Rancangan Revisi UU HAM Ancam Keberadaan Komnas HAM

8 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kewenangan dan independensi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terancam hilang. Rancangan revisi Undang-undang (UU) 39/1999 tentang HAM, pemerintah melalui Kementerian HAM dikatakan sedang mempreteli satu per satu peran krusial lembaga adhoc hak asasi tersebut. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan ada 21 pasal dalam rancangan UU HAM yang baru mengancam keberadaan Komnas HAM.

“Komnas HAM keberatan dan mengkritik rancangan revisi UU 39/1999 tentang HAM yang disusun oleh pemerintah melalui Kementerian Hak Asasi Manusia ini. Rancangan ini melemahkan kewenangan Komnas HAM di tengah semakin besarnya kewenangan Kementerian HAM,” kata Anis melalui pernyataan resmi Komnas HAM yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (30/10/2025). Anis menerangkan, ada sebanyak 21 pasal dalam revisi UU HAM 1999 yang mengancam keberadaan Komnas HAM dari sisi peran, fungsi, maupun kewenangan.

Di antaranya terkait dengan Pasal 1, Pasal 10, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 83 sampai 85, Pasal 100, Pasal 102 sampai 104, Pasal 109, dan Pasal 127 di dalam UU HAM 1999. Dia mencontohkan dalam Pasal 1 ayat (7), dan Pasal 75, serta Pasal 89 ayat (1) sampai ayat (4) yang mengatur soal tugas serta kewenangan Komnas HAM. “Dalam pasal-pasal tersebut, Komnas HAM memiliki empat tugas dan kewenangan utama. Yakni sebagai pengkaji dan penelitian, penyuluhan, serta pemantauan dan mediasi,” kata Anis. Tetapi dalam rencangan revisi di Pasal 109 Kementerian HAM menebalkan tentang penghapusan kewenangan Komans HAM dalam menerima dan penangani pengaduan terkait masalah-masalah, dan pelanggaran HAM.

“Dalam rancangan terbaru, sebagaimana di atur dalam Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima, dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM,” kata Anis. Revisi UU HAM tersebut menebalkan tentang kewenangan Komnas HAM terkait peran awalnya itu hanya dibolehkan jika mengacu pada regulasi, dan instrumen HAM internasional. 

Kemudian, kata Anis, revisi UU HAM 1999 bikinan Kementerian HAM juga mengancam independensi keberadaan Komnas HAM. Independensi Komnas HAM selama ini mengacu pada Pasal 100 ayat (2) b UU HAM 1999, yang mengatur panitia seleksi calon anggota Komnas HAM ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. Namun dalam revisi UU HAM bikinan pemerintah menebalkan tentang panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan oleh presiden sebagai eksekutif kepala pemerintahan. “Hal ini bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses seleksi anggota Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Paris Principles,” kata Anis. Paris Principles merupakan piagam internasional menyangkut soal prinsip-prinsip keberadaan lembaga HAM.

Masalah lainnya, kata Anis juga terkait dengan hapusnya kewenangan Komnas HAM dalam penanganan pelanggaran HAM. Dalam revisi UU HAM tersebut kewenangan penanganan pelanggaran HAM melalui Kementerian HAM. Pemindahan kewenangan penanganan HAM dari lembaga adhoc ke otoritas pemerintah itu bertentangan dengan prinsip-prinsip independensi dalam pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM. “Mengingat pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM. Kementerian HAM sebagai duty bearer atau pengampu kewajiban HAM tidak seharusnya sekaligus berperan menjadi penilai, atau wasit (dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM),” kata Anis.

Anis melanjutkan, dalam rancangan revisi UU HAM 1999 oleh Kementerian HAM itu memang ada usaha untuk tetap menguatkan peran Komnas HAM seperti dalam Pasal 112. Yaitu terkait dengan rekomendasi Komnas HAM terhadap pemerintah yang mengikat. “Namun itu tidak ada artinya jika tugas dan wewenang Komnas HAM itu dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang selama ini ada,” ujar Anis. Revisi UU HAM 1999 itu, kata Anis juga menghapus kewenangan Komnas HAM di bidang pendidikan dan penyuluhan HAM. Dan penghapusan tersebut mengancam peran Komnas HAM dalam upaya pemajuan, dan pencegahan terhadap pelanggaran HAM di Indonesia.

Kata Anis, seluruh revisi UU HAM 1999 tersebut, tak dapat diterima secara prinsip pengakuan dan penegakan HAM. Justeru, kata Anis perevisian tersebut punya maksud yang tak baik dalam usaha Indonesia selama ini untuk menjadi negara yang menjunjung tinggi HAM. Apalagi, dalam perevisian tersebut, pemerintah sama sekali tak pernah melibatkan Komnas HAM untuk pembahasan rancangan. “Rancangan revisi UU HAM tersebut dapat dimaknai sebagai upaya menghapus keberadaan Komnas HAM dan kelembagaan HAM nasional,” kata Anis. “Komnas HAM mendesak pemerintah agar substansi dalam rancangan revisi UU 39/1999 tentang HAM khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM tidak diperlemah,” kata Anis. 

Menteri HAM Natalius Pigai membantah rencana pemerintah merevisi UU HAM 1999 akan memperlemah Komnas HAM. Justeru kata Pigai, Kementerian HAM dalam rencana perevisian itu nantinya akan merumuskan klausul yang dapat membuat Komnas HAM semakin kuat peran dan fungsinya. “Kami yang tahu bagaimana Komnas HAM itu nantinya diberi penguatan,” kata Pigai kepada Republika, Kamis (30/10/2025). Pigai merupakan mantan komisioner Komnas HAM sebelum dipercaya sebagai menteri HAM di pemerintahan saat ini.

Karena itu, kata Pigai, tak perlu ada kekhawatiran tentang Kementerian HAM yang dituding mendorong pelemahan Komnas HAM melalui perevisian UU HAM 1999. “Yang menyusun rancangan revisi UU HAM itu adalah tokoh-tokoh HAM Indonesia yang terbaik di dunia. Kami tidak punya niat untuk memperlemah Komnas HAM,” kata Pigai. Kementerian HAM, kata Pigai, pun menerima semua bentuk masukan, kritikan, bahkan protes dari Komnas HAM perihal apa yang diperlukan untuk pemajuan HAM di Indonesia melalui penyusunan ulang UU HAM tersebut. “Kalau ada catatan kritis dari Komans HAM, kita pasti akan terima dan pelajari. Tetapi saya tolak kalau kami dibilang memperlemah Komnas HAM,” ujar Pigai.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |