Secuil Cerita Bung Hatta Ingin Hadiri HUT ABRI 5 Oktober 1974

2 hours ago 2
Prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR) cikal bakal TNI/ABRI. (Foto: Repro Buku 30 Indonesia Merdeka)Prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR) cikal bakal TNI/ABRI. (Foto: Repro Buku 30 Indonesia Merdeka)

SUMATRALINK.ID – Peletakan jabatan wakil presiden (wapres) pada akhir tahun 1956, tonggak berpisahnya dwitunggal Sukarno – Hatta. Setelah nyaris tidak beraktivitas dengan pemerintahan dan politik hingga berganti rezim (Sukarno ke Soeharto), Proklamator Bung Hatta mengisi pensiunnya dengan menulis dan mengajar.

Seiring waktu, tiba-tiba ada keinginan kuat dari Bung Hatta ingin menghadiri Hari Ulang Tahun (HUT) ABRI, yang selama masa purnabaktinya sempat terabaikan. Niat tulus dan ikhlas untuk hadir pada hari jadi ABRI pada 5 Oktober 1974 ia sampaikan kepada Rahmi, istrinya. Rahmi jelas kaget.

Hari itu, 4 Oktober 1974, sehari sebelum HUT ABRI. Tidak ada undangan dari istana, apalagi dari pihak lain. Bung Hatta yang berusia 72 tahun dalam kondisi kesehatan yang belum prima, ingin keluar rumah besok pagi-pagi sekali.

“Ah, buat apa datang ke sana Ayah? Ayah toh sekarang harus menjaga kesehatan, dan Ayah toh tidak ada diperdulikan orang juga.... Sekarang kan banyak orang lupa kepada Bung Hatta?” kata Rahmi menyarankan Bung Hatta seperti dikutip buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan, 1980.

Bung Hatta dikenal disiplin soal waktu saat kedatangan ke berbagai acara, rapat, kegiatan, dan sebagainya. Ia tidak pernah sekalipun datang ke suatu acara kecuali sebelum acara dimulai.

Hal ini pernah terjadi pada hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Banyak orang, termasuk Sukarno, sudah risau karena Bung Hatta belum juga kelihatan. Sebelum pembacaan proklamasi pukul 10.00, ternyata Bung Hatta sudah hadir.

Baca juga: Menolak Komunis Masuk Kabinet, Hatta Mundur dari Wapres

Kala itu, HUT ABRI pada 5 Oktober 1974 berlangsung di Lapangan Parkir Senayan, Jakarta. Kegiatannya dimulai tepat pukul 7.00. Bung Hatta sudah menyiapkan akan hadir pada momentum bersejarah tersebut sebelum acara dimulai. Ia sudah bersiap untuk pergi pagi-pagi dari rumah.

Rahmi berpikiran acara dimulai 7.00, dan Bung Hatta biasanya akan berangkat menuju lokasi lebih pagi dari itu. Ia tidak ingin terlambat, dan harus sudah berada di lapangan. Pemikiran istri dilatarbelakangi karena kondisi usia sudah lansia dan kesehatan Bung Hatta yang belum pulih. Bung Hatta hanya ingin hadir pada HUT ABRI, meski tak pernah ada lagi undangan resmi dari istana atau pemerintah.

“Yuke (panggilan Bung Hatta kepada istrinya), tidak perlu bilang begitu. Juga saya kan yang dulu membangun tentara nasional kita? Karena itu, saya mau pergi. Biar saja orang lupa kepada saya, bagi Kak Hatta itu tidak penting. Cukup hati saya saja yang tahu bahwa saya-lah yang dulu juga mendirikan Angkatan Perang Republik Indonesia,” kata Bung Hatta menimpali ucapan Rahmi.

Baca juga: Sukarno-Hatta, Dwitunggal yang Bercerai Saling Merindu

Rahmi sudah tahu persis ketika Bung Hatta telah berprinsip dan memutuskan sesuatu. Jangankan orang lain, orang terdekat saja tidak dapat melarangnya apa yang sudah menjadi prinsip dan keputusannya. Hal ini terjadi utamanya ketika keinginannya mundur dari jabatan wapres.

Selaku istri, Rahmi terharu dan sempat tertegun lama atas jawaban Bung Hatta. Sejak pensiun dari pemerintahn dan politik, diam-diam Bung Hatta masih suka memerhatikan kondisi bangsa dan negara, termasuk perkembangan ABRI. Perihal ini ia lakukan dengan tidak menuntut orang lain tahu atas jasanya.

Keputusan Hatta untuk hadir pada acara itu, ternyata tak dapat dilerai oleh keluarga. Pihak keluarga memaklumi keinginan Bung Hatta untuk ikut hadir pada hari jadi ABRI pada rezim Orde Baru tersebut. Belum diketahui persis, ketidak-adanya undangan resmi dari istana atau pemerintah, apakah lupa atau memang tidak ada?

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |