REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD DIY menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas proses perencanaan dan penganggaran daerah melalui sosialisasi pencegahan korupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Dalam Negeri. Kegiatan yang digelar dalam rangka peringatan Hakordia itu menjadi momentum penting untuk memastikan tata kelola pemerintahan dijalankan secara transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik-praktik yang berpotensi menyalahi aturan.
Ketua DPRD DIY, Nuryadi, menegaskan kehadiran KPK di lembaga legislatif daerah adalah bagian penting untuk menjaga agar proses perencanaan, pembahasan, dan penganggaran tetap berada pada rel integritas. Para legislator diingatkan kembali mengenai area rawan korupsi, terutama dalam penyusunan APBD, pengelolaan pokok pikiran (pokir), hingga intervensi terhadap pengadaan barang dan jasa.
"Paling tidak untuk mengingatkan agar apa yang sudah kita lakukan tidak melenceng. Kami pegang prinsip, KPK pegang prinsipnya dan kementerian juga pegang prinsipnya sendiri. Kami terbuka terhadap apa yang kita lakukan. Jika itu keliru ya kita perbaiki," ujarnya.
Nuryadi juga mewanti-wanti bahwa penganggaran adalah titik rawan sehingga harus dijalankan secara maksimal dalam prinsip transparansi dan akuntabilitas. DPRD DIY, lanjutnya, mengapresiasi pendampingan KPK yang terus dilakukan secara berkelanjutan.
"Hadirnya KPK di DPRD DIY melalui kegiatan pencegahan korupsi ini merupakan langkah penting dalam memperkuat integritas dan akuntabilitas proses perencanaan serta penganggaran daerah. Sebagaimana kita ketahui penganggaran APBD adalah bagian krusial dalam menyelenggarakan pemerintahan. Sehingga harus dijalankan secara transparan, akuntabel dan bebas dari penyimpangan apa pun," ucapnya.
"Kami percaya bahwa pencegahan korupsi bukan hanya urusan penegakan hukum tetapi juga membangun budaya integritas yang kuat secara perencanaan," ungkap Nuryadi.
Nuryadi berharap komitmen pencegahan korupsi diperkuat tidak hanya oleh pimpinan tetapi juga seluruh anggota serta perangkat kesekretariatan dewan. Ini harus menjadi titik penguatan integritas individu dan lembaga.
"Mudah-mudahan apa yang kita dengar menjadi pijakan individu kita ke depan, bahwa anggota dewan dituntut jujur, transparan, dan menjalankan apa yang seharusnya dijalankan," katanya.
KPK Ingatkan Risiko Penyusunan APBD yang tidak Realistis
Dalam kesempatan ini, Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah, Dr Horas Maurits Panjaitan menyoroti persoalan umum yang terjadi dalam penyusunan APBD di sejumlah daerah, termasuk potensi defisit akibat target pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak realistis. Ia menyebut banyak daerah mengesahkan APBD dengan postur yang sudah menunjukkan potensi masalah sejak awal.
"Prinsip APBD kan sebenarnya bagaimana kita ketahui harus kita sesuaikan antara apa yang menjadi kewenangan atau keputusan dan juga kemampuan pendapatan. Yang perlu kami garis bawahi disini sebenarnya adalah bagaimana agar postur APBD itu tentunya juga benar-benar dikaitkan dengan kemampuan fiskal," ujarnya.
Maurits juga menekankan pentingnya perencanaan pendapatan dan belanja yang dirancang sejak dini dan tidak dilakukan belakangan setelah kegiatan berjalan. Ia mengingatkan DPRD dan kepala daerah untuk menjalankan fungsi check and balance secara kuat agar penyimpangan dapat dicegah sejak proses awal.
"Harus didesign ataupun direncanakan sebelumnya. Jauh-jauh hari lah, apa yang kita butuhkan, apa yang kita laksanakan, harus kita rencanakan sebelumnya," ucapnya.
Sementara Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Dr Ely Kusumastuti, menyoroti sejumlah praktik yang kerap menjadi pintu masuk korupsi, terutama dalam penyusunan APBD, pokok-pokok pikiran (Pokir), hibah, hingga pengadaan barang dan jasa. Elly menyebut banyak kasus bermula ketika sebuah proyek dipaksakan masuk dalam anggaran meskipun tidak sesuai perencanaan, tidak jelas satuan maupun lokasinya, hingga nilai anggarannya yang terlalu tinggi.
"Ada yang diuntungkan. Kita akan lihat bagaimana ketika proyeknya dipaksakan, kegiatannya dipaksakan padahal tidak sesuai dengan RPJMD. Ketika satuannya tidak jelas, ketika lokasinya tidak jelas, ketika juga terlalu mahal," ucapnya.
Elly menegaskan berbagai keterbatasan seperti PAD yang kecil, kebutuhan besar, hingga efisiensi TKD tidak boleh dijadikan pembenaran untuk menabrak aturan.
Ia juga menyampaikan harapannya pada DIY agar dapat menjadi contoh daerah yang bersih dari praktik korupsi. Komitmen pencegahan, menurutnya, harus menjadi harga mati bagi seluruh pemangku kepentingan.
"Kami merasa ini harga mati untuk Jogja. Kami berharap tahun ini tidak ada yang tersangkut tindakan-tindakan korupsi. Tidak ada penindakan. Bahkan kami berharap dari tangan Bapak dan Ibu inilah nanti akan bersama-sama memajukan Jogja," katanya.
"Tidak peduli PAD-nya Kecil. Tidak peduli kebutuhan yang banyak. Tidak peduli ada efisiensi TKD. Ada masalah pasti ada jalan. Tetapi kami mohon izin untuk mengingatkan dulu di dasar hukum pokir. Karena ternyata umum terjadi secara nasional. Banyak terjadi pergeseran. Jangan melangkah keluar dari regulasi. Jangan melangkah keluar dari aturan, karena itu salah aturan, melawan hukum. Jadi regulasinya itu mohon ditaati," ujarnya menambahkan.
Lebih jauh, Elly kembali mengingatkan pentingnya menjunjung regulasi dalam seluruh proses penganggaran dan penyerapan aspirasi. DPRD memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat untuk memastikan proses penganggaran dilakukan dengan benar. Menurutnya, Pokir yang dijalankan dengan benar sejatinya justru memberi perlindungan kepada anggota DPRD.
"Pokir harus menjadi hasil aspirasi masyarakat, bukan pembagian jatah. Karena itu integritas DPRD sangat menentukan kualitas perencanaan dan penganggaran daerah," ungkapnya.

2 hours ago
3































