Klarifikasi Dua Pimpinan PBNU soal Nama Institusi Terseret Pusaran Korupsi Kuota Haji

6 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi kuota tambahan haji. Salah satu yang menjadi fokus KPK adalah menelusuri aliran uang korupsi tersebut.

Salah satu yang menjadi menjadi perhatian publik adalah ketika KPK 'menyasar' aliran tersebut hingga ke ormas Islam. Yang tercetus oleh KPK di antaranya adalah PBNU.

Jadi, kami sedang melakukan follow the money, ke mana saja uang itu mengalir, seperti itu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Asep menjelaskan penelusuran aliran dana tersebut turut melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sementara itu, dia menjelaskan penelusuran ke organisasi masyarakat keagamaan seperti PBNU dilakukan karena penyelenggaraan ibadah haji turut melibatkan ormas.

“Karena permasalahan kuota haji ini terkait dengan penyelenggaraan ibadah di salah satu agama. Ini masalah keagamaan, menyangkut umat beragama, proses peribadatan. Jadi, tentunya ini melibatkan organisasi keagamaan,” jelasnya.

Walaupun demikian, dia mengatakan penelusuran itu tidak berarti KPK mendiskreditkan ormas keagamaan tersebut.

Untuk mengungkap hal tersebut, KPK pada pekan lalu juga telah memeriksa salah seorang staf PBNU. Namanya adalah Saiful Bahri.

Terkait dengan hal ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memberikan klarifikasi. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Fahrur Rozi yang akrab disapa Gus Fahrur menanggapi pernyataan-pernyataan yang dilemparkan ke publik oleh KPK terkait dugaan korupsi kuota haji. Menurutnya, pernyataan KPK tersebut tanpa diikuti langkah hukum yang konkret, bagi PBNU menimbulkan kerugian yang besar.

Gus Fahrur mengatakan, pertama adalah kerugian reputasi bagi institusi yang disebut-sebut KPK, baik Kementerian Agama (Kemenag), organisasi keagamaan PBNU maupun individu-individu yang namanya diseret-seret. Kedua, kerugian bagi masyarakat luas yang membutuhkan kepastian hukum.

"Publik berhak mendapatkan informasi yang jelas, apakah benar ada tindak pidana korupsi, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana proses hukumnya berjalan," kata Gus Fahrur melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Ahad (14/9/2025) malam.

Gus Fahrur menambahkan, jika hanya sebatas wacana di media, maka yang terjadi adalah kegaduhan dan fitnah yang bisa merusak tatanan sosial.

Ia menerangkan, dari perspektif hukum, asas due process of law menuntut adanya keadilan prosedural, termasuk hak-hak setiap orang yang disebut dalam dugaan perkara. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

"Jika seseorang atau institusi sudah diseret ke ruang publik, tetapi tidak segera dibawa ke pengadilan, maka hak atas kepastian hukum itu dilanggar," ujarnya.

Dikatakan Gus Fahrur, proses penyidikan yang terlalu lama justru bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP maupun asas peradilan modern.

Menurutnya, lamanya KPK dalam mengambil keputusan hukum juga menimbulkan pertanyaan serius. Apakah terdapat keraguan terhadap kualitas alat bukti yang telah dikumpulkan ataukah karena faktor lain.

"Jika bukti belum cukup, maka seharusnya tidak ada pernyataan publik yang mengaitkan pihak tertentu dengan dugaan korupsi," ujar Gus Fahrur.

Ia menerangkan bahwa dalam konteks penegakan hukum korupsi, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal menjamin hak-hak pihak yang dituduh. Mereka yang dituduh berhak untuk segera disidangkan agar bisa membela diri di hadapan hakim yang independen.

Fenomena yang terjadi saat ini sangat dekat dengan praktik trial by the press, yaitu ketika media massa dan warganet berdasarkan pernyataan resmi maupun bocoran dari aparat penegak hukum, mengadili pihak-pihak tertentu di ruang publik sebelum ada proses hukum yang sah di pengadilan.

"Kondisi ini sangat berbahaya, karena opini publik yang terbentuk bisa lebih kuat daripada fakta hukum. Akibatnya, meskipun nantinya tidak terbukti bersalah, citra individu maupun institusi yang terlanjur diberitakan akan tetap rusak di mata masyarakat," jelas Gus Fahrur.

Gus Fahrur menegaskan, PBNU sudah menyampaikan klarifikasi bahwa tidak ada aliran dana haji ke rekening bendahara PBNU, dan tidak terlibat dalam kasus tersebut. Apabila ada indikasi dilakukan oleh satu dua oknum hendaklah tidak menyeret nama besar organisasi Nahdlatul ulama. 

Sementara soal pemanggilan staf PBNU bernama Saiful Bahri, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Lukman Khakim mengatakan Saiful Bahri memang tercatat sebagai pengurus salah satu lembaga, tetapi tidak pernah aktif sejak terbentuknya PBNU periode 2022-2027. Artinya, Saiful Bahri bukan karyawan mereka.

"Saiful Bahri memang tercatat dan masuk sebagai anggota LWP (Lembaga Wakaf dan Pertanahan) PBNU 2022-2027. Tapi setelah saya cek, ternyata yang bersangkutan tidak pernah aktif. Hanya muncul di Rakernas Cipasung," kata Lukman Khakim di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan sejak terlaksananya muktamar NU di Lampung 2021, PBNU baru menggelar rapat kerja nasional (rakernas) pertama pada Maret 2022. Di forum rakernas itu, ditetapkan kepengurusan PBNU masa bakti 2022-2027.

"Sejak itu, saya tidak pernah dengar dia aktif di PBNU. Dan dia juga bukan karyawan di Sekretariat PBNU," kata Lukman.

Menurut dia, Saiful Bahri adalah orang dekat Isfah Abidal Aziz (Gus Alex), seorang yang telah dipanggil KPK dalam statusnya sebagai saksi. Bersama sejumlah nama lain, Alex termasuk yang dicegah dan ditangkal (cekal) oleh KPK.

"Dia adalah anak buah Mas Ishfah Abidal Aziz. Selama Alex jadi Wasekjen, Saiful memang sering menjadi operator lapangan urusan sekretariat dan kepanitiaan," ujar Lukman.

Dengan demikian, kata Lukman, Saiful Bahri tidak tercatat sebagai salah seorang karyawan (seseorang yang sehari-hari bekerja dengan tugas tertentu) di PBNU.

"Info sementara, dia tidak tercatat sebagai karyawan PBNU. Tinggal dikroscek data di keuangan. Ada atau tidak aliran gaji dari PBNU untuk dia," ujar Lukman Khakim.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |