Olahraga Dapat Mencegah Depresi Akibat Makanan Cepat Saji

4 hours ago 5
ShutterstockShutterstock

Sebuah studi baru yang dipimpin oleh para peneliti di University College Cork dan APC Microbiome Ireland telah mengungkap bagaimana olahraga dapat membantu melindungi kesehatan mental, bahkan ketika orang-orang mengonsumsi makanan cepat saji ala Barat.

Temuan ini dipublikasikan di jurnal Brain Medicine dan menunjukkan bahwa olahraga lari dapat mengurangi gejala seperti depresi yang disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi gula.

Penelitian ini juga mengeksplorasi hubungan antara usus dan otak, yang menunjukkan bahwa zat kimia tertentu yang diproduksi di usus dapat menjelaskan mengapa olahraga bermanfaat bagi suasana hati.

Penelitian ini dilakukan pada tikus jantan dewasa. Beberapa tikus diberi makan makanan sehat standar, sementara yang lain menerima "diet kafetaria" yang terdiri dari makanan tinggi lemak dan tinggi gula, serupa dengan diet ultra-olahan Barat.

Separuh hewan di setiap kelompok memiliki akses ke roda lari, yang memungkinkan para peneliti untuk melihat bagaimana olahraga memengaruhi kesehatan otak dan tubuh dalam berbagai kondisi diet.

Temuan terpenting adalah bahwa lari memiliki efek seperti antidepresan yang jelas pada tikus yang mengonsumsi makanan cepat saji yang tidak sehat.

Meskipun diet tersebut menyebabkan perilaku suasana hati yang negatif, olahraga mampu mengurangi efek tersebut.

Para peneliti yakin ini kabar baik bagi orang-orang yang kesulitan mengubah pola makan tetapi ingin meningkatkan kesehatan mental melalui olahraga.

Untuk lebih memahami cara kerjanya, para ilmuwan mengamati zat kimia dalam usus dan darah.

Mereka menemukan bahwa diet kafetaria mengubah banyak zat dalam usus, tetapi olahraga membantu memperbaiki beberapa perubahan ini.

Secara khusus, tiga zat kimia usus—anserin, indol-3-karboksilat, dan deoksisinosin—diturunkan oleh diet makanan cepat saji tetapi ditingkatkan kembali oleh olahraga. Zat kimia ini terkait dengan suasana hati dan fungsi otak.

Tim juga mempelajari bagaimana diet dan olahraga memengaruhi hormon dalam darah.

Diet kafetaria menyebabkan peningkatan besar insulin dan leptin—hormon yang terkait dengan metabolisme dan nafsu makan.

Namun, kadar ini lebih rendah pada tikus yang berolahraga, meskipun mereka masih mengonsumsi makanan cepat saji. Beberapa hormon lain juga terpengaruh.

Misalnya, olahraga meningkatkan kadar peptida YY (PYY) pada tikus yang diberi makanan cepat saji, yang dapat membantu tubuh mengatasi efek diet dengan lebih baik.

Satu hasil mengejutkan datang dari pengamatan otak. Pada tikus yang mengonsumsi makanan sehat, berlari menghasilkan lebih banyak sel otak baru di hipokampus, area yang terlibat dalam memori dan suasana hati.

Namun, manfaat ini terhambat pada tikus yang menjalani diet kafetaria.

Ini berarti bahwa meskipun olahraga tetap meningkatkan suasana hati, diet tersebut mungkin telah menghalangi otak untuk mendapatkan manfaat penuh dari olahraga.

Studi ini juga menemukan hubungan yang kuat antara zat kimia usus tertentu dan kinerja tikus dalam tes mental.

Beberapa zat dikaitkan dengan kemampuan berpikir yang lebih buruk, terlepas dari diet atau kelompok olahraga yang diikuti tikus.

Hal ini menambah bukti yang semakin kuat bahwa usus memainkan peran besar dalam kesehatan otak.

Sebuah editorial yang diterbitkan bersama studi tersebut mengatakan bahwa hal ini menjanjikan bagi orang-orang yang pola makannya buruk tetapi tetap ingin merasa lebih baik.

Penelitian menunjukkan bahwa meskipun orang tidak dapat segera memperbaiki pola makan mereka, mereka tetap dapat memperoleh manfaat mental dari aktivitas fisik.

Ada beberapa keterbatasan. Studi ini hanya mengamati tikus jantan, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut pada tikus betina.

Studi ini juga berlangsung lebih dari tujuh minggu, dan efek jangka panjangnya masih belum diketahui.

Namun, penelitian ini membuka pintu untuk pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana perubahan gaya hidup memengaruhi kesehatan mental.

Para ilmuwan juga percaya bahwa beberapa zat kimia usus yang ditemukan dalam studi ini suatu hari nanti dapat digunakan sebagai pengobatan untuk depresi atau sebagai tanda peringatan bahwa seseorang berisiko.

Studi ini memberi harapan bahwa bahkan di dunia modern yang dipenuhi makanan olahan, kebiasaan sederhana seperti olahraga dapat berdampak besar pada suasana hati dan kesejahteraan mental.

Studi ini dipublikasikan di Brain Medicine.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |