Home > Lingkungan Saturday, 08 Mar 2025, 17:24 WIB
Petak-petak sawah juga tampak tergenang air yang berlimpah, membentuk bak kolam-kolam kecil siap tanam. Semua sejuk dan enak dipandang.

Oleh: Dr. Yenrizal, M.Si (Akademisi Komunikasi Lingkungan UIN Raden Fatah)
Musim hujan menjadi penanda datangnya Ramadhan tahun ini. Dari sekedar rintik-rintik hingga hujan deras bercampur petir. Gelantungan awan mendung, bergelayut di atas langit, sudah terlihat sejak sore. Menjelang magrib hingga sampai sehabis tarawih, curahan air dipastikan akan turun. Hampir setiap hari siklus itu terjadi.
Hujan akan jadi berkah, begitu pesan leluhur. Tak ada yang bisa hidup di muka bumi ini tanpa ada siraman air. Airlah sumber kehidupan, ditunggu selalu setiap musim. Bahkan pepatah berkata, hujan sehari menghapus panas setahun. Ada pula profesi kemudian dilekatkan dengan hujan, Pawang Hujan. Tapi tak ada Pawang Kemarau.
Di beberapa jalur pinggir jalan raya, pada kali-kali kecil yang disekitarnya, menyeruak di antara semak-semak liar, serombongan pemancing berjejer mencoba rejeki, berharap Gabus (Channa striata), Nila (Oreochromis niloticus), atau setidaknya Ikan Betok (Anabas testudineus) bisa terkait kail. Kedatangan para pemancing juga hanya ramai di musim penghujan, maklum di musim kemarau semua kering, airnya sedikit bahkan tak ada. Hujanlah yang membantu.
Petak-petak sawah juga tampak tergenang air yang berlimpah, membentuk bak kolam-kolam kecil siap tanam. Semua sejuk dan enak dipandang. Tak heran, masuknya musim penghujan merupakan penanda masuknya masa bertanam padi.
Di tempat lain, kerbau-kerbau rawa yang memang hidup di dalam air, begitu lincah menyeberangi lebung-lebung dalam. Mereka hebat dalam berenang, lihai dalam berendam. Semakin dalam lebung, semakin kuat mereka berenang. Tanduk-tanduk hitam menyembul dari pekatnya air, bergerak bergerombol mencari rumput-rumput baru. Di musim hujan, Kerbau Rawa (Bubalus bubalis Linn), bagai mendapatkan kebahagiaannya. Mereka memang berhabitat di air dan hujan adalah yang ditunggu-tunggu.
Sementara itu, kawasan gambut dalam yang selama ini jadi momok di musim kemarau, justru menjadi pusat bersarangnya ragam ikan air tawar. Bilah-bilah kayu yang tersusun jarang di dalam kubah gambut, menjadi tempat bermain ikan-ikan kecil. Mereka meliuk-liuk memasuki celah-celah kayu tua. Sesekali seekor Gabus tampak coba mengganggu. Kodok-kodok rawa juga ikut bergembira menikmati turunnya hujan.
Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA