REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Budi Arie Setiadi, menegaskan pentingnya pengawasan oleh aparat penegak hukum (APH) terhadap Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes/Kel Merah Putih). Langkah ini diperlukan sebagai upaya preventif dan mitigasi risiko, baik dalam aspek kelembagaan maupun pengelolaan usaha koperasi.
“Strategi ini perlu terus diperkuat agar tercipta ekosistem usaha koperasi yang sehat, transparan, dan akuntabel,” ujar Menkop dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pembahasan Langkah Strategis Lanjutan Pasca Pembentukan 80 Ribu Kopdes/Kel Merah Putih, di Jakarta, Senin (7/7/2025).
Dalam Rakor bersama seluruh kepala dinas koperasi se-Indonesia yang juga menjabat sebagai Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Provinsi, Kabupaten/Kota, Menkop menambahkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendukung pendampingan hukum dan literasi hukum koperasi.
"Ini merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Permenkop Nomor 1/2025 tentang penyaluran pinjaman atau pembiayaan dana bergulir oleh LPDB kepada koperasi percontohan," ucap Budi Arie.
Menurutnya, sinergi dengan APH sangat penting guna mencegah potensi penyimpangan (fraud) dan moral hazard dalam proses penyaluran dan pemanfaatan pinjaman koperasi.
Setelah pembentukan Kopdes/Kel Merah Putih, kini pemerintah fokus pada penguatan kelembagaan dan pengembangan usaha koperasi secara konkret. “Kita harus memastikan koperasi yang sudah terbentuk benar-benar bisa beroperasi, tumbuh, dan berkembang,” tegasnya.
Ada beberapa poin penekanan dari Menkop dalam Rakor tersebut. Pertama, peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) koperasi, termasuk pengurus, pengawas, dan pengelola. “Diperlukan pelatihan sesuai kebutuhan masing-masing koperasi, dengan tujuan menciptakan SDM yang kompeten dan profesional,” katanya.
Kedua, penentuan model bisnis yang sesuai dengan potensi dan sumber daya desa. “Setiap gerai usaha harus memiliki model bisnis yang berbasis potensi lokal dan kearifan desa,” ujar Budi Arie.
Ketiga, karena sebagian besar Kopdes/Kel Merah Putih merupakan entitas baru, diperlukan pendampingan kelembagaan dan usaha, terutama pada tahun-tahun awal agar koperasi dapat berjalan optimal.
Keempat, mendorong sinergi pembiayaan dengan berbagai pihak. “Kita berharap Kopdes tidak hanya bergantung pada modal awal dari Himbara, tapi juga memiliki alternatif sumber pembiayaan lainnya,” paparnya.
Ia menambahkan, seluruh pemangku kepentingan harus bergerak bersama. “Kita perlu kolaborasi antara pusat dan daerah, antara dinas, satgas, dan seluruh pihak terkait. Satu irama, satu tujuan,” kata Menkop.
Menurut Budi Arie, fokus pemerintah saat ini bukan sekadar membentuk koperasi, melainkan menghidupkan koperasi agar dikelola secara transparan, partisipatif, dan menjawab kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono, yang juga Koordinator Ketua Pelaksana Harian Satgas Percepatan Pembentukan Kopdes/Kel Merah Putih, menyampaikan bahwa Satgas telah menyepakati pembentukan koperasi percontohan di 38 provinsi.
“Kami membutuhkan dukungan penuh dari dinas koperasi di kabupaten dan kota, serta Satgas di tingkat daerah,” ungkap Ferry.
Wamenkop juga berharap dukungan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), khususnya Ditjen Pemerintahan Desa, untuk mempercepat pembentukan Satgas Kopdes Merah Putih di daerah, terutama dalam implementasi 92 mockup koperasi percontohan.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung, Prof Reda Manthovani, menekankan pentingnya pendampingan hukum dari Kejaksaan sebagai bagian dari mitigasi risiko dan penguatan kepatuhan hukum.
“Kepatuhan terhadap regulasi sangat penting, apalagi dana yang akan digulirkan bersumber dari APBN. Kita harus menghindari potensi konsekuensi hukum dan risiko finansial yang merugikan,” jelas Reda.
Ia menambahkan, peran Kejaksaan dalam pengawasan Kopdes Merah Putih akan disinergikan dengan program Jaga Desa yang telah dijalankan Kejagung. “Selama ini kita sudah mendampingi pengelolaan dana desa. Kini pengawasan akan diperluas ke koperasi,” ujarnya.
Program Jaga Desa merupakan inisiatif Kejaksaan Agung RI untuk mendampingi dan mengawal pengelolaan dana desa, sekaligus mencegah penyalahgunaan dan tindak pidana korupsi. Program ini juga bertujuan meningkatkan pemahaman hukum aparatur desa dan masyarakat, serta mewujudkan tata kelola yang transparan dan akuntabel.