Home > Risalah Monday, 10 Mar 2025, 21:09 WIB
Banyak orang yang shalatnya sah, tapi sedikit sekali diterima amal ibadahnya.

SumatraLink.id – Banyak orang Muslim yang shalat, tapi sedikit yang melaksanakannya dengan khusyuk dan tuma’ninah. Padahal, kedua perkara ini bila terjadi maka shalatnya akan nikmat dan tenang, tidak terburu-buru dikejar urusan dunia.
Menjalankan shalat menjadi kewajiban bagi kaum muslimin tanpa terkecuali, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, baik dalam kondisi biasa maupun safar, dan juga baik dalam keadaan normal ataupun perang. Intinya, kewajiban shalat tidak gugur atas semua itu kecuali ajal telah menjemput.
Lalu, bagaimana shalat yang disebut khusyuk dan tuma’ninah? Sebelumnya, shalat khusyuk yakni shalat yang dikerjakan dengan sadar dan hati yang tenang. Shalat khusyuk ini sangat penting dalam shalat karena perkara ini menghadap Allah Subhanahuwata’ala (SWT).
Sedangkan shalat tuma'ninah yakni shalat yang dikerjakan tenang dan tidak terburu-buru. Tuma’ninah ini menjadi rukun shalat agar shalatnya sah dan diterima. Betapa banyak yang shalat tapi tidak tuma’ninah, apalagi bila mengerjakan shalat tarawih dan witir dengan ngebut.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya,” (QS. Al-Mu’minun: 1-2)
Mengenai shalat khusyuk dan tuma’ninah, ada kisah sahabat Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) yakni Ubbad bin Bisyr Rodhiyallahuanhu (ra). Setelah Perang Dzat al-Raqa’, Rasul SAW bersama kaum muslimin berhenti di sebuah tempat untuk beristirahat sejenak.
Baca juga: Cara Mudah Membangun Rumah di Surga
Ada beberapa sahabat diperintah Rasul SAW berjaga. Dua sahabat yang dipilih yakni Ubbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir. Ubbad berjaga di awal malam, sedangkan Ammar diminta tidur. Nanti, di akhir malam Ammar diminta bangun bergantian jaga.
Malam yang gelap, sepi dan sunyi, di sela-sela bebatuan Ubbad mengisi malam dengan shalat. Ia khusyuk sekali saat shalat malam tanpa ada gangguan siapa pun. Tatkala ia membaca ayat-ayat Al-Quran, seakan ia berdialog dengan Allah SWT lewat lantunan Al-Quran.
Saking khusyuk dan tuma’ninahnya ia melantunkan ayat-ayat Al-Quran, sampai musuh melepaskan anak panah dan mengenai lengannya, tapi ia tidak merasakan sakit sedikitpun. Dicabutnya anak panah di lengannya, lalu ia melanjutkan lagi bacaan Al-Quran dalam shalatnya.