Kisah Sukses Metode Takakura di Indonesia: Mengurangi 30 Sampah TPA dan Revolusi Pengelolaan Limbah Rumah Tangga

5 hours ago 10
Pembuatan Kompos Takakura / antara/REPUBLIKAPembuatan Kompos Takakura / antara/REPUBLIKA

FIFARM--Di tengah tantangan sampah yang semakin menumpuk di kota-kota besar Indonesia, metode Takakura muncul sebagai solusi inovatif yang ramah lingkungan. Diciptakan oleh peneliti Jepang Koji Takakura, metode pengomposan rumah tangga ini pertama kali diterapkan di Surabaya dan telah menjadi success story nasional. Dengan mengubah limbah organik dapur menjadi kompos berkualitas, metode ini tidak hanya mengurangi beban TPA hingga 30%, tapi juga mendukung urban farming dan ketahanan pangan. Berdasarkan pengalaman di Surabaya dan kota-kota lain seperti Bandung serta Yogyakarta, yuk telusuri bagaimana metode Takakura merevolusi pengelolaan sampah di Indonesia!

Asal Mula Metode Takakura di Indonesia

Metode Takakura lahir dari penelitian Koji Takakura di Jepang, tapi kisah suksesnya dimulai di Indonesia. Pada 2001-2005, melalui kerjasama antara Pemerintah Kota Surabaya, Kitakyushu International Techno-cooperative Association (KITA), dan Japan International Cooperation Agency (JICA), metode ini diperkenalkan untuk mengatasi masalah sampah organik yang mendominasi 60-70% total limbah rumah tangga. Takakura Home Composting (THC) dirancang sederhana: menggunakan keranjang berlubang, bahan fermentasi lokal seperti tempe dan tape, serta pengaturan kadar air 40-60% untuk fermentasi aerobik tanpa bau.

Awalnya, Surabaya menghadapi krisis: menghasilkan 2.300 ton sampah per hari, dengan kurang dari 50% yang terkumpul dengan benar. TPA Benowo hampir penuh, dan emisi metana dari sampah membusuk menjadi ancaman lingkungan. Koji Takakura, dengan pendekatan sederhana seperti analogi "bakteri makan gorengan", melatih komunitas lokal untuk mengolah sampah di rumah. Hasilnya? Metode ini mendapat Hak Kekayaan Intelektual Indonesia pada 2010 dan menjadi model nasional.

Success Story di Surabaya: Reduksi Sampah 30% dan Penghargaan Internasional

Surabaya menjadi pionir sukses metode Takakura. Dari 2006 hingga 2010, pemerintah kota mendistribusikan lebih dari 18.000 keranjang Takakura ke sekitar 40.000 rumah tangga di 8.800 sub-district. Melibatkan 400 fasilitator lingkungan kota dan 28.000 personel komunitas, program ini mencakup pelatihan, kampanye publik, dan kompetisi Green and Clean (G&C) yang didukung swasta seperti Unilever.

Hasilnya luar biasa:

- Reduksi sampah : THC mengurangi 30% sampah organik yang masuk TPA, dari rata-rata harian yang tinggi menjadi lebih terkendali. Dalam 5 tahun (2004-2009), volume sampah di TPA Benowo turun signifikan, mencegah kelebihan kapasitas 10 juta ton dalam waktu singkat.

- Produksi kompos : 16 pusat kompos dibangun dengan kapasitas 600 ton per bulan, digunakan untuk urban farming dan meningkatkan ruang hijau kota hingga 10%.

- Dampak lingkungan : Mengurangi emisi CO2 setara 3.421 ton per tahun dari TPA, serta mendorong pemisahan sampah di sumber.

- Penghargaan : Surabaya meraih Adipura Prize, Urban Environment Improvement Award dari UNESCAP (2007), Best Practices Award dari UN-HABITAT (2008), Environmentally Sustainable Cities dari ASEAN (2011), dan United Europe Award sebagai "Innovative City of the Future".

Kisah ini menunjukkan kolaborasi pemerintah, komunitas, dan swasta bisa mengubah sampah menjadi aset ekonomi, seperti kompos yang dijual atau digunakan untuk pertanian kota.

Penyebaran ke Kota Lain: Dari Bandung hingga Yogyakarta

Kesuksesan Surabaya menginspirasi kota-kota lain. Di Bandung, misalnya, Kelurahan Cigereleng menerapkan metode Takakura di bawah koordinasi Asep Dimyati. Hasilnya, 70% sampah diolah menjadi pupuk dan media tanam, bahkan menghasilkan pendapatan tambahan dari daur ulang kertas.

Di Yogyakarta, program swadaya masyarakat di Kampung Purbonegaran meningkatkan kesadaran warga dalam mengolah limbah rumah tangga menjadi kompos, melalui pelatihan yang meningkatkan keterampilan dan partisipasi aktif. Sementara di Sleman, pelatihan kompos rumah tangga dengan metode Takakura telah menjadi bagian dari inisiatif lingkungan lokal. Secara nasional, metode ini dimasukkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah 2008, menjadikan Indonesia role model untuk negara berkembang.

Manfaat Metode Takakura untuk Pengelolaan Sampah di Indonesia

Metode Takakura tidak hanya efektif, tapi juga murah dan mudah. Manfaat utamanya:

- Lingkungan : Mengurangi emisi gas rumah kaca, polusi TPA, dan meningkatkan kesuburan tanah melalui kompos organik.

- Ekonomi : Hemat biaya pengelolaan sampah (keranjang hanya sekitar Rp10.000-20.000), plus potensi pendapatan dari penjualan kompos.

- Sosial : Meningkatkan kesadaran masyarakat, menciptakan lapangan kerja di pusat kompos, dan mendukung urban farming untuk ketahanan pangan.

- Kecepatan : Dekomposisi dalam 72 jam, dibandingkan 3 bulan metode konvensional, cocok untuk iklim tropis Indonesia (suhu 27-35°C).

Cara Singkat Menerapkan Metode Takakura

Untuk replikasi sukses ini di rumah Anda:

1. Siapkan keranjang berlubang, bibit fermentasi dari tape/tempe, dan sekam padi.

2. Potong limbah organik (sayur, kulit buah) menjadi kecil, campur dengan starter, dan jaga kelembaban.

3. Aduk rutin, dan dalam 1-2 minggu, kompos siap digunakan.

Inspirasi untuk Masa Depan Hijau

Kisah sukses metode Takakura di Indonesia, khususnya Surabaya, membuktikan bahwa inovasi sederhana bisa mengatasi masalah besar seperti sampah. Dengan reduksi 30% limbah TPA dan penghargaan global, ini menjadi blueprint untuk kota-kota lain. Mari ikuti jejaknya: mulai dari rumah, dukung komunitas, dan ciptakan Indonesia lebih hijau. Bagikan pengalaman Anda dan jadilah bagian dari revolusi zero-waste!

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |