REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Eks ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) Semarang, Martono, divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (11/8/2025). Martono dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang turut melibatkan eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita, dan suaminya, Alwin Basri.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Martono dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan, dan denda sejumlah Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan," kata Hakim Ketua Gatot Sarwadi saat membacakan vonis kepada Martono.
Majelis hakim juga menjatuhkan denda kepada Martono sebesar Rp245 juta. Denda harus dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tak dilaksanakan, jaksa akan menyita harta Martono, kemudian melelangnya untuk membayar denda tersebut.
"Apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka terpidana dipenjara selama enam bulan," kata Hakim Gatot.
Dalam vonisnya, Hakim Gatot menyatakan Martono telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Menurut majelis hakim, Martono telah menerima Rp2,24 miliar dari proyek penunjukan langsung (PL) di 16 kecamatan di Kota Semarang senilai Rp16 miliar.
"Martono bersama dengan Alwin Basri dan Hevearita Gunaryanti Rahayu telah menerima uang yaitu sebesar Rp 2.24 miliar dari koordinator lapangan proyek PL," kata Hakim Gatot Sarwadi.
Seusai majelis hakim membacakan vonis, kuasa hukum Martono menyampaikan menerima putusan tersebut dan tidak akan mengajukan banding. Sementara JPU menyatakan akan menimbang lebih dulu vonis tersebut.
Vonis majelis hakim Pengadilan Tipokor Semarang terhadap Martono lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Sebelumnya JPU KPK menuntut Martono dengan pidana penjara selama lima tahun dan dua bulan penjara. Sementara tuntutan denda terhadap Martono adalah sebesar Rp300 juta.
Dalam persidangan pada 30 Juli 2025 lalu, JPU KPK telah menuntut Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita enam tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi di lingkup Pemkot Semarang. Dalam kasus tersebut, suami Ita, yang juga merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah 2019-2024, Alwin Basri, dituntut delapan tahun penjara.
JPU KPK menyatakan Ita dan Alwin telah secara sah serta meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dengan pidana penjara selama enam tahun serta denda sejumlah Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," kata JPU.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 2, Alwin Basri, dengan pidana penjara selama delapan tahun serta denda sejumlah Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," sambung JPU saat membacakan tuntutan.
JPU juga menuntut pidana tambahan kepada Ita, yakni berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp683 juta. Uang tersebut harus disetorkan paling lambat satu bulan setelah adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika Ita tak mampu membayar, ia harus menggantinya dengan hukuman penjara selama satu tahun.
Tak hanya Ita, JPU juga menuntut Alwin membayar uang pengganti sebesar Rp4 miliar yang harus dibayarkan paling lambat sebulan setelah adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika Alwin tak mampu membayar, dia harus menggantinya dengan hukuman penjara selama dua tahun.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan Ita dan Alwin telah melanggar Pasal 12 huruf a dan f serta Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Ita dan Alwin diketahui menghadapi tiga dakwaan.
Dalam kasus pertama, JPU mendakwa Ita dan Alwin menerima uang sebesar Rp3,75 miliar dalam proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi sekolah dasar (SD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. Dalam APBD-P Kota Semarang Tahun Anggaran 2023, anggaran untuk proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD adalah Rp20 miliar.
Menurut JPU, fee sebesar Rp3,75 miliar yang diperoleh Ita dan Alwin adalah bentuk imbalan karena mereka telah mengondisikan agar proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD di Pemkot Semarang diperoleh PT Deka Sari Perkasa. JPU mengungkapkan, dalam proyek tersebut, Ita dan Alwin menerima fee dari Martono selaku Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang sebesar Rp2 miliar. Selain itu, mereka juga memperoleh fee Rp1,75 miliar dari Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa. Dalam dakwaannya, JPU juga menyebut Martono sebagai penerima manfaat dari PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri.
Dalam kasus kedua, JPU mendakwa Ita dan Alwin telah menerima uang yang bersumber dari “iuran kebersamaan” para pegawai negeri di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang dengan total sebesar Rp3,08 miliar. Ita memperoleh Rp1,8 miliar, sedangkan Alwin mengantongi Rp1,2 miliar.
JPU mengungkapkan, uang iuran kebersamaan dari para pegawai Bapenda Kota Semarang disetorkan kepada Ita dan Alwin pada rentang triwulan IV 2022 hingga triwulan IV 2023.
Sementara dalam kasus ketiga, Ita dan Alwin didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp2 miliar. Dalam kasus ini, Ketua Gapensi Kota Semarang Martono turut terlibat dan menerima uang sebanyak Rp245 juta. Gratifikasi tersebut terkait dengan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.