Review Artikel: Perspektif Fiqih Muamalah Terhadap Penggunaan Bitcoin sebagai Transaksi dalam Jual Beli

9 hours ago 6

Image Sebi Daily

Ekonomi Syariah | 2025-05-12 14:51:47

Ilustrasi Bitcoin. Foto: Pexels/Kaboompics.

Oleh: Dinda Oktavianni_Mahasiswa STEI SEBI.

Bitcoin merupakan mata uang digital yang bersifat virtual, tidak berwujud, nilainya sangat fluktuatif, dan rentan terhadap spekulasi. Selain itu, bitcoin belum diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia dan penggunaanya belum diatur secara rinci dalam hukum islam klasik, sehingga menimbulkan perdebatan di kalangan ulama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pandangan fiqih muamalah terhadap penggunaan bitcoin dalam transaksi jual beli serta menilai kehalalan dan keabsahan hukumnya.

Bitcoin dipahami sebagai mata uang kripto (cryptocurrency) yang tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dikeluarkan oleh otoritas negara. Ia menggunakan teknologi blockchain dan bersifat desentralisasi. Bitcoin sering dianggap sebagi aset digital, namun masih diperdebatkan statusnya apakah sebagai mata uang, barang dagangan, atau instrument spekulatif. Fiqih mu’amalah menetapkan bahwa suatu transaksi dinilai sah apabila memenuhi prinsip-prinsip syariat Islam, seperti tidak mengandung unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (perjudian), serta menjunjung nilai keadilan (adl). Selain itu, teori urf (kebiasaan masyarakat), maslahah mursalah (kepentingan umum), sadd al-dzari’ah (pencegahan kerusakan), dan qiyas (analogi hukum) juga digunakan sebagai pendekatan untuk menilai keabsahan penggunaan Bitcoin dalam konteks hukum Islam. Penulis mengaitkan prinsip-prinsip tersebut dengan karakteristik Bitcoin sebagai mata uang kripto yang bersifat digital, fluktuatif, dan terdesentralisasi. Dengan demikian, teori-teori dalam fiqih mu’amalah dijadikan landasan untuk menganalisis apakah Bitcoin dapat diterima sebagai alat transaksi yang sah menurut syariat Islam.

Metode yang digunakan dalam artikel "Perspektif Fiqih Mu’amalah terhadap Penggunaan Bitcoin sebagai Transaksi dalam Jual Beli (Al-Ba’i)" adalah metode kajian pustaka (library research). Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan informasi dari berbagai sumber tertulis seperti e-book, e-jurnal, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan fiqih mu’amalah dan transaksi Bitcoin. Penulis tidak melakukan penelitian lapangan atau wawancara, melainkan fokus pada telaah literatur untuk memperoleh pemahaman teoretis dan normatif mengenai status hukum penggunaan Bitcoin dalam jual beli menurut perspektif Islam. Metode ini cocok digunakan untuk menjawab pertanyaan normatif-teoritis, seperti kajian hukum Islam, namun memiliki keterbatasan dalam menggambarkan realitas praktik di lapangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi dalam jual beli diperbolehkan menurut fiqih mu’amalah, selama tidak mengandung unsur yang dilarang dalam Islam seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (perjudian). Bitcoin dinilai memiliki beberapa kelebihan, antara lain transaksi yang cepat, biaya rendah, tidak memerlukan perantara, serta dapat digunakan secara global. Namun, di sisi lain, Bitcoin juga memiliki sejumlah kelemahan, seperti nilai yang sangat fluktuatif, tidak dijamin oleh lembaga resmi, serta rentan terhadap risiko keamanan dan penyalahgunaan. Pandangan para ulama terkait hukum Bitcoin pun beragam. Sebagian ulama membolehkan penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar, namun mengharamkannya jika digunakan sebagai instrumen spekulatif yang menyerupai perjudian.

Berdasarkan hasil tersebut, penulis memberikan beberapa saran. Pertama, pengguna Muslim disarankan memahami prinsip-prinsip fiqih mu’amalah sebelum melakukan transaksi dengan Bitcoin, agar terhindar dari praktik yang bertentangan dengan syariat. Kedua, pemerintah dan otoritas keuangan perlu menetapkan regulasi yang lebih jelas dan ketat terhadap penggunaan serta perdagangan mata uang kripto guna menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi masyarakat. Ketiga, para ulama dan akademisi diharapkan terus mengkaji fenomena Bitcoin dan teknologi keuangan lainnya secara mendalam agar dapat memberikan fatwa dan panduan yang sesuai dengan konteks zaman. Terakhir, edukasi kepada masyarakat tentang potensi risiko dan etika dalam menggunakan Bitcoin sangat penting, agar penggunaannya tidak menimbulkan kerugian atau pelanggaran syariat.

Artikel ini memiliki beberapa kelebihan yang patut diapresiasi. Topik yang diangkat sangat relevan dan aktual, mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital dan meningkatnya penggunaan Bitcoin dalam transaksi. Penulis berhasil menggabungkan pendekatan fiqih klasik dengan fenomena kontemporer secara cukup komprehensif, serta menjelaskan prinsip-prinsip dasar fiqih mu’amalah seperti adl, urf, maslahah, dan larangan terhadap riba, gharar, serta maysir. Artikel ini juga menyajikan pandangan dari berbagai ulama dan lembaga, termasuk pendapat dari MUI, yang memperkaya analisis. Di samping itu, struktur pembahasan yang sistematis mulai dari pengertian, prinsip, hingga analisis hukum memudahkan pembaca dalam memahami isi artikel.

Namun demikian, artikel ini juga memiliki beberapa kelemahan. Secara teknis, penulisan istilah utama seperti “Bitcoin” sering salah ketik menjadi “Bitcoint,” yang mencerminkan kurangnya ketelitian dalam penyuntingan. Metode penelitian terbatas pada kajian pustaka tanpa disertai data empiris, seperti wawancara dengan ahli atau studi kasus, sehingga kurang mendalam dalam konteks praktis. Beberapa bagian penulisan juga terkesan repetitif dan kurang efektif dalam menyampaikan gagasan. Selain itu, referensi yang digunakan sebagian besar belum terlalu mutakhir, padahal isu Bitcoin sangat dinamis dan terus berubah dari waktu ke waktu. Keterbatasan tersebut menjadikan artikel ini lebih bersifat pengantar daripada kajian kritis yang mendalam.

Sumber Artikel: UQUDUNA: Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah Vol.2, No.1, Juni 2024 ISSN (P):XXXXX, E-ISSN:303-6478

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |