piter mengatakan mobilitas masyarakat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan efek berganda pada perekonomian nasional. Piter mengatakan harga tiket yang lebih terjangkau membuat pergerakan masyarakat meningkat.
"Ketika pergerakan masyarakat meningkat, pergerakan ekonomi juga turut meningkat. Pertama, masyarakat pasti akan membelanjakan uangnya untuk menempuh perjalanan first mile dari rumah menuju bandara," lanjut Piter.
Kemudian setelah melakukan penerbangan dan sampai di daerah tujuan, masyarakat akan membelanjakan uang ke dalam barang/jasa yang seperti penginapan, konsumsi, rekreasi, dan lainnya. Piter menyampaikan aktivitas ekonomi itu bisa terjadi di seluruh pelosok daerah dan dengan demikian semua potensi-potensi daerah bisa termanfaatkan.
"Jadi, 110,67 juta orang yang akan bergerak akan menstimulus masyarakat melakukan pengeluaran dan memunculkan aktivitas ekonomi," ucap Piter.
Piter menyampaikan penciptaan nilai tambah baru itulah yang akan terhitung sebagai pertumbuhan ekonomi. Secara historis, sambung Piter, perekonomian Indonesia terjadi dalam siklus yang berkaitan dengan mudik lebaran dan Nataru.
"Karena waktu pelaksanaannya tetap pada triwulan IV, perekonomian pada masa Nataru lebih mudah dianalisis. Dari hasil kajian yang telah dilakukan, perekonomian pada triwulan IV pasti naik karena pergerakan, transportasi, serta tingkat hunian hotel naik," kata Piter.
Piter menyampaikan Nataru pada 2021 dan 2022 berdampak signifikan pada kenaikan ekonomi dan sedikit ada penurunan pada 2023. Piter menyampaikan penurunan harga tiket pesawat dalam negeri sebesar 10 persen menjadi langkah jeli pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di pengujung tahun ini.