REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai menjadi salah satu modal penting dalam menjaga stabilitas politik dan menopang agenda ekonomi nasional ke depan. Sejumlah temuan survei serta respons kebijakan pemerintah menunjukkan persepsi publik yang relatif positif terhadap arah kepemimpinan nasional.
Survei Adidaya Institute yang dilakukan pada 27 Oktober–3 November 2025 di 19 provinsi dengan melibatkan 1.240 responden mencatat, sebanyak 78,5 persen responden meyakini pemerintahan Prabowo–Gibran bersih dari praktik korupsi. Managing Director Public Policy and Politics Adidaya Institute Ahmad Fadhli menyatakan, tingkat kepercayaan tersebut menunjukkan keyakinan publik terhadap komitmen pemerintahan saat ini dalam membangun tata kelola yang lebih bersih.
“Publik percaya bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran punya komitmen untuk bersih dari korupsi dan tidak melakukan korupsi,” ujar Fadhli.
Kepercayaan publik juga tercermin pada persepsi terkait kolusi. Dalam survei yang sama, 72,2 persen responden menilai pemerintahan saat ini relatif bersih dari praktik kolusi. Menurut Fadhli, temuan tersebut linier dengan persepsi publik terhadap integritas pemerintahan secara keseluruhan.
Dari sisi kebebasan sipil, analis politik Arif Nurul Imam mencatat ruang kebebasan berpendapat dinilai masih terjaga. Sebanyak 76,5 persen responden menilai kebebasan berpendapat tetap tinggi di bawah kepemimpinan Prabowo–Gibran. Ia juga menilai stabilitas politik masih terpelihara, dengan tingkat kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional berada di kisaran 73,1 persen.
Arif menambahkan, langkah pemerintah dalam penegakan hukum turut menjadi perhatian publik, terutama terhadap kasus-kasus besar di sektor sumber daya alam. “Terkait penegakan hukum, dari timah, kebun sawit hingga tambang ilegal, ini dilihat sebagai bentuk keberanian pemerintah,” ujarnya.
Selain faktor politik, respons kebijakan pemerintah juga dinilai berkontribusi terhadap persepsi positif publik. Analis kebijakan publik Nasky Putra Tandjung menilai keputusan Presiden Prabowo menghapus utang Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi petani di Aceh dan Sumatra yang terdampak bencana menjadi sinyal kuat keberpihakan negara terhadap sektor pangan.
“Para petani adalah produsen pangan. Menghapus utang KUR petani bukan semata keputusan administratif, melainkan bentuk empati dan komitmen negara untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian,” kata Nasky.
Ia menekankan, pemulihan sektor pertanian pascabencana menjadi krusial untuk menjaga ketahanan pangan dan mencegah tekanan ekonomi di tingkat lokal, mulai dari perbaikan sawah, irigasi, hingga pendampingan petani agar kembali produktif.
Di sisi lain, stabilitas politik dan kepercayaan publik tersebut dinilai selaras dengan prospek ekonomi nasional tahun 2026. Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo menyebut, outlook ekonomi Indonesia tahun depan ditopang sejumlah faktor, antara lain normalisasi perdagangan global, ekspansi investasi, penguatan konsumsi domestik, serta keberlanjutan agenda hilirisasi.
“Kombinasi faktor-faktor tersebut membuat Indonesia masuk ke 2026 dengan fondasi yang relatif kuat,” ujarnya.
Menurut Banjaran, program prioritas pemerintah seperti hilirisasi industri, dukungan terhadap UMKM, penguatan sektor pendidikan dan kesehatan, serta program makan bergizi (MBG) berpotensi menjadi penggerak pertumbuhan, selama didukung stabilitas kebijakan dan kepercayaan publik yang terjaga.
Dengan demikian, hasil survei dan respons kebijakan yang ada menunjukkan bahwa kepercayaan publik tidak hanya menjadi indikator politik, tetapi juga berperan sebagai faktor penopang stabilitas dan ekspektasi ekonomi Indonesia menuju 2026.

3 hours ago
3






























