Ekonomi Tak Melaju Cepat, Tapi Anak Muda Bisa Menjadi Penggeraknya

6 hours ago 4

Oleh : Jaharuddin Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada pada titik yang stabil, namun belum ideal. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi nasional pada Triwulan I-2025 hanya tumbuh sebesar 4,87 persen secara tahunan (y-on-y). Meski lebih baik dibanding masa pandemi, angka ini masih di bawah ambang pertumbuhan yang dibutuhkan untuk menyerap angkatan kerja secara optimal dan mendorong kesejahteraan secara menyeluruh. Sejak 2015, pertumbuhan ekonomi kita memang cenderung datar, tidak pernah jauh dari angka 5 persen, dan bahkan sempat terperosok ke -2,07 persen pada 2020.

Namun, dalam kondisi seperti ini, justru terbuka ruang-ruang baru yang menunggu diisi oleh energi muda. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang belum melaju cepat, generasi muda—khususnya generasi muda Muslim—memiliki peluang besar untuk menjadi penggerak perubahan ekonomi yang lebih adil, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan kreativitas, akses teknologi, dan nilai yang mereka miliki, anak muda bisa mengambil peran lebih dari sekadar pencari kerja, mereka bisa menjadi pencipta solusi.

Dari sisi produksi, ekonomi Indonesia masih ditopang oleh sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi berkat panen raya padi dan jagung, sementara perdagangan dan industri tumbuh karena konsumsi tinggi saat Ramadhan dan Idul Fitri. Produksi padi naik 51,45 persen, dan jagung 39,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa sektor pangan masih sangat potensial jika digarap dengan cara baru—melalui agribisnis modern, pertanian berbasis digital, atau distribusi hasil tani berbasis platform daring.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89 persen, dan tetap menjadi pilar utama ekonomi nasional. Ekspor juga naik, terutama dari jasa wisata dan ekspor nonmigas. Mobilitas masyarakat yang meningkat, khususnya selama libur besar keagamaan, mendorong pertumbuhan transportasi, kuliner, dan pariwisata. BPS mencatat kenaikan jumlah penumpang di semua moda transportasi sebesar 9,73 persen dan wisatawan mancanegara naik 7,83 persen. Ini artinya, sektor ekonomi berbasis gaya hidup, wisata halal, layanan digital, dan produk lokal memiliki permintaan yang kuat.

Semua sektor ini membuka ruang besar bagi anak muda untuk memulai usaha. Tidak perlu menunggu perusahaan besar, tidak perlu modal besar—yang dibutuhkan adalah keterampilan, keberanian, dan arah yang benar.

Investasi Tumbuh, Konsumsi Bertahan, tapi Pemerintah Tak Bisa Sendiri

Realisasi investasi pada Triwulan I-2025 menunjukkan perbaikan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh 15,87 persen. Nilai impor barang modal juga naik, menandakan aktivitas produksi dan pembelian alat kerja baru. Namun, belanja pemerintah pusat justru mengalami kontraksi 6,23 persen, meskipun belanja daerah tumbuh sangat tinggi. Hal ini menguatkan fakta bahwa ekonomi Indonesia tetap ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan aktivitas usaha lokal, bukan semata program-program pusat.

Dengan kondisi ini, peran anak muda dalam ekonomi kerakyatan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Di desa, kota kecil, maupun wilayah urban, bisnis mikro dan UMKM bisa tumbuh cepat jika dihubungkan dengan teknologi digital dan jaringan komunitas. Yang dibutuhkan bukan hanya modal, tapi ekosistem yang mendukung dan kapasitas pribadi yang terus berkembang.

Isu ketimpangan juga mulai menunjukkan perbaikan. Tahun 2024, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia turun menjadi 0,421, penurunan tertinggi sejak enam tahun terakhir. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja meningkat, terutama di sektor informal. Ini menjadi panggilan bagi anak muda untuk menciptakan model bisnis yang inklusif—yang memberi ruang adil bagi perempuan, ibu rumah tangga, dan komunitas rentan lainnya. Usaha berbasis rumah, koperasi pesantren, atau platform edukasi berbasis gender bisa menjadi inovasi sosial dan bisnis sekaligus.

