Oleh : Badri Munir Sukoco, Guru Besar Manajemen Strategi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir Januari lalu, Deepseek menjadi trending di seluruh dunia karena membuat beragam saham teknologi USA terkait artificial intelligence (AI) terjun bebas. Nvidia sebagai pemasok terdepan chip untuk AI turun harga sahamnya hampir 17 persen. Bahkan penurunan harga sahamnya menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan di Amerika Serikat, hampir mencapai 600 miliar dolar AS (+Rp. 9.600 triliun).
Di saat yang sama, pemerintah China meluncurkan rencana pembangunan yang menargetkan “education power … with global influence” tahun 2035. Dalam Top 10 Nature Institutions Index, 8 diantaranya berasal dari China. Terdapat 5 kota besar China dalam Top 10 Nature Science Cities Index, dengan Beijing dan Shanghai sebagai pemuncaknya mengalahkan New York dan Boston. Hangzhou tempat DeepSeek berpusat menduduki peringkat 13, lebih baik dibandingkan London dan Los Angeles. Pengaruh global melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditargetkan akan memperkuat posisi China di dunia.
Dalam Times Higher Education World University Ranking (THE WUR) 2025, Indonesia menempatkan 7 PT terbaiknya. Hal ini tentunya membanggakan dan menjanjikan, meskipun tidak sedikit yang mempertanyakan dampaknya bagi kemajuan bangsa. Tugas besar dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang baru adalah meningkatkan dampak perguruan tinggi (PT) pada kemajuan bangsa. Harapan ini juga ditegaskan oleh Presiden Prabowo Subianto ketika mengumpulkan para Rektor tanggal 13 Maret lalu.
University 4.0
Mendiknas periode 2009-2014, Prof M Nuh, menawarkan konsep University 4.0 untuk menjelaskan dampak PT. University 1.0 fokus pada kebutuhan pendanaan, khususnya bagaimana memenuhi daya tampung mahasiswa, agar bertahan hidup di tengah kompetisi. University 2.0 fokus pada proses pembelajaran, terutama bagaimana kualitas pembelajaran memenuhi standar akreditasi nasional dan internasional. University 3.0 dicirikan oleh penitikberatan pada publikasi ilmiah dan perankingan global. Sedangkan University 4.0 berfokus pada dampak yang dihasilkan dari tridharma PT. Bukan hanya terkait kemanfaatan, namun kemaslahatan bagi masyarakat. Kemaslahatan berupa manfaat dari luaran tridharma PT, baik lulusan maupun inovasi yang dihasilkan. Dan yang lebih penting adalah bagaimana luaran PT tersebut dapat menjauhkan dari kerusakan masyarakat dan lingkungan. Klasifikasi ini diadaptasi oleh beliau berdasarkan konsep CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization).
Kondisi PT Indonesia
Dalam 10 tahun terakhir, PT teratas di Indonesia menunjukkan peningkatan rekognisi globalnya seiring peningkatan produktivitas karya ilmiah yang dihasilkan. Database Scival melaporkan Indonesia menghasilkan publikasi karya ilmiah terbesar (330.026 tulisan) pada periode 2019-2024. Diikuti oleh Malaysia (265.354 tulisan) dan Singapura (167.635 tulisan). Namun Indonesia memiliki PR terbesar pada kemanfaatan ilmiah, yakni sitasi, dengan meningkatkan kualitas outlet publikasinya. Selain itu, kontribusi publikasi pada jurnal Q1 masih 17,6 persen, Malaysia mencapai 36,7 persen, dan Singapura mencapai 71,6 persen. Kondisi tersebut mengakibatkan sitasi per publikasi Indonesia masih 4,4, Malaysia mencapai 10,5, dan Singapura hampir lima kali lipat dari Indonesia.
Kondisi yang sama juga terlihat pada paten yang dihasilkan dari publikasi yang dihasilkan. Dalam periode yang sama, Singapura mendapatkan 8.675 paten yang mensitasi publikasi yang dihasilkan, dengan sitasi-paten yang diterima per seribu publikasi ilmiah mencapai 48 kali. Untuk Malaysia, terdapat 2.942 paten dengan sitasi-paten mencapai 9,6 kali. Indonesia masih perlu bekerja keras untuk meningkatkan dampak dari publikasi ilmiah yang dihasilkan. Dibandingkan Malaysia, jumlah paten Indonesia masih setengah dari yang dihasilkan dan sitasi-paten hanya sepertiganya.
Belajar dari Zhejiang
Tentu menarik melihat latar belakang Liang Wenfeng, pendiri Deepseek. Lulus dari Zhejiang University yang berperingkat 47 dunia di THE WUR. Dalam Nature Institutions Index, Zhejiang berperingkat 6 dunia; mengalahkan MIT (#10) dan Stanford (#11). Adapun Harvard masih nomor 1 dunia.
Zhejiang berlokasi di Hangzhou yang berjarak 175 km dari Shanghai. Dengan GDP per kapita dobel dari rerata nasional dan 82 perusahaan terbesarnya adalah swasta, Hangzhou memiliki daya tarik tersendiri bagi para pebisnis berbasis teknologi. Kesuksesan Alibaba yang dimotori oleh Jack Ma menjadi inspirasi para pebisnis muda di kota ini. Hangzhou mampu memaksimalkan keberadaan 6 PT-nya yang masuk dalam daftar THE WUR. Suplai talenta yang berkompetensi tinggi dengan hasil riset yang siap dikomersialisasi menjadikan Hangzhou dinamis dan mempengaruhi masa depan teknologi dunia.
Majalah Economist dalam liputan terbarunya melaporkan tiga hal yang melatarbelakangi keberhasilan Zhejiang sebagai University 4.0. Pertama, kemampuannya menarik dan membina talenta (mahasiswa) yang berani menerima tantangan dan berkompetisi untuk pendanaan sebagai startup. Pendekatan multidisiplin dalam menyelesaikan permasalahan dianjurkan para profesornya. Budaya tolerance for failure juga mengemuka, sehingga kondusif dalam menumbuhkan startup.
Bahkan beberapa profesor juga memiliki perusahaan, seperti DEEP Robotics yang dikelola oleh Zhu Qiuguo, profesor bidang teknik. Kedua, lokasinya hanya 45 menit dari Shanghai menggunakan kereta namun jauh dari hiruk pikuk politik Beijing. Sebagai pebisnis panutan di Hang Zhou, Jack Ma mendonasikan ¥560 juta (+Rp. 1,3 triliun) pada rumah sakit yang dikelola Zhejiang. Bahkan tahun 2023, Alibaba mendonasikan quantum computing lab-nya sebagai pusat riset bersama Zhejiang. Penelitinya adalah mahasiswa doctoral dan post-doctoral Zhejiang. Kondisi yang memudahkan mereka mendapatkan pekerjaan di industri maupun pemerintahan.
Ketiga, Hangzhou memiliki pegawai dan pejabat pemerintah yang terkenal menyelesaikan tugasnya dengan baik tanpa meminta ”imbalan,” bahkan untuk makan malam pada pebisnis. Kondisi yang sangat membantu bagi para pebisnis pemula, apalagi disediakan pendanaan awal hingga 15 juta Yuan (setara dengan Rp. 33 M) oleh pemerintah kota Hangzhou.
Rekomendasi
SDM unggul terbukti meningkatkan inovasi dan daya saing sebuah bangsa. Buku Empire of Ideas (Kirby, 2022) menunjukkan peran sentral PT dalam memimpin inovasi dan teknologi sebuah negara. Kejayaan Jerman pada awal Abad 20 didukung oleh produktivitas dan inovasi para ilmuwan di University of Berlin. Sebagai research university, Berlin menjadi model yang sukses dalam memajukan ilmu dan teknologi sekaligus model pertama University 4.0. Setelah memenangkan Perang Dunia II, model tersebut diadopsi oleh beragam PT AS dan berpengaruh secara global. Saat ini, konsep University 4.0 juga diadopsi oleh PT terbaik di China, termasuk Zhejiang melalui inovasi dan teknologi yang bernilai tambah tinggi.
Sebagian besar PT elit Indonesia masih berkutat di University 3.0. Agar menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, PT elit Indonesia perlu menjadi University 4.0. Pendekatan pentahelix yang dilakukan oleh Zhejiang yang terilhami oleh Berlin di Jerman atau Ivy League di USA memerlukan roadmap dan eksekusi yang konsisten. Diawali dengan positioning yang akan dicapai dengan mengembangkan maksimal 5 industri strategis dalam suatu wilayah (baik provinsi, kabupaten/kota), PT dapat mengalokasikan tema riset maupun kurikulumnya agar lulusannya siap menjadi pelaku utama didalamnya.
Tentu mengundang investor dan pebisnis lokal dan nasional perlu dilakukan. Daya tarik beragam insentif perlu disediakan pemerintah, sedangkan PT menyediakan SDM unggul dan riset-riset terkini pada industri strategis yang sedang dibangun. Diskusi yang konstruktif di masyarakat dan didukung narasi positif dari media akan meningkatkan dukungan dari semua pihak untuk transformasi ekonomi yang direncanakan. University 4.0 akan menjadi katalis pertumbuhan regional dan secara agregat berkontribusi mewujudkan Indonesia Maju 2045.