Petani gaharu menunjukan bibit pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Petani gaharu melakukan penyuntikan menggunakan cairan inokulan ke batang pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Petani gaharu mengamati lahan pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Petani gaharu melakukan penyuntikan menggunakan cairan inokulan ke batang pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Amrin (62) petani gaharu menunjukan buah dari pohon yang nantinya akan jadi bibit pohon gaharu di kebunnya di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Petani gaharu melakukan pembibitan pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Amrin (62) mencium aroma dari kayu gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Amrin (62) Petani gaharu mengamati pohonnya di kebunnya di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Petani gaharu melakukan penyuntikan menggunakan cairan inokulan ke batang pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
Kayu gaharu dikemas usai dipanen di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet. (FOTO : Republika/Thoudy Badai)
REPUBLIKA.CO.ID, RIAU Petani gaharu menunjukan bibit pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024).
Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram.
Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet.
sumber : Republika