Begitu juga dengan ketimpangan akses pendidikan. Saat ini hanya sekitar 12,83 persen pekerja yang berlatar pendidikan tinggi. Tapi jangan salah, justru dalam keterbatasan ini, banyak anak muda yang mencari jalan sendiri, belajar dari YouTube, ikut bootcamp daring, hingga membangun usaha dari komunitas digital. Dunia hari ini tidak lagi hanya milik mereka yang punya gelar tinggi, tetapi milik mereka yang siap terus belajar dan tumbuh.

Skill yang Wajib Dimiliki di Era Akselerasi

Anak muda hari ini tidak cukup hanya bersemangat. Mereka juga harus punya keterampilan yang relevan agar bisa menjawab tantangan zaman sekaligus menciptakan peluang. Laporan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum menegaskan bahwa pekerjaan masa depan tidak hanya menuntut gelar, tetapi keterampilan teknis dan non-teknis yang harus dipelajari secara berkelanjutan.

Dari sisi teknis, pemahaman dasar terhadap big data, kecerdasan buatan (AI), dan literasi digital menjadi kunci utama, terutama bagi mereka yang ingin masuk ke sektor teknologi, pemasaran digital, atau e-commerce. Keahlian dalam mengelola keuangan mikro, termasuk koperasi dan pembiayaan syariah, juga sangat penting untuk mendorong usaha kecil yang beretika dan inklusif. Sementara itu, keterampilan di bidang ekonomi hijau, energi terbarukan, dan pengelolaan limbah kini mulai menjadi standar baru dalam model bisnis berkelanjutan.

Di sisi non-teknis, kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah secara kreatif, dan bekerja secara kolaboratif menjadi semakin penting. Ketahanan mental, fleksibilitas, dan semangat belajar sepanjang hayat adalah fondasi agar anak muda tetap tangguh dalam menghadapi perubahan yang cepat. Semua ini bisa diasah melalui pengalaman lapangan, komunitas, pelatihan daring, dan kolaborasi lintas bidang. Tidak perlu menunggu sempurna untuk memulai—justru keberanian untuk memulai dari nol adalah kunci utama kesuksesan masa depan.

Wirausaha Sebagai Jalan Kontribusi

Dalam Islam, wirausaha bukan hanya ladang ekonomi, tapi juga jalan ibadah dan kontribusi sosial. Rasulullah SAW adalah pedagang terpercaya dan profesional. Etos bisnis beliau didasari oleh nilai kejujuran, tanggung jawab sosial, dan kebermanfaatan bagi umat. Maka generasi muda Muslim yang memilih jalan bisnis hari ini harus meneladani semangat tersebut.

Membangun usaha kecil dengan nilai Islam, melayani masyarakat dengan adil, atau menciptakan ekosistem yang ramah lingkungan dan gender adalah bagian dari jihad ekonomi yang nyata. Kita tidak perlu menunggu kondisi ideal. Yang kita butuhkan adalah kemauan, kemampuan, dan keberanian untuk memulai dari sekitar kita—mulai dari kebutuhan masyarakat, dari potensi komunitas, dan dari masalah yang ingin kita selesaikan.

Kita mungkin belum berada di tengah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tapi di tengah perlambatan ini, terbuka ruang yang sangat luas untuk anak muda mengambil peran. Tidak perlu menunggu panggilan, karena zaman sudah memanggil. Tidak perlu menunggu bantuan, karena teknologi sudah ada di tangan. Yang dibutuhkan hari ini adalah niat, keterampilan, dan langkah konkret.

Ekonomi boleh melambat, tapi semangat dan peran anak muda tak boleh ikut tertahan. Justru sekaranglah saatnya mereka menjadi penggerak ekonomi baru, yang lebih adil, lebih kreatif, dan lebih membumi.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |