Keamanan Siber Jadi Pondasi Ambisi Digital Indonesia

5 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia berada di persimpangan penting dalam perjalanannya menuju transformasi digital. Sebagai salah satu ekonomi digital dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, Indonesia menargetkan menjadi pemimpin global di bidang ekonomi digital pada tahun 2030.

Dengan nilai gross merchandise value (GMV) yang diproyeksikan melampaui USD90 miliar pada 2024 dan berpotensi lebih dari dua kali lipat menjadi lebih dari USD200 miliar pada akhir dekade ini, Indonesia telah menjadi kekuatan utama di kawasan. Digitalisasi menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ini—mengubah industri, membuka model bisnis baru, dan meningkatkan kualitas hidup jutaan masyarakat Indonesia.

Namun, seiring dengan percepatan digitalisasi, risiko dunia maya juga kian meningkat. Perluasan platform digital, lingkungan komputasi awan (cloud), dan perangkat yang saling terhubung menciptakan permukaan serangan yang lebih luas bagi para pelaku kejahatan siber.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat hampir 330 juta anomali lalu lintas siber sepanjang tahun 2024—sebuah sinyal jelas bahwa skala dan frekuensi ancaman siber semakin meningkat. Jika tidak ditangani, insiden ini bisa menimbulkan gangguan sistem, kebocoran data, kerusakan reputasi, hingga hilangnya kepercayaan publik.

Ancaman Siber yang Kian Canggih Butuh Strategi Proaktif

Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, mengungkapkan bahwa ancaman siber saat ini bukan lagi sekadar serangan individual atau peluang sesaat. “Pelaku kejahatan siber sekarang beroperasi dalam jaringan yang terorganisasi dengan baik, menggunakan alat canggih, layanan digital, dan teknik berbasis AI untuk menembus sistem keamanan tradisional,” ujarnya.

Mulai dari serangan phishing yang sangat tertarget, penipuan menggunakan deepfake, hingga ransomware yang melumpuhkan infrastruktur penting—lanskap ancaman digital terus berkembang pesat.

Lingkungan cloud, yang kini menjadi kunci bagi kelincahan dan skalabilitas bisnis, juga membawa tantangan baru. Konfigurasi yang salah, kontrol akses yang lemah, dan kebijakan keamanan yang terfragmentasi dapat dimanfaatkan sebagai celah masuk oleh penyerang. Di saat yang sama, ancaman siber mulai menyatu dengan risiko fisik, menyerang infrastruktur penting seperti jaringan energi dan sistem transportasi untuk menciptakan gangguan besar-besaran.

Pemerintah Indonesia pun mengambil langkah nyata untuk memperkuat pertahanan siber nasional. Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2023 menjadi fondasi strategi keamanan siber nasional—dengan memperkuat koordinasi antarlembaga, protokol manajemen krisis, serta memperkuat peran BSSN dalam mengimplementasikan langkah-langkah keamanan yang lebih tegas di sektor publik dan swasta.

Di tengah laju transformasi digital, kepercayaan menjadi elemen utama. Tanpa rasa aman terhadap transaksi, perlindungan data, dan keandalan sistem, bisnis akan ragu untuk berinovasi, masyarakat enggan berinteraksi secara daring, dan perkembangan digital bisa terhambat.

“Dalam kondisi saat ini, membangun dan menjaga kepercayaan digital tidak cukup dengan pendekatan reaktif. Diperlukan strategi keamanan siber yang terintegrasi—menggabungkan teknologi canggih, proses verifikasi yang kuat, dan intelijen ancaman secara real-time,” lanjut Edwin.

Solusi keamanan berbasis AI, contohnya, memiliki peran krusial dalam menganalisis data dalam jumlah besar, mendeteksi anomali, dan merespons ancaman dengan lebih cepat. Keamanan siber harus tertanam dalam setiap elemen ekonomi digital Indonesia—bukan hanya sebagai pelindung, tetapi sebagai enabler utama pertumbuhan dan inovasi yang berkelanjutan.

Kolaborasi Menyeluruh untuk Melindungi Masa Depan Digital Indonesia. Ke depan, pengamanan ekonomi digital Indonesia memerlukan pendekatan menyeluruh—menggabungkan teknologi, kebijakan, pengembangan talenta, dan kolaborasi di setiap lini.

Investasi pada sistem deteksi dan respons ancaman canggih yang memanfaatkan AI dan otomasi menjadi kunci untuk tetap selangkah lebih maju dari serangan yang makin canggih. Selain itu, penguatan proses verifikasi, manajemen identitas, dan kontrol akses akan sangat penting untuk mengurangi kerentanan dan mencegah akses tidak sah.

Peningkatan literasi siber dan edukasi publik juga perlu terus digalakkan agar masyarakat dan pelaku bisnis memiliki pemahaman dan alat yang memadai untuk melindungi diri di tengah lanskap ancaman yang dinamis. Tak kalah penting, kolaborasi erat antara sektor publik dan swasta—dalam berbagi intelijen ancaman, praktik terbaik, serta membangun ketahanan kolektif—akan memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi risiko siber.

Komitmen Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan organisasi regional dan global seperti ASEAN, Interpol, serta World Economic Forum’s Centre for Cybersecurity juga menunjukkan bahwa tantangan dunia maya membutuhkan solusi lintas batas.

“Keamanan siber saat ini bukan hanya kebutuhan teknis, tapi merupakan penentu utama kesejahteraan Indonesia ke depan,” tutup Edwin. Dengan menanamkan keamanan dalam setiap langkah transformasi digital, Indonesia bisa membuka potensi penuh dari ekonomi digital, mendorong inovasi dengan percaya diri, dan memperkuat posisinya sebagai kekuatan digital terdepan dunia.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |