Waste to Energy Danantara Jadi Harapan Baru Pengelolaan Sampah

21 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar IPB University Arief Sabdo Yuwono menilai program pengelolaan sampah menjadi energi listrik (waste to energy) yang sedang digagas Danantara berada pada jalur yang tepat. Ia mengatakan, penggunaan teknologi insinerator yang akan digunakan Danantara sudah sejak lama diterapkan di sejumlah negara, seperti Jepang dan Jerman.

“Jepang memang aktif menjual teknologi itu. Jerman dan negara-negara Eropa lainnya juga sudah menggunakan insinerator untuk memberikan solusi bagi pembangkit sampah perkotaan,” kata Arief, seperti dikutip dari pernyataan Danantara, Kamis (18/12/2025).

Menurut dia, insinerator memang efektif untuk menyelesaikan persoalan sampah dalam waktu singkat. Arief mengakui masih belum mengetahui sejauh mana perencanaan, termasuk penggunaan teknologi, yang akan dijalankan Danantara dalam program Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).

Ia menegaskan, upaya Danantara untuk mengelola sampah menjadi energi seharusnya mampu memberikan nilai manfaat bagi semua pihak. Urgensi pengelolaan sampah di Indonesia semakin nyata jika melihat data resmi.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup mengungkapkan, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia pada 2024, timbulan sampah mencapai 38,2 juta ton dan baru 34,74 persen yang terkelola.

Data tersebut diperkuat oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui Laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045. Dalam laporan itu, Bappenas memperkirakan volume sampah nasional pada 2025 mencapai 63 juta ton dan diprediksi terus meningkat hingga 82,2 juta ton pada 2045.

Menurut Arief, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai payung hukum sudah sangat baik. Aturan tersebut, jika dikombinasikan dengan pendekatan treatment at the source atau pengelolaan sampah di sumbernya, dinilai dapat mengefektifkan pengelolaan sampah, khususnya dengan potensi pengurangan aliran sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) hingga 40–60 persen.

Ia mengatakan, pengelolaan sampah saat ini masih cenderung mengandalkan sistem pengumpulan dan pengangkutan. Padahal, jika ditangani dari sumber, pengelolaan sampah dapat memberikan kontribusi besar, di antaranya membantu mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Menurut dia, pendekatan tersebut dapat menuntaskan persoalan sampah di tingkat lokal, mulai dari RT hingga kelurahan. “Jadi, tidak perlu semua diangkut seperti sekarang jika treatment at the source itu dilakukan,” katanya.

Arief mengungkapkan, selama 15 tahun terakhir ia mengolah sampah di lingkungan tempat tinggalnya di Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi produk kompos. Ia juga memiliki pengalaman mengolah sampah menjadi energi dalam skala kecil, meski belum bersifat komersial.

Berkat upaya tersebut, Prof Arief meraih penghargaan Best Practices Award dari ajang inovasi di tingkat ASEAN. “Untuk pengolahan sampah menjadi energi, saya sudah mengolah plastik menjadi premium minyak tanah dan solar,” ujarnya.

Saat ini, ia tengah membantu salah satu perusahaan semen multinasional untuk memperbaiki efisiensi energi dan menurunkan kandungan air (water content) agar dapat masuk ke ruang pembakaran semen.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |