REPUBLIKA.CO.ID, SANAA – Kelompok Houthi mengatakan mereka telah membalas serangan udara Amerika Serikat di Yaman yang menewaskan sedikitnya 53 orang pada Sabtu. Tindakan ini disebut bagian dari janji mereka untuk “menghadapi eskalasi dengan eskalasi”.
Meningkatnya jumlah korban jiwa menjadi 53 akibat serangan AS di Yaman dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi pada Ahad. Lima anak-anak dan dua perempuan termasuk di antara korban, sementara jumlah korban luka meningkat menjadi 98 orang, kata Anees Alsbahi, juru bicara tersebut.
Lima anak termasuk di antara korban jiwa akibat serangan AS. Alsbahi menambahkan bahwa dua wanita juga termasuk di antara korban meninggal, dan jumlah korban luka meningkat menjadi 98 orang.
Nasruddin Amer, wakil kepala kantor media Houthi, mengatakan serangan udara mematikan AS tidak akan menghalangi kelompok bersenjata tersebut dan mereka akan membalas terhadap Amerika Serikat. “Sanaa akan tetap menjadi perisai dan dukungan bagi Gaza dan tidak akan meninggalkannya apa pun tantangannya,” kata Amer di media sosial.
Aljazirah melaporkan, Juru bicara militer Houthi Yahya Saree mengatakan sebelumnya pada Ahad bahwa kelompok itu menargetkan kapal induk AS USS Harry S Truman dan kapal perangnya dengan 18 rudal balistik dan jelajah serta sebuah drone, TV pemerintah Al Masirah melaporkan. AS belum menanggapi klaim Houthi.
Saree menambahkan, AS telah melancarkan lebih dari 47 serangan di berbagai wilayah di Yaman. Dalam komentar terpisah, Abdul Malik al Houthi, pemimpin gerakan Houthi, mengatakan dalam pernyataan yang disiarkan televisi bahwa AS dan Israel “berusaha untuk memaksakan persamaan tindakan di wilayah tersebut dan rakyatnya”.
“Kami akan membalas musuh Amerika dengan serangan rudal dan menargetkan kapal perang serta kapal angkatan lautnya,” kata al-Houthi. Ia menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk “mengancam pengiriman Israel untuk menekan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza”.
Biro politik Houthi mengatakan bahwa serangan mematikan tersebut merupakan “kejahatan perang”. Al-Asbahi mengatakan serangan hari Sabtu menargetkan ibu kota, Sanaa, dan daerah di Saada, Al Bayda dan Radaa.
Setelah memerintahkan serangan awal, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan menggunakan “kekuatan mematikan yang luar biasa” sampai Houthi menghentikan serangan mereka terhadap kapal-kapal di sepanjang koridor maritim penting di Laut Merah.
Kelompok Houthi memulai serangan mereka terhadap kontainer pengiriman sebagai tanggapan terhadap perang Israel di Gaza pada tahun 2023, dan untuk membela Palestina. Mereka menegaskan kembali pada Ahad dalam komentar terpisah bahwa “operasi angkatan laut akan terus berlanjut sampai blokade Gaza dicabut dan bantuan masuk”. Kelompok Houthi telah menghentikan serangan ketika gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada bulan Januari dan belum melancarkan serangan apapun dalam dua bulan sejak itu.
Pada awal bulan Maret, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pengiriman bantuan ke Gaza ditangguhkan sebagai upaya untuk menekan Hamas agar menerima perpanjangan tahap pertama perjanjian gencatan senjata dan bukannya melanjutkan ke tahap berikutnya, yang akan menegosiasikan diakhirinya perang.
Selasa pekan lalu, kelompok Houthi mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan serangan setelah batas waktu bagi Israel untuk mengizinkan dimulainya kembali pengiriman bantuan ke Gaza telah berlalu.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan Washington akan melakukan serangan “tanpa henti” terhadap Houthi sampai mereka berhenti menargetkan aset AS dan pengiriman global. Berbicara kepada Fox News, Hegseth mengatakan kampanye tersebut merupakan respons terhadap berbagai serangan yang dilancarkan Houthi terhadap kapal sejak November 2023 dan menjadi peringatan bagi Iran untuk berhenti mendukung kelompok tersebut.
“Ini akan terus berlanjut sampai Anda mengatakan 'Kami sudah selesai menembaki kapal. Kami sudah selesai menembaki aset,'” kata Hegseth. AS dan beberapa sekutunya telah beberapa kali membom Yaman dengan rudal jelajah sejak Januari 2024 ketika perang Israel di Gaza berkecamuk dan Houthi melanjutkan kampanye maritim mereka yang berkelanjutan.