PPDB Berubah Lagi, Benarkan Solusi Pendidikan Hari ini

1 month ago 40

Image thiumay 02

Guru Menulis | 2025-02-08 23:09:51

Dunia pendidikan kembali tergoncang, kali ini dari perubahan penerimaan peserta didik baru Tingkat sekolah menengah (PPDB) yang resmi mengalami perubahan. PPDB saat ini diganti dengan Sistem Penerumaan Murid Baru (SPMB), Sistem ini mengakomodir 4 jalur masuk, yaitu jalur domisili sebagai pengganti zonasi, jalur afirmasi bagi siswa kurang mampu, jalur mutasi bagi siswa pegawai yang dipindah tugaskan, dan jalur prestasi yang diperluas dengan adanya kategori kepemimpinan (Liputan6.com, 30 Januari 2025). Prof Abdul Mu’ti selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan, adanya perubahan ini bukan hanya terkait teknis saja, akan tetapi sebagai upaya pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua masyarakat (Kompas.com, 31 Januari 2025). Akankah perubahan yang kesekian kali di dunia pendidikan benar benar menyentuh akar masalah pendidikan negeri ini?

Kualitas Pendidikan

Problem utama pendidikan negeri ini setidaknya ada beberapa hal diantaranya, pendidikan yang tidak merata baik secara kuantitas institusi pendidikan ataupun kualitas pendidikan yang diberikan, mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat sehingga pendidikan adalah hal mewah yang hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan tertentu, output sistem pendidikan yaitu generasi muda yang lemah mental serta nir adab serta moral, hingga kesejahteraan guru sebagai salah satu tonggak sistem pendidikan.

Ketimpanga kualitas sarana dan prasarana pendidikan memang tidak bisa dijauhkan dari pembiayaan sekolah. Sekolah dengan biaya mandiri atau swasta dan sekolah di kota memiliki sarana prasarana yang lebih memadai dibandingkan sekolah negeri yang ada di desa. Akibatnya kualitas pengajaran pada peserta didik juga berbeda akibat adanya ketimpangan sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Selain itu mindset sekulerisme, liberal dan kapitalistik yang dibangun pada sistem pendidikan saat ini mempengaruhi kinerja guru dan antusiasme siswa dalam menuntut ilmu.

Selain itu, dibangunnya kurikulum sekuler dalam dunia pendidikan, menghasilkan generasi saat ini memandang pendidikan bagai sarana penghasil cuan, sehingga aktivitas belajar mengajar diarahkan hanya untuk menghasilkan pekerjaan dengan nilai jual tinggi atau pendidikan hanya diperlukan untuk orang orang yang membutuhkan uang. Akibatnya, siswa tidak merasa penting untuk menyimak dan memperharikan ilmu yang disampaikan jika dianggap tidak memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka dengan instan. Bahkan, karena merasa sudah mampu dengan materi yang disampaikan oleh gurunya, siswa cenderung tidak memiliki rasa hormat pada guru. Begitu juga dengan guru yang dianggap sebagai sebatas pekerja, tidak jarang dianggap rendahan apalagi jika dilihat dari kesejahteraan yang diberikan oleh negara serta mindset bahwa ini hanyalah sebuah pekerjaan saja tanpa memperhatikan bagaimana tumbuh kembang siswanya. Hal ini dikarenakan semakin sulitnya kebutuhan hidup yang dialami oleh para guru serta tidak adanya support sistem dari pemerintah untuk menjamin kesejahteraan mereka. Sehingga banyak dari para guru yang tidak bisa focus dalam mendidik siswanya.

Akar Problematika Pendidikan

Pembatasan anggaran pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, minimnya sumber input APBN. Meskipun negara kita kaya akan SDA kenyataannya dominasi pengelolaan SDA diberikan kepada asing sehingga keuntungan yang benar benar diberikan kepada negara hanya bagian kecil saja. Kedua, tidak adanya mindset periayahan dalam politik hari ini. Politik hanya dijadikan alat untuk mendapatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan atau kelompok. Ketiga, kapitalisasi pendidikan. Pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak pernah mati justru dikomersilkan oleh pihak industri yang bekerja sama dengan pemerintah. Komersialisasi ini nampak pada maraknya sekolah swasta dengan kualiatas yang memadai didukung oleh sikap penguaasa yang berlepas tangan dalam pembiayaan pendidikan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu. Sehingga ketika mindset yang dimiliki dalam pengelolaan pendidikan masih diwarnai dengan materiatik kapitalisme, problematika dalam dunia pendidikan tidak akan terselesaikan bahkan ketika teknis penerimaan siswa dirubah sedemikian rupa. Sebab, saat ini pendidikan sudah kehilangan vitalitasnya untuk membentuk manusia menjadi manusia yang hakiki akibat disuntikkannya paham sekulerisme serta komersialisme pendidikan.

Solusi Hakiki Problematika Pendidikan

Negara memiliki kewajiban memberikan pendidikan kepada rakyat sebagai bentuk pertanggung jawaban negara atas rakyatnya. Mindset ini lahir dari mindset politik adalah sarana untuk melakukan periayahan terhadap rakyat. Sehingga negara akan memberikan pendidikan terbaik dengan mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan. Anggaran ini salah satunya dipenuhi dengan melakukan pengelolaan terhadap SDA sehingga mampu memenuhi kebutuhan rakyat atas pendidikan. Selain itu masyarakat juga memiliki mindset yang sama terkait pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka sehingga ketika negara membuka pintu wakaf, banyak pihak yang akan memberikan dana wakaf kepada negara untuk dialokasikan pada dunia pendidikan.

Komersialisasi serta industrialisasi dalam dunia pendidikan tidak akan terjadi karena tujuan pendidikan bukan menghasilkan pekerja. Tujuan pendidikan lebih mulia dari pada itu yaitu menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia, mampu menguasai IPTEK, dan mampu menguasai skill untuk bertahan hidup. Sehingga, baik masyarakat maupun negara tidak akan menjual pendidikan kepada industrialisasi dan komersialisasi semata. Hal ini adalah langkah nyata yang dilakukan oleh sistem Islam untuk mengembangkan pendidikan sehingga dalam sistem Islam pendidikan bisa merata di seluruh wilayah negara dengan kualitas yang sama baiknya. Wallahu Alam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |