Pilwu Digital Digelar Perdana di Indramayu, Ini Kata Warga

6 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pemilihan kuwu/kepala desa (Pilwu) Serentak 2025 digelar di 139 desa di Kabupaten Indramayu, Rabu (10/12/2025). Di setiap desa yang melaksanakan Pilwu itu, terdapat masing-masing satu TPS yang melaksanakan Pilwu secara digital.

Penggunaan perangkat elektronik dalam pemilihan suara itu merupakan pertama kalinya digelar di Kabupaten Indramayu dan menjadi pilot project Pilwu digital di Jawa Barat (Jabar).

Berdasarkan pantauan Republika, penerapan Pilwu digital itu di antaranya dilaksanakan di TPS 12 Desa Pabean Udik, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Di TPS itu tersedia dua bilik digital yang di dalamnya terdapat layar monitor seukuran tablet.

Setelah mengisi daftar hadir secara manual, ratusan pemilih di TPS 12 tersebut diarahkan masuk ke bilik digital. Mereka kemudian mengarahkan QR Code undangan dan memilih kandidat dengan menekan foto yang muncul di layar.

Setelah suara berhasil disimpan, mereka keluar dari bilik dan mengambil resi suara digital yang tercetak dari printer. Setelah dilipat, resi suara itu dimasukkan ke dalam kotak suara. Sedangkan di TPS lainnya di Desa Pabean Udik, Pilwu masih menggunakan cara konvensional dengan mencoblos pada kertas suara, seperti Pemilu lainnya.

Penggunaan digitalisasi dalam ajang Pilwu pun mengundang beragam komentar dari warga. Ada yang senang, ada juga yang merasa bingung karena baru pertama kali. Seperti salah seorang pemilih yang bernama Sumiati (55). Di usianya yang setengah baya, ia mengaku bingung ketika harus menyalurkan suara melalui tablet di TPS.

"Bagi saya sih susah. Gak tahu bagi anak zaman sekarang mah. Kalau nyoblos pakai paku kan enak, saya sudah biasa," ujar Sumiati.

Sumiati pun mengaku sempat panik karena kandidat yang ingin dipilihnya sempat tak berhasil pada monitor sentuh tersebut. Namun setelah dipandu oleh petugas, pilihannya akhirnya bisa terekam. “Mungkin gemetar ya karena layar sentuh, jadi kayaknya kurang pencet. Makanya lebih enak pakai paku (dan kertas suara),” kata Sumiati.

Meski demikian, Sumiati mengaku setuju dengan Pilwu digital. Ia mengaku kini sudah memahami cara pemilihan menggunakan teknologi digital tersebut.

Sumiati datang ke TPS bersama anaknya, Anisa (30). Anisa mengaku lebih senang pilwu digital karena lebih cepat dan praktis. Ia tidak terkendala apapun walau baru pertama kali mengikuti pemilihan secara digital. “Bagi kami yang masih muda sebenarnya ini lebih mudah, tinggal klik saja pilihannya yang mana, tidak perlu buka-buka kertas suara lagi,” katanya.

Warga lainnya, Ali (59), menilai pelaksanaan Pilwu digital lebih baik dibanding konvensional. Ia mengaku cara tersebut tak berbeda jauh dengan penggunaan ponsel dalam kehidupannya sehari-hari. “Kalau dibandingkan, lebih baik cara begini, lebih transparan dan praktis,” katanya.

Ali menambahkan, pelaksanaan Pilwu digital juga membuat pemilih yang datang ke TPS tidak bisa golput. Suka atau tidak suka dengan kandidatnya, pemilih tersebut tetap wajib untuk memilih salah satu calon. "Kalau pakai kertas kan bisa dicoblos semua atau tidak ada yang dicoblos satupun. Nah kalau pakai digital itu tidak bisa, harus memilih satu,” katanya.

Warga lainnya, Anton Rafendi (52), menilai kekurangan pilwu digital terletak pada ukuran perangkat layar yang kurang besar. Hal tersebut akan menyulitkan para pemilih lansia. "Harusnya lebih besar lagi,” katanya.

Ia menambahkan, kekurangan lainnya dalam Pilwu digital juga mengharuskan semua pemilih untuk datang ke TPS, termasuk warga yang sakit. Sedangkan dalam pemilihan konvensional, petugas TPS bisa mendatangi pemilih yang sakit sambil membawa kertas suara.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |