Rasa Malu: Tinjauan Biopsikologi

3 hours ago 3

Image Sarah Annabila

Pendidikan dan Literasi | 2025-10-18 15:37:03

RASA MALU : DALAM TINJAUAN BIOPSIKOLOGI

*PENDAHULUAN*

Rasa malu termasuk ke dalam salah satu emosi sosial yang hampir setiap orang pernah mengalami. Misalnya, saat kita ada di depan umum yang tentunya banyak orang yang memperhatikan kita, mendengarkan kita, menatap kita, biasanya kita akan merasa malu. Perasaan malu itu bisa dirasakan pada diri kita sendiri seperti, detak jantung yang lebih cepat, kulit muka atau badan terasa panas, namun setiap orang memiliki reaksi yang berbeda. Saat kita merasa malu sebagian orang merasa bahwa cuacanya menjadi panas, dan membuat berkeringat, di sisi lain sebagian orang merasakan reaksi tubuh mereka jika sedang malu tangan mereka akan terasa dingin juga berkeringat. Tanda kita mengalami perasaan malu lainnya yaitu muka memerah dan rasanya ingin segera mengakhiri aktivitas yang kita sedang lakukan itu. Keadaan tersebut tampak sepele dan sederhana, tapi sebenarnya keadaan ini melibatkan proses biologis dan psikologis di dalam tubuh kita.

*ISI* Rasa malu ini sering membuat kita merasa apakah yang kita lakukan ini salah? Dan rasa malu ini memicu perasaan seperti direndahkan, tidak dihargai, padahal aslinya kita tidak tau bagaimana orang berfikir tentang kita yang ada di depan mereka. Kaitannya Biopsikologi dengan rasa malu ini berhubungan dengan aktivitas otak, sistem saraf, hormon dan lainnya. (Craig, 2009; Lindquist & Barrett, 2012; Menon & Uddin, 2010) melaporkan bahwa rasa malu cenderung berhubungan dengan aktivasi wilayah otak yang membentuk apa yang disebut jaringan saliensi. Jaringan tersebut adalah wilayah yang berfungsi untuk menyadari proses internal yaitu tubuh seseorang, wilayah saliensi penting untuk mengidentifikasi stimulus eksternal yang relevan. Tujuannya untuk memandu perilaku dan mengoordinasikan dinamika jaringan antar system fungsional lainnya (Uddin, 2015).

Rasa malu ini berhubungan dengan saraf simpatik, saraf simpatik adalah bagian dari system saraf otonom yang menyiapkan tubuh untuk merespons situasi stress atau situasi yang berbahaya dan mengancam. Sistem ini tanpa disadari ternyata meningkatkan denyut jantung kita, mempercepat pernapasan, dan meningkatkan aliran darah ke otot. Saraf Simpatik juga menyiapkan tubuh agar merespon dengan cepat, cara kerja saraf simpatik ini fight or flight (lawan atau lari). Ketika tubuh mendeteksi adanya ancaman, maka saraf simpatik ini langsung aktif, berlawanan dengan saraf parasimpatik yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh kita. Saraf Parasimpatik bekerja jika kita sedang merasa tenang, aman.

Selanjutnya, bagian otak yang bekerja jika kita berada dikondisi malu, yang pertama yaitu Korteks Prefrontal Dorsolateral yang menimbulkan pemikiran negative pada diri kita sendiri. Sedangkan Ventrolateral, lebih berkaitan dengan rasa canggung dan malu yang ringan. Lalu yang kedua ada Insula, yang berperan dalam kesadaran emosional seperti, saat kita merasa malu, kita merasakan bagian perut terasa tidak enak. Ketiga ada Sistem Limbik, dalam system limbik ada Amigdala, yaitu struktur dalam system limbik yang memproses emosi, terutama rasa takut ke ancaman dan bahaya. Selanjutnya ada Korteks Cingulate Anterior yang berhubungan dengan rasa sakit sosial seperti, rasa tidak nyaman karena merasa tersingkirkan, dikucilkan atau merasa dinilai negative oleh orang lain.

(Darwin 1872) Adalah salah satu orang yang pertama menghubungkan kemerahan pada wajah yang sering terjadi pada saat kita merasa malu. Hal itu bisa terjadi karena adanya aliran darah ke pipi, kemerahan ini bisa mengganggu mereka yang sedang malu. Darwin juga mengaitkan kebingungan, pandangan mata yang tertunduk sebagai tanda fisiologis eksternal dari pengalaman malu internal. Banyak peneliti yang melihat rasa malu muncul sebagai respon terhadap ancaman yang dirasakan atau nyata dalam interpersonal, maka banyak yang mengatakan rasa malu itu mengakibatkan fisik berupa postur tubuh yang ambruk atau mengecil.

Secara adaptif, rasa malu memiliki fungsi sosial yang positif, karena emosi ini dapat membantu kita untuk menjaga norma yang harus kita jaga, meningkatkan kesadaran diri sendiri, dan memperbaiki perilaku agar lebih mudah diterima oleh Masyarakat. Rasa malu juga bisa menjadi dampak negative bagi diri kita, seperti contohnya jika kita sering merasa malu yang berlebihan hal itu makin lama makin berkembang menjadi phobia sosial atau sering disebut kecemasan sosial (social anxiety disorder). Kondisi tersebut membuat aktivitas Amigdala menjadi berat, kontrol korteks melemah sehingga kita menjadi lebih sulit untuk menenangkan diri kita saat berada di tengah tengah masyarakat.

*KESIMPULAN*

Rasa malu termasuk ke dalam emosi sosial yang dapat kita alami kapanpun dan dimanapun kita berada. Rasa malu yang tetrjadi paad diri kita terlihat biasa saja, padahal tubuh kita juga berperan jika kita merasa malu seperti, saraf simpatik, peran otak, aliran darah, denyut jantung yang semakin cepat. Saat kita merasa malu, sebagian besar orang langsung menilai dirinya buruk, padahal kita tidak tau apa yang orang lain pikirkan, apa yang orang lain lihat tentang diri kita.

Biasanya, kita merasa malu tiba tiba karena salah pengucapan saat berbicara, hal itu normal dan rasa malu yang muncul juga normal. Kita harus tetap tenang dan fokus pada aktivitas yang kita lakukan, jangan terlalu berat memikirkan hal hal yang belum tentu itu terjadi dan hal yang belum tentu benar. Ternyata malu itu memiliki dampak positif dan juga negative, dampak positif malu itu seperti meningkatkan kesadaran diri. Dan dampak negative dari rasa malu juga bisa terjadi saat kita berlebihan, hal itu bisa menyebabkan diri kita phobia sosial dan takut jika di tempat umum.
*SUMBER* https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0301051121000168#:~:text=Shame%20was%20associated%20with%20decreased%20activity%20in%20the%20superior%20temporal,differentiated%20based%20on%20social%20evaluation.
https://therapistsinphiladelphia.com/blog/where-is-shame-held-in-the-body/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |