Ketika Generasi Digital Lupa Arah Identitas Nasional

4 hours ago 2

Image Biyas Agdila

Eduaksi | 2025-10-19 08:55:05

Di era digitalisasi yang serba cepat ini, batas antara budaya lokal dan global semakin tidak seimbang. Generasi di era sekarang tumbuh dalam dunia yang terhubung tanpa batas, di mana informasi, kehidupan seseorang, bahkan hiburan terus mengalir tanpa henti melalui layar ponsel mereka. Namun, di balik kemudahan dan kemajuan teknologi ini, muncul masalah yang tidak boleh dianggap sepele, yaitu krisis identitas nasional.Banyak anak muda kini lebih mengenal budaya luar dibandingkan budaya bangsanya sendiri. Mereka hafal lagu K-Pop dan hafal segala macam trend speed di Tiktok, serta mengikuti gaya berpakaian seleb dunia, tetapi mereka lupa akan lagu daerah, juga belum tentu mereka mampu menghafal tarian-tarian yang ada di Indonesia, dan mereka belum tentu tau akan tradisi tentang baju - baju adat yang ada di Indonesia. Tak sedikit orang-orang di media sosial berasumsi bahwa suku dia sendirilah yang paling berkuasa dan epic serta menjelekkan suku lain, sehingga suku lain merasa tidak terima, yang menyebabkan terjadi perpecahan antar suku di Indonesia. Fenomena seperti ini bukan sekadar mengubah selera dan keegoisan semata, melainkan tanda bahwa nilai-nilai nasional dan persatuan mulai hilang tergeser oleh arus globalisasi digital.Padahal, identitas nasional merupakan jati diri yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Nilai - nilai seperti gotong royong, sopan santun, toleransi, dan semangat kebersamaan adalah warisan luhur yang perlu dijaga. Generasi digital hanya akan menjadi peniru budaya asing tanpa arah dan kehilangan kebanggaan terhadap negerinya sendiri apabila nilai - nilai tersebut hilang. Hal ini bisa berdampak luas, mulai dari menurunnya rasa cinta tanah air, melemahnya semangat kebersamaan, hingga meningkatnya sikap individualistik dan ketergantungan terhadap budaya asing.Teknologi seharusnya menjadi alat untuk memperkuat jati diri bangsa. Tetapi malah menciptakan ruang di mana segala hal yang berbau lokal dianggap kuno, sedangkan yang berbau luar dianggap keren, dan menciptakan pemecahan persatuan bangsa. Padahal, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memadukan antara teknologi dengan akar budaya, nilai-nilai persatuan dan kesatuan.Krisis identitas nasional di kalangan generasi digital harus segera diatasi. Pemerintahan, pendidik, dan orang tua perlu bekerja sama menanamkan nilai-nilai pancasila, sejarah bangsa, serta kebanggaan terhadap budaya Indonesia melalui media digital yang menarik dan relevan dengan perkembangan zaman. Pemerintahan melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) perlu memperbanyak konten edukatif dan kreatif, film lokal berkualitas, serta sosialisasi digital tentang nasionalisme, agar hal tersebut bisa menjadi solusi yang efektif. Mengajarkan sejarah dan budaya melalui pendekatan digital yang interaktif, bisa menjadi upaya para pendidik dalam berinovasi dengan memanfaatkan digital. Orang tua pun berperan penting sebagai contoh nyata dalam menanamkan rasa cinta tanah air di lingkungan keluarga.Sebagai generasi muda di era digital harus disadarkan bahwa menjadi modern tidak berarti meninggalkan jati diri bangsa. Justru, seharusnya kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kebanggaan terhadap Indonesia seperti membuat konten budaya lokal di media sosial, mendukung UMKM, menggunakan bahasa Indonesia yang baik, dan melestarikan tradisi dengan cara kreatif dan inovatif. Jadilah anak muda generasi digital yang seharusnya menunjukkan cinta tanah air melalui karya, inovasi, dan perilaku yang mencerminkan nilai - nilai bangsa di dunia maya. Sebab, apabila generasi muda lupa terhadap identitas nasionalnya, maka masa depan bangsa pun akan kehilangan kompasnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |