Rektor dan Alumni UII Pasang Badan untuk Pembantaran Mahasiswa yang Diciduk Polda Jatim

3 days ago 14

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Aparat dari Polda Jawa Timur melakukan penangkapan terhadap mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta M Fakhrurrozi alias Paul pekan ini. Rektor UII Fathul Wahid dan sejumlah alumni siap menjamin penangguhan penahanan aktivis tersebut.

“Saya berharap Mas Paul segera dibebaskan. Saya bersama beberapa kawan lain dari UII dan juga lintas kelompok telah bersedia menjadi penjamin penangguhan penahanan Mas Paul,” ujar Fathul Wahid ketika dihubungi Republika, Kamis.

Paul diciduk dari kediamannya oleh aparat Polda Jatim pada Senin lalu. Ia kemudian dibawa ke Surabaya untuk menjalani penahanan. Paul diketahui aktif dalam Aksi Kamisan dan kegiatan advokasi di Social Movement Institute.

Rektor UII menyatakan keprihatinan serius atas aksi aparat tersebut. “Proses yang tidak transparan dan tidak sesuai prosedur menimbulkan kesan kuat bahwa langkah ini lebih ditujukan untuk membungkam suara kritis daripada menegakkan keadilan,” ujar dia.

Fathul Wahid menekankan, perbedaan pandangan dan kritik terhadap pemerintah merupakan bagian sah dari demokrasi yang sehat dan dijamin konstitusi. “Tumpuan harapan publik saat ini semakin terbatas. Lembaga yang seharusnya menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah pun semakin tumpul.”

Menurutnya, “masyarakat sipil yang masih waras” yang terus lantang menyampaikan kritik untuk perbaikan bangsa kian langka. “Mas Paul ada di barisan ini.”

Kriminalisasi terhadap aktivis masyarakat sipil, kata Rektor UII, justru akan melemahkan kepercayaan publik, menciptakan ketakutan, dan menutup ruang dialog yang konstruktif. “Negara seharusnya hadir melindungi kebebasan warganya, bukan justru mengekangnya.”

“Jangan lupa, negara yang sehat memerlukan masyarakat sipil yang kuat. Tanpanya, benih otoritarianisme akan tumbuh subur. Tentu, kita tidak ingin hal ini terjadi di Indonesia,” kata Fathul Wahid menegaskan.

Sebelumnya, kabar penangkapan aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi atau yang akrab disapa Paul, beredar luas di media sosial dan memicu perhatian publik. Terkait ini, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) telah mengonfirmasi bahwa penangkapan tersebut memang terjadi.

Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih, mengatakan penangkapan dilakukan oleh aparat kepolisian pada Sabtu (27/9/2025) sore di kediaman Paul di Yogyakarta. "Benar adanya penangkapan tersebut," kata Verena kepada wartawan, Senin (29/9/2025).

Namun, Verena menegaskan bahwa proses hukum tidak ditangani oleh Polda DIY. "Proses hukumnya ditangani oleh jajaran Polda Jatim, jadi Polda DIY hanya sebatas koordinasi pemberitahuan saja karena ditangkapnya di wilayah Yogyakarta," ujarnya.

Melansir informasi yang dibagikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta melalui akun Instagram resminya @lbhyogyakarta, penangkapan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB dan Paul sempat dibawa ke Mapolda DIY.

"Alerta!!! Telah terjadi penangkapan terhadap kawan Paul (aktivis Jogja) oleh pihak kepolisian di kediamannya pada sekitar pukul 15.00 WIB dan sempat dibawa ke Mapolda DIY. Sekitar pukul 17.00, kawan Paul kemudian dibawa oleh kepolisian menuju Polda Jatim," tulis LBH Yogyakarta, dikutip Republika, Senin (29/9/2025).

Paul telah ditetapkan sebagai tersangka atas pengembangan kasus penangkapan sejumlah aktivis yang ada di Kediri berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/17/IX/2025/SPKT.SATRESKRIM/Polres Kediri Kota/Polda Jawa Timur, tanggal 1 September 2025. 

"Betul yang bersangkutan ditangkap di Jogja kurang lebih jam 15.00 dan sudah dibawa ke Polda Jatim. Sejak semalam sudah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim," kata Direktur LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetia.

Pasal yang dikenakan terhadap Paul ialah Pasal 160 KUHP jo. Pasal 187 KUHP jo. Pasal 170 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.

Pasal 160 mengatur tentang perbuatan menghasut di muka umum dengan lisan atau tulisan, yang bertujuan agar orang lain melakukan kejahatan, kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menaati undang-undang atau perintah jabatan. Hukuman bagi pelaku adalah pidana penjara paling lama enam tahun atau

denda maksimal sejumlah tertentu. 

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |