Sejarah Korupsi di Indonesia: Dari VOC hingga Kasus Triliunan Rupiah

1 day ago 6

Image Hafid

Politik | 2025-03-31 06:40:02

Sumber: Foto Pribadi

Korupsi di Indonesia bukanlah fenomena baru. Ia bukan sekadar noda dalam sejarah modern, melainkan warisan yang telah berakar sejak zaman kolonial. Dari praktik kecurangan dalam perdagangan rempah-rempah hingga kasus-kasus besar di era digital, korupsi terus beradaptasi, menemukan celah, dan menjelma dalam berbagai wajah.

VOC dan Bibit Korupsi di Nusantara

Sejarah mencatat bahwa korupsi telah ada sejak kedatangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Nusantara pada abad ke-17. Sebagai perusahaan dagang Belanda yang menguasai perdagangan rempah-rempah, VOC memiliki kekuasaan besar, bahkan lebih dari sebuah negara. Namun, di balik kejayaannya, VOC tumbuh menjadi simbol korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pejabat-pejabat VOC memperkaya diri dengan menerima suap dari para penguasa lokal, melakukan manipulasi harga, hingga menjual jabatan kepada mereka yang sanggup membayar lebih.
Korupsi yang merajalela di tubuh VOC akhirnya menjadi bumerang. Pengelolaan keuangan yang buruk, penyelewengan dana, dan gaya hidup mewah para pejabatnya membuat VOC bangkrut pada tahun 1799. Bangkrutnya VOC menjadi bukti bahwa korupsi, jika dibiarkan, dapat meruntuhkan bahkan sebuah kekuatan dagang yang pernah menguasai dunia.

Kolonialisme dan Mentalitas Korupsi

Setelah VOC bubar, Hindia Belanda mengambil alih kendali Nusantara. Sayangnya, praktik korupsi tidak ikut lenyap. Pemerintahan kolonial masih mempraktikkan politik kotor dengan memperkaya pejabat tinggi sambil menekan rakyat kecil. Kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan pada abad ke-19 menjadi contoh nyata bagaimana sistem ekonomi yang korup dapat menyengsarakan masyarakat. Para bupati dan pejabat pribumi yang bekerja untuk Belanda sering kali mengambil keuntungan pribadi dari hasil pertanian rakyat.

Mentalitas inilah yang, sayangnya, terbawa hingga Indonesia merdeka. Meski pemerintahan silih berganti, korupsi tetap bertahan, menjalar ke berbagai sektor, dan tumbuh semakin kompleks.

Korupsi di Era Modern: Dari Skandal Bank hingga Proyek Fiktif

Pasca-kemerdekaan, korupsi tak lantas menghilang. Beberapa kasus besar mencerminkan bagaimana korupsi semakin canggih dan sulit diberantas.

Pada dekade 1970-an dan 1980-an, berbagai skandal perbankan mengguncang Indonesia. Kasus kredit macet, penyalahgunaan dana negara, hingga kolusi antara pengusaha dan pejabat pemerintah semakin sering terjadi. Pada era Reformasi, ketika rakyat menuntut transparansi dan pemerintahan yang bersih, korupsi justru menemukan bentuk baru dalam proyek-proyek fiktif dan penggelembungan anggaran.

Salah satu bentuk korupsi yang semakin marak adalah penyalahgunaan dana pembangunan infrastruktur. Mulai dari jalan yang cepat rusak, pengadaan barang yang tak sesuai spesifikasi, hingga proyek yang hanya ada di atas kertas. Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan, justru mengalir ke kantong-kantong segelintir orang.

Dampak Korupsi: Dari Kemiskinan hingga Ketidakpercayaan Publik

Korupsi bukan sekadar kejahatan administratif. Ia merusak fondasi negara. Setiap rupiah yang dikorupsi berarti berkurangnya anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat. Akibatnya, ketimpangan sosial semakin lebar, infrastruktur yang buruk terus menghantui, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun drastis.
Studi menunjukkan bahwa negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Investasi asing menurun, karena ketidakpastian hukum membuat para investor berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya. Selain itu, korupsi juga memperburuk birokrasi, membuat pelayanan publik menjadi lamban dan tidak efisien.

Harapan di Tengah Gelap: Perlawanan terhadap Korupsi

Meski korupsi seolah menjadi penyakit kronis, harapan untuk memberantasnya tetap ada. Reformasi hukum, penguatan lembaga antikorupsi, serta partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran negara menjadi kunci utama.
Keberanian para whistleblower dan jurnalis investigasi dalam mengungkap kasus-kasus korupsi adalah langkah besar dalam perang melawan ketidakadilan. Di era digital, gerakan anti-korupsi juga semakin kuat dengan adanya keterbukaan informasi, yang memungkinkan masyarakat mengawasi pengelolaan anggaran secara lebih transparan.

Sejarah mengajarkan bahwa korupsi bukanlah takdir, melainkan tantangan yang harus dilawan. Jika VOC bisa runtuh karena korupsi, maka sudah sepatutnya Indonesia belajar dari masa lalu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebuah bangsa hanya akan maju jika keadilan ditegakkan dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan tetap terjaga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |