Lihat Salju di Puncak Carstensz, Tim Pendaki Lakukan Ini pada 1909

17 hours ago 5
Gambar Puncak Carstensz Papua. Puncak inilah yang dilihat Jan Carstensz pada 16 Februari 1623, lalu dibuktikan kebenarannya lewat pendakian pada 1909. Apa yang dilakukan para pendaki setelah lihat hamparan salju abadi? Sumber:algemeen dagblad (1992)

Van Nouhuyus di depan, Hendrik Albert Lorentz mengikutinya, menyusuri “jalan setapak” yang sulit. Lereng gunung yang mereka daki curam. Berulang kali tim pendaki pada ekspedisi 1909 itu harus istirahat mengatur napas.

Bangsa Belanda pun memberi penghormatan kepada dua orang Dayak yang meninggal ketika menyertai tim pendaki Puncak Carstensz di Papua. Mereka ingin keduanya juga dikenang sebagai pelopor peradaban.

Lalu, apa yang dilakukan setelah membuktikan ada salju abadi di Puncak Carstensz? Mereka harus melalui medan yang berat untuk mencapai titik tertinggi yang bisa mereka daki.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Di hadapan kami terbentang punggung bukit tinggi dari bebatuan kapur gundul, yang membentang dari timur ke barat,” tulis Lorentz mengenai pendaktiannya ke Puncak Lorentz untuk membuktikan adanya salju di puncang pegunungan tropis di Papua itu.

Hanya “tembok” batu yang mereka saksikan. Mereka lalu menemukan “celah” batu yang bisa dilalui untuk mencapai puncak.

Mereka berhasil memanjatnya, satu per satu, dengan penuh hati-hati. Sebab, batu-batu yang berjatuhan bisa menimbulkan bahaya yang besar bagi yang di bawahnya.

“Dengan susah payah kami mencapai punggung gunung, tapi masalah sebenarnya baru dimulai: dindingnya curam dan tak dapat didaki. Punggungnya juga sama-sama liarnya. Kadang-kadang kami harus merangkak dengan tangan dan lutut di sisi yang curam agar tidak terjatuh,” tutur Lorentz.

Sambil saling membantu, mereka perlahan maju. Begitu semakin dekat ke hamparan salju yang cemerlang, mereka merasakan betapa kuatnya tarikan untuk segera mencapainya.

Dan inilah yang dilakukan setelah melihat hamparan salju di garis Khatulistiwa. “Tidak ada sorak-sorai ketika kami berdiri pada pukul 10.20 di tepi padang salju perawan itu—perasaan kagum menyergap kami dan membuat kami terdiam ketika kami akhirnya mencapai tempat yang telah lama menyusahkan kami, dan yang tidak pernah berani kami harapkan untuk kami lalui,” lanjut Lorentz.

Pada saat-saat seperti itu, kata Lorentz, dirinya terlalu terkesan dengan keagungan alam hingga tidak menyadari betapa besar keberhasilan yang ia capai. Ia menganggapnya sebagai hadiah atas berbagai kesulitan dan kelelahan selama pendakian.

“Bahwa kami diberi kesempatan untuk melihat dari dekat kemegahan sunyi yang telah tertidur di sana tanpa gangguan selama berabad-abad,” kata Lorentz. Mereka telah tiba di ketinggian 4.461 mdpl, titik tertinggi yang bisa mereka capai di bawah titik paling tinggi, 5.030 mdpl (Di kemudian hari diketahui secara pasti, puncak tertinggi Carstensz adalah 4.884 mdpl).

Mereka memuaskan diri menikmati pemandangan salju abadi. Tak sebanding dibandingkan dengan cara mendapatkannya. Hanya setengah jam.

“Kami menghadapi jalan yang panjang dan sulit di depan kami. Puas dan untungnya kami bisa memulai perjalanan pulang, karena puncak salju telah tercapai,” kata Lorentz.

Ketika merayap pulang, mereka masih tetap menoleh untuk melihat hamparan salju itu, seperti tak rela untuk meninggalkannya. Namun, mereka harus pulang.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |