REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kini, berbagai gawai, seperti ponsel atau tablet, sudah menjadi bagian dari keseharian banyak orang. Bahkan, penggunaannya juga dilakukan di tempat-tempat ibadah.
Saat khutbah shalat Jumat berlangsung, umumnya sudah ada imbauan untuk mematikan perangkat elektronik. Namun, ada saja jamaah yang kedapatan masih menggunakan ponsel ketika khatib naik mimbar. Mereka asyik bermedia sosial, alih-alih menyimak materi khutbah.
Bagaimana pandangan fikih terkait fenomena itu? Seperti dilansir dari laman Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah menghasilkan dua fatwa mengenai hal itu, yakni Fatwa tentang Salat Jumat Online (2021) dan Fatwa tentang Perbuatan "Lagha"(2009).
Dalam fatwa pertama, Majelis Tarjih dan Tajdid menegaskan, shalat Jumat adalah ibadah mahdhah, yang tata cara dan ketentuannya sudah ditetapkan secara perinci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Maka, segala bentuk kreasi atau aktivitas tambahan yang mengganggu kekhusyukan dalam beribadah adalah tidak sesuai dengan hakikat ibadah mahdhah. Ketika seseorang bermain ponsel atau handphone (HP) saat khutbah berlangsung, berarti ia tidak menjalankan ibadah sebagaimana tuntunan Nabi Muhammad SAW, yaitu hadir, mendengar atau menyimak, dan diam.
Kewajiban mendengarkan khutbah ditegaskan dalam firman Allah Ta'ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli” (QS al-Jumu‘ah: 9).
Ayat ini tidak hanya melarang transaksi, tetapi juga semua bentuk aktivitas duniawi yang mengalihkan perhatian dari mengingat Allah (dzikrullah). Maka, bermain HP saat khutbah berlangsung jelas termasuk dalam kategori itu. Sebab, prinsip yang dilarang adalah syughlun ‘an dzikrillah atau kesibukan yang membuat lalai dari mengingat Allah.
Dengan demikian, membuka ponsel, berselancar di media sosial, atau membaca pesan WhatsApp dan sejenisnya ketika khutbah sedang berlangsung tidak sesuai dengan tata cara yang diajarkan Nabi SAW. Sebab, hal itu semua dapat mengalihkan fokus seseorang yang mestinya khusyuk beribadah.
Fatwa Tarjih pada poin selanjutnya membahas secara eksplisit perbuatan-perbuatan yang termasuk “lagha” dalam ibadah shalat Jumat. Hal itu berdasar pada dua hadis sahih:
عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Apabila kamu berkata kepada temanmu ‘diamlah’ pada hari Jum’at ketika imam berkhutbah, maka engkau telah berbuat laghaa” (HR Bukhari).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barang siapa menyentuh atau mempermainkan kerikil (saat khutbah), maka dia telah berbuat lagha” (HR Muslim).

5 hours ago
8































