Lebih dari Setengah Masyarakat Indonesia Belum Memiliki Kekebalan Terhadap Hepatitis

12 hours ago 6
 RepublikaIlustrasi. Penyakit hepatitis. Gambar: Republika

DIAGNOSA -- Peringatan Hari Hepatitis Sedunia (HHS) 2025 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen dalam mengeliminasi hepatitis B dan C pada tahun 2030. Mengusung tema global “Let’s Break It Down” dan tema nasional “Bergerak Bersama, Putuskan Penularan Hepatitis”, kegiatan ini digelar dalam bentuk temu media secara daring pada Selasa 22/7/2025.

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik, memperluas edukasi, serta mendorong aksi nyata lintas sektor dalam upaya menurunkan beban penyakit hepatitis di Indonesia.

Hepatitis B dan C kronik merupakan penyebab utama kanker hati, yang saat ini menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia. Data WHO menunjukkan terdapat 254 juta orang dengan hepatitis B kronik dan 50 juta orang dengan hepatitis C kronik secara global.

Di Indonesia, Survei Kesehatan 2023 mencatat sekitar 6,7 juta penduduk terinfeksi hepatitis B dan 2,5 juta terinfeksi hepatitis C.

“Resolusi hepatitis virus yang diadopsi pada World Health Assembly ke-63 tahun 2010 merupakan inisiatif Indonesia bersama Brasil dan Kolombia. Ini menjadi tonggak sejarah dalam perjuangan global melawan hepatitis,” ungkap dr. Ina Agustina Isturini, Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI.

Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan. Prevalensi hepatitis B menurun dari 7,1% pada 2013 menjadi 2,4% pada 2023. Pada tahun 2024, sebanyak 89,6% ibu hamil telah menjalani skrining hepatitis B, dan lebih dari 93% bayi yang lahir dari ibu HBsAg reaktif telah menerima imunisasi HB0 dan HBIg dalam 24 jam pertama.

Cakupan imunisasi hepatitis B juga diperluas untuk tenaga kesehatan, dengan capaian 58% sejak Oktober 2023. Pemberian antivirus Tenofovir kepada ibu hamil dengan hepatitis B terus ditingkatkan, dengan 1.410 layanan kini tersedia di 206 kabupaten/kota.

Sementara untuk hepatitis C, deteksi dini dan pengobatan menggunakan *Direct Acting Antiviral (DAA)* yang mampu menyembuhkan lebih dari 95% pasien telah tersedia di 71 rumah sakit di 56 kabupaten/kota di seluruh provinsi.

“Upaya ini harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen bangsa pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media untuk memutus rantai penularan dan mewujudkan Indonesia bebas hepatitis,” tegas dr. Ina.

Prof. David H. Muljono, anggota Komite Ahli Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI, menekankan pentingnya pendekatan yang spesifik dan terdesentralisasi dalam penanggulangan hepatitis.

“Saat ini, tiga negara China, India, dan Indonesia menanggung lebih dari 50% beban hepatitis B dunia. Jika Indonesia mampu mengeliminasi hepatitis, kontribusinya terhadap kesehatan global akan sangat signifikan,” kata Prof. David dalam temu media HHS 2025.

Ia mencatat, lebih dari dua juta infeksi baru dan 1,4 juta kematian terjadi setiap tahun akibat hepatitis. Di Indonesia, kantong-kantong dengan prevalensi tinggi masih ditemukan di wilayah seperti Maluku dan Papua.

“Lebih dari 60% masyarakat Indonesia belum memiliki kekebalan terhadap hepatitis B. Ini adalah populasi rentan yang bisa menjadi penderita di masa depan jika tidak segera ditangani melalui imunisasi dan skrining dini,” ujarnya.

Prof. David menegaskan bahwa strategi eliminasi tidak bisa memakai pendekatan tunggal. “Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. Pendekatan lokal yang melibatkan tokoh agama, adat, dan masyarakat sangat penting,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya desentralisasi layanan diagnosis dan terapi. “Tes dan pengobatan harus tersedia hingga ke tingkat puskesmas. Ibu hamil atau pasien di daerah terpencil harus bisa mendapatkan pengobatan tepat waktu,” tambahnya.

Dengan kemajuan dalam imunisasi bayi, pemberian antivirus bagi ibu hamil, dan penyediaan DAA untuk hepatitis C, Indonesia memiliki peluang besar mencapai target eliminasi. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan aktif masyarakat.

“Penanggulangan hepatitis bukan semata tanggung jawab Kemenkes atau dokter spesialis. Ini adalah tugas kita bersama. Mari kita putuskan penularan hepatitis baik secara vertikal maupun horizontal,” pungkas Prof. David.

Kementerian Kesehatan RI mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam eliminasi hepatitis melalui empat gerakan “atasi” :

* Atasi ketidaktahuan dengan edukasi,

* Atasi keterlambatan diagnosis dengan skrining,

* Atasi akses terbatas dengan memperluas layanan gratis,

* Atasi stigma dengan empati dan solidaritas.

Hari Hepatitis Sedunia 2025 bukan sekadar seremoni, melainkan ajakan untuk bertindak. Segera manfaatkan layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG), lengkapi imunisasi anak, dan dukung upaya edukasi serta monitoring kesehatan menuju generasi Indonesia bebas hepatitis.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |