Di Atas Seutas Tali Baja, Warga Aceh Tengah Menjaga Asa

3 hours ago 2

Warga berjalan diatas jembatan sling baja melintasi sungai Peusangan di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh, pekan lalu. Jembatan sling tersebut dibangun sebagai akses darurat warga, pedagang dan petani pascabencana banjir bandang untuk jalur mobilitas antar kawasan Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Sebulan pascabanjir bandang dan longsor, sejumlah infrastruktur penyeberangan di Aceh Tengah masih terputus. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Kondisi tersebut membuat akses warga di desa wilayah Bener Meriah dan Aceh Tengah terisolir lantaran jembatan Krueng yang melintasi sungai Peusangan hancur. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Jembatan Krueng yang roboh diterjang banjir bandang di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh. Sebulan pascabanjir bandang dan longsor, sejumlah infrastruktur penyeberangan di Aceh Tengah masih terputus. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Memanfaatkan kabel listrik yang terputus, sejumlah warga berinisiatif membuat lintasan gantung atau kereta gantung penyeberangan yang digunakan untuk akses mobilitas warga antar kabupaten. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Jembatan sling dibangun setelah 2 hari pasca banjir besar yang merobohkan jembatan Krueng. Warga menyebutnya sling, meski sebenarnya orang Aceh menyebutnya sebagai Lampeu. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Menurut Kepala Desa Simpang Rahmat, Marikun, jembatan sling dibangun untuk membantu mengevakuasi warga dari tiga desa di seberang sungai yang terisolir saat banjir bandang dan longsor. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Ada tiga macam jembatan sling yang menyambungkan desa di kabupaten Bener Meriah dan Aceh tengah. Pertama jembatan gantung yang terbuat dari kabel baja yang dijadikan titian dan pegangan warga saat hendak menyeberang dengan tarif gratis. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Kedua sling untuk barang dan kendaraan tanpa alas papan. Ketiga sling bantuan dari Polres Bener Meriah yang terbuat dari papan dan tampak lebih kokoh. Kedua tipe jenis jembatan tersebut ditarif dengan harga Rp15 ribu untuk kendaraan dan orang. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Hingga saat ini jembatan sling tersebut menjadi satu-satunya akses penyeberangan warga untuk berdagang bertani dan bersilaturahmi. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Warga menaiki jembatan sling baja melintasi sungai Peusangan di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh. Jembatan sling tersebut dibangun sebagai akses darurat warga, pedagang dan petani pascabencana banjir bandang untuk jalur mobilitas antar kawasan Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Warga menarik kebel sling untuk penyeberangan melintasi sungai Peusangan di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh. Jembatan sling tersebut dibangun sebagai akses darurat warga, pedagang dan petani pascabencana banjir bandang untuk jalur mobilitas antar kawasan Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Warga berjalan diatas jembatan sling baja melintasi sungai Peusangan di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh. jembatan sling tersebut menjadi satu-satunya akses penyeberangan warga untuk berdagang bertani dan bersilaturahmi. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

Petani durian seusai menaiki jembatan sling baja melintasi sungai Peusangan di kawasan Simpang Rahmat, Bener Meriah, Aceh. Memanfaatkan kabel listrik yang terputus, sejumlah warga berinisiatif membuat lintasan gantung atau kereta gantung penyeberangan yang digunakan untuk akses mobilitas warga antar kabupaten. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH TENGAH -- Sebulan pascabanjir bandang dan longsor, sejumlah infrastruktur penyeberangan di Aceh Tengah masih terputus.

Kondisi tersebut membuat akses warga di desa wilayah Bener Meriah dan Aceh Tengah terisolir lantaran jembatan Krueng yang melintasi sungai Peusangan hancur.

Meski demikian, bahasa pasrah seperti tidak pernah terdengar dalam kamus warga Aceh. Memanfaatkan kabel listrik yang terputus, sejumlah warga berinisiatif membuat lintasan gantung atau kereta gantung penyeberangan yang digunakan untuk akses mobilitas warga antar kabupaten.

Warga menyebutnya sling, namun orang Aceh mengenalnya sebagai Lampeu. Sling dibangun setelah 2 hari pasca banjir besar yang merobohkan jembatan Krueng.

Menurut Kepala Desa Simpang Rahmat, Marikun, jembatan sling dibangun untuk membantu mengevakuasi warga dari tiga desa di seberang sungai yang terisolir saat banjir bandang dan longsor.

Ada tiga macam jembatan sling yang menyambungkan desa di kabupaten Bener Meriah dan Aceh tengah. Pertama jembatan gantung yang terbuat dari kabel baja yang dijadikan titian dan pegangan warga saat hendak menyeberang dengan tarif gratis.

Kedua sling untuk barang dan kendaraan tanpa alas papan. Ketiga sling bantuan dari Polres Bener Meriah yang terbuat dari papan dan tampak lebih kokoh. Kedua tipe jenis jembatan tersebut ditarif dengan harga Rp15 ribu untuk kendaraan dan orang.

Hingga saat ini jembatan sling tersebut menjadi satu-satunya akses penyeberangan warga  untuk berdagang bertani dan bersilaturahmi.

sumber : Republika

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |