Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Sejarah | 2025-02-23 08:41:03

Islam sebagai agama mayoritas kedua di dunia dan menjadi mayoritas di Indonesia dan Malaysia bukanlah sebuah proses yang singkat. Sebaliknya penyebaran Islam di Nusantara telah dimulai sejak zaman Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya, sehingga proses ini dapat dikatakan sebagai proses yang panjang dan telah bertalian sejak zaman awal Islam. Hal ini pernah diungkap oleh Ahmad Mansur Suryanegara, di mana Islam telah terhubung dengan masyarakat Nusantara sejad abad ke-7, yakni abad awal-awal penyebaran Islam.[1]
Pertama kali Islam masuk ke Nusantara ditengarai oleh bukti adanya kontak masyarakat Nusantara dengan para pedagang Arab. Para pedagang Arab yang gagah berani dan terkenal “handal” dalam berdagang ini melakukan transaksi perdagangan hingga ke kepulauan Nusantara dan bertransaksi dengan masyarakat Nusantara di pesisir pantainya.
Fakta ini diperkuat dengan kebiasaan para masyarakat pesisir Jazirah Arab, khususya Yaman, Oman, dan Bahrain, yang memang terkenal dengan tradisi pelayarannya. Berbeda halnya dengan penduduk Arab pedalaman yang tinggal di Haramain (Mekah dan Madinah), yang secara geografis terletak di pedalaman Arab.
Philip K. Hitti dalam History of the Arabs menjelaskan bahwasanya masyarakat Arab merupakan masyarakat yang berkebudayaan maritim. Sejak abad pertama masehi, masyarakat Arab pesisir ini telah dikenal sebagai perantara perdagangan antara kawasan Eropa dengan India.[2]
Mu’awiyah bin Abu Sufyan adalah salah satu tokoh kuncinya. Gubernur Syam yang merupakan sahabat dekat Nabi ﷺ ini mulai menginisiasi pembangunan armada maritim yang tangguh sejak dirinya ditetapkan sebagai Gubernur Syam oleh Khalifah Umar bin Khattab. Mu’awiyah ini tercatat dalam sejarah Islam dan Internasional sebagai pendiri pertama armada angkatan laut Islam.[3]
Inisiasi pembangunan armada maritim yang dilatarbelakangi oleh ancaman Bizantium ini kemudian dikembangkan dengan pembuatan armada-armada kapal. Armada kapal yang berbentuk perahu kecil dengan dilengkapi dayung di kedua sisinya mampu menghadapi pasukan Romawi Timur dengan kelincahan dan kecepatannya.
Setelah itu, pasukan angkatan laut Islam pun berhasil menguasai sejumlah galangan kapal milik Bizantium. Galangan yang berhasil direbut oleh Islam pasca-kemenangannya adalah galangan kapal di Mesir dan di Akka (Acre). Penguasaan galangan kapal ini semakin mempercepat pembentukkan kekuatan armada maritim yang lebih kuat. Pembangunan ini kemudian berpengaruh pada meningkatnya aktivitas maritim Islam pada masa-masa selanjutnya, khususnya saat penyebaran Islam berlangsung hingga Nusantara.
Sebagai tambahan informasi untuk melengkapi kronologis Islam, peristiwa yang menentukan dominasi angkatan laut Islam paling awal adalah Pertempuran Dzat Ash-Shawari. Pertempuran ini kemudian dikenal sebagai pertempuran laut yang besar, yang pertama kali dilakukan oleh kaum Muslimin dan menunjukkan kekuatan maritim dari kekuatan Islam.
Pertempuran ini dapat dikatakan sebagai titik tolak dari perubahan besar dalam perjalanan aktivitas maritim dan pengaruh Islam melalui jalur laut. Interaksi peradaban Islam kemudian berlangsung selama berabad-abad. Sejak abad ke-7 M, Islam kemudian mendominasi pelayaran dan perdagangan maritim dunia. Sampai-sampai terdapat pernyataan bahwasanya, “kawasan perairan Samudra Hindia” layaknya danau bagi Islam. Andre Wink dalam Al-Hind The Making of the Indo-Islamic World menyebutkan bahwasanya sejak abad ke-7 M hingga selama abad pertengahan berlangsung, Samudra Hindia layaknya Arab Mediterranean.
Alasan utama agama Islam bisa menjadi agama mayoritas di Indonesia dan Malaysia ini dilatarbelakangi dengan 5 faktor kekuatan Islam saat melakukan penyebaran risalah dan ajarannya di Nusantara. Pertama, Islam dan kekuasaannya di Arab pada masa awal penyebarannya menguasai pasar-pasar internasional. Kedua, pembangunan masjid-masjid di tempat para pedagang saat melakukan transaksinya dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, kekuasaan politik dari kesultanan-kesultanan Islam yang dapat mempengaruhi kekuatan politik di luar wilayahnya. Keempat, penguasaan Islam atas maritim. Dan kelima, tiada lain tiada bukan adalah karena Islam berpegang pada risalah Ilahi (kekuatan Hukum Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Poin keempat adalah poin paling menarik, sebab jarang sekali poin ini dibahas oleh para sejarawan dan cendekiawan, baik non-Muslim maupun Islam sendiri. Padahal, baik dalam pembahasan Sejarah Rasulullah ﷺ, Khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyyah, Fatimiyyah, Turki, hingga Moghul di India, Islam hanya dibahas sebatas sejarah di tingkat lokal ataupun kawasan saja. Ini bertolak belakang dalam sejarah bahwasanya Islam dan kekuatan politiknya selalu berhubungan dengan pasar dunia atau internasional. Oleh karena itu, dalam artikel ini, kami akan membahas temuan Ahmad Mansur Suryanegara mengenai Islam dan pengaruhnya dalam lingkup maritim atau kebaharian di tingkat global.
Dalam hal musuh dari politik Islam itu sendiri, fakta sejarah mengatakan bahwa musuh Islam dalam politik adalah para penjajah Barat yang tamak dan keji. Fakta sejarah di Indonesia sendiri, Islam politik di Indonesia harus menghadapi kekuatan imperialis Barat, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, dan Inggris. Dengan adanya perlawanan dari Islam kepada kekuatan imperialis Barat ini menjadikan sejarah Islam Indonesia bukan hanya terjadi dalam tingkat lokal, melainkan juga dalam tingkat internasional.
Dampak lebih lanjut dari pengaruh perjuangan umat Islam Indonesia telah membangkitkan sejarah masyarakat Nusantara dan membangun kesadaran nasional[4] di Indonesia. Para Ulama dan Santri dalam rangka pembangunan kesadaran nasional, dan lebih jauh mereka ikut serta dalam perlawanan bersenjata terhadap kekuatan kolonial dan imperialisme Barat. Dengan bukti adanya hubungan antara Islam dan Barat dalam setiap relasi internasional, maka periode Sejarah Islam Indonesia ini dapat disebut juga Sejarah Modern Indonesia dan Sejarah Modern ini terjadi pada masa Wali Songo.
Referensi
[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1 (Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia), ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Rev., Api Sejarah (Bandung: Suryadinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
[2] Editor, “Armada Maritim Islam Masa Khulafaurrasyidin,” Sultanate Institute (Historical Archaeology), 15 Februari 2023, https://sultanateinstitute.com/islamic-civilization/5443/armada-maritim-islam-masa-khulafaurrasyidin/.
[3] Muhammad Hafil, “Kekuatan Angkatan Laut Di era Kekhalifahan Islam (2),” Republika Online, 25 Juli 2020, https://islamdigest.republika.co.id/berita/qe00j0430/kekuatan-angkatan-laut-di-era-kekhalifahan-islam-2.
[4] Kesadaran nasional Indonesia ini membangkitkan rasa cinta tanah air, cinta kepada bangsa, dan terakhir cinta kepada agama. Kesadaran ini tumbuh sebagai reaksi terhadap kekuatan imperialisme Barat yang menjajah dengan sangat rakus dan tamak serta “memaksakan agamanya” atau melakukan upaya kristenisasi berdasarkan Amanat Agung 3G (Gold, Glory, Gospel).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.