Aspirasi Terhalang Kode Etik

1 week ago 16

Image Wianda Tika

Kebijakan | 2025-03-08 14:32:34

sumber : foto pribadi Wianda Tika

Ratusan pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menjadi sorotan publik usai melakukan demonstrasi terhadap Menteri Prof. Ir. Satryo Soemantri. Mendikti Prof. Ir. Satryo Soemantri dituding bersikap arogan, sewenang-wenang dan memperlakukan institusi negara seperti perusahaan pribadi. Sebagai bentuk protesnya, para pegawai melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Kemendikti Ristek pada 20 Januari 2025 lalu. Spanduk-spanduk bertuliskan "Institusi Negara Bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri, #LAWAN! #Menteridzalim #PaguyubanPegawaiDikti" dan spanduk satire yang bertuliskan "Pak Presiden, Selamatkan Kami dari Menteri Pemarah, Suka Main Tampar dan Main Pecat" mewarnai Kantor Kemendikti Ristek.

Aksi demonstrasi ini menggambarkan tingkat kekecewaan ASN terhadap pemimpin tertinggi di kementerian tersebut. Pemimpin yang seharusnya menjunjung prinsip pelayanan publik yang bermartabat, justru dinilai gagal dalam bersikap kepada pegawainya. Tuduhan tersebut diperkuat dengan laporan bahwa Menteri Satryo kerap kali berlaku kasar kepada para pegawainya, termasuk dalam insiden pemecatan sepihak terhadap salah satu ASN, Neni Herlina, yang menjadi pemicu utama aksi ini.

Hak Menyampaikan Aspirasi ASN

Kebebasan berpendapat dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3), yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat. Hal ini berarti, sebagai bagian dari masyarakat, ASN juga memiliki hak yang sama untuk menyuarakan aspirasi mereka, termasuk melalui demonstrasi. Ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh pemimpin mereka, wajar jika muncul reaksi berupa aksi protes kepada pimpinannya.

Sebagai pemimpin, Menteri Satryo memiliki tanggung jawab untuk membangun lingkungan kerja yang baik, adil, dan profesional. Demonstrasi ini menjadi puncak dari ketidakpuasan para pegawai dan mencerminkan kegagalan Menteri Satryo dalam memenuhi tanggung jawab tersebut. Padahal kepemimpinan yang efektif seharusnya mengutamakan dialog, empati, dan penghormatan yang bermartabat kepada setiap individu. Tindakan Menteri Satryo juga dinilai bertentangan dengan nilai-nilai dasar kebangsaan.

Namun, tampaknya aksi yang dilakukan pegawai Kemendikti Saintek ini bukan sekadar bentuk ketidakpuasan personal, tetapi sebuah bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Harapannya, dengan membawa isu ini ke ranah publik, para pegawai mendapat perhatian dari pemimpin yang lebih tinggi untuk mengkaji ulang kebijakan di kementerian tersebut.

Kode Etik dan Netralitas

Di sisi lain, aksi ini juga dapat dipandang sebagai tindakan yang konfrontatif terhadap pimpinan kementerian yang tidak sesuai dengan etika birokrasi. ASN memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga profesionalisme dan netralitas dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang mengatur bahwa pegawai negeri harus bekerja secara profesional, menjaga integritas, dan tidak boleh terlibat dalam tindakan yang merusak kredibilitas institusi. Netralitas ASN menegaskan bahwa pegawai negeri harus bekerja demi kepentingan negara dan masyarakat, bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

ASN yang melanggar kode etik dan netralitas dapat dikenakan sanksi administratif atau disiplin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, setiap pegawai negeri diharuskan untuk selalu menjaga kehormatan dan martabat instansi tempat mereka bekerja. Jika seorang ASN melanggar prinsip netralitas atau melakukan tindakan yang dapat mencoreng reputasi instansi, mereka bisa dikenai teguran, penundaan kenaikan pangkat, bahkan hingga pemecatan. Lantas bagaimana langkah untuk menyelesaikan konflik ini bagi para pegawai? bagaimana agar hak dalam menyampaikan aspirasi dan tanggung jawab tetap seimbang?

Langkah yang tepat untuk menyelesaikan konflik ini adalah dengan memperbaiki komunikasi di dalam institusi agar konflik seperti ini dapat diselesaikan tanpa adanya aksi di jalanan. Hubungan kerja yang sehat pun terlihat belum terbangun secara optimal, dilihat dari aksi ini yang menunjukkan bahwa adanya kerja sama yang kurang baik antara pemimpin dan bawahan. Mekanisme internal seperti pengaduan resmi, audiensi, atau forum mediasi seharusnya menjadi langkah awal sebelum membawa permasalahan ini ke ranah publik. Jika mekanisme internal berjalan dengan efektif, maka kemungkinan besar demonstrasi tidak lagi diperlukan. Dalam jangka panjang, jika masalah ini terus berlarut-larut, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama dalam bidang pendidikan tinggi, akan semakin terkikis. Maka sangatlah penting bagi pihak terkait untuk segera melakukan langkah korektif yang dapat mengatasi ketidakpuasan tersebut.

Menteri Satryo perlu mengambil tanggung jawab atas ketidakpuasan yang terjadi, serta menindaklanjuti aduan dengan perubahan yang nyata dalam kebijakan dan praktik sehari-hari. Tanpa adanya upaya nyata untuk memperbaiki situasi ini, pemerintah akan kesulitan untuk menjaga integritas dan mengembalikan kepercayaan publik. Kepemimpinan seharusnya tidak hanya mengandalkan otoritas, tetapi juga membutuhkan transparansi, komunikasi yang baik, dan rasa saling menghormati. Maka dengan mengambil langkah-langkah yang tepat, Menteri Satryo memiliki kesempatan untuk memperbaiki reputasi pribadinya, citra pemerintah dan menjaga stabilitas di dalam lembaga pemerintah. Selain itu, para pegawai pun mendapatkan haknya dan keadilan yang mereka inginkan tanpa harus menimbulkan gejolak massa.

Kasus demonstrasi ASN terhadap Mendikti Saintek menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan ASN sendiri. Pemerintah perlu lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan terhadap pegawai, dengan memastikan proses mutasi dan rotasi dilakukan secara adil dan transparan. Di sisi lain, ASN juga harus lebih bijaksana dalam menyampaikan aspirasi mereka, dengan menggunakan mekanisme internal yang telah disediakan sebelum memilih jalur demonstrasi. Beruntungnya, polemik ini dapat berakhir dengan pertemuan damai antara pihak kementerian dan pegawai yang bersangkutan. Kesepakatan damai yang dicapai antara Menteri Satryo, Neni Herlina, dan Ketua Paguyuban Pegawai, Suwitno, menunjukkan bahwa dialog masih menjadi solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik semacam ini. Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian masalah internal seharusnya dapat dilakukan dengan komunikasi yang lebih efektif dan terbuka, tanpa perlu eskalasi ke ruang publik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |