Home > Kisah Friday, 12 Dec 2025, 10:13 WIB
Di tengah kebingungan itu, melintas mobil pikap bak terbuka. Saya menumpang tanpa tahu mobil itu tujuan ke mana. Di sela-sela itu, saya merasakan goncangan gempa terjadi beberapa kali.
Nian Poloan, mantan jurnalis.SUMATRALINK.ID – Oleh Nian Poloan (*
Bencana alam yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat, mengingatkan saya pada bencana tsunami pada Desember 2004 lalu. Ini nggak bisa saya lupakan, karena saya ikut liputan dan menyaksikan secara langsung bencana terbesar nasional tersebut.
Ketika bencana tsunami di Aceh terjadi, saya baru berhasil masuk pada hari kedua. Itu pun setelah penerbangan dari Medan ke Banda Aceh, dibuka oleh pesawat Garuda. Saya yang sudah memesan tiket dari hari pertama bencana, berhasil masuk dalam penerbangan pertama itu.
Tak ada yang berbeda, ketika saya menjalani penerbangan pascabencana tsunami itu. Hanya saja, penerbangan yang semula dijadwalkan pada pukul 13.00, delay menjadi pukul 16.00. Alasannya, bandara tujuan belum siap betul didarati pesawat. Selebihnya tak ada informasi lain.
Seperti biasa pula, di dalam pesawat saya mulai merancang apa yang akan dilakukan saat sampai lokasi bencana. Meninjau lokasi pasti. Wawancara pasti. Mencari nara sumber, juga direncanakan. Sampai kepada pengiriman berita ke kantor pusat di Jakarta.
Liputan bencana alam memang bukan yang pertama saya lakukan. Jadi hal-hal yang normatif, sudah biasa saya lakukan. Termasuk kemungkinan terburuk, nginep di lapangan. Semuanya sudah masuk dalam benak kerja liputan.
Setelah satu jam perjalanan dari Medan, saya sudah masuk di daerah udara Aceh. Ya, Allah..., dari atas saya menyaksikan pemandangan ini: air yang menutupi atap rumah dan pepohonan. Hanya pohon kelapa yang, karena tingginya, masih tersisa.
Itu sangat berbeda dengan pemandangan dari udara pada waktu sebelumnya. Rumah dan pepohonan yang menghijau, tak lagi terlihat. Berganti dengan genangan air berwarna coklat.
Makin dekat mendarat di Bandara Iskandar Muda , pemandangan yang menakutkan itu makin jelas terlihat. Sampai kemudian terhalang dengan oleh bangunan bandara saat pesawat mendarat.
Aku bergegas ke luar pesawat, tak sabar melihat langsung apa yang terjadi di daratan Aceh. Sebuah tas kabin yang tak begitu berat, melancarkan saya keluar pesawat. Maklum, saya hanya membawa beberapa potong pakaian untuk liputan dua hari.

6 hours ago
3






